Malang Posco Media – Kurang lebih 14 abad yang lalu Rasulullah SAW pernah pada sebuah fase kehidupan yang hari ini semua kaum muslimin dan kita semua meneladaninya. Pada fase kehidupan beliau yang paruh baya, beliau didaulat menjadi seorang Nabi yang mengemban mandat langsung dari Allah SWT untuk mengajak manusia pada saat itu kembali beriman kepada Allah SWT.
Bukan perkara mudah memang, meskipun sedari kecil “integritas” sang Nabi sudah tidak diragukan lagi karena kejujurannya dalam berdagang dan berinteraksi sosial dengan semua orang. Namun yang terjadi saat sang Nabi menerima wahyu kenabian orang–orang terdekatnya, keluarga beliau sendiri dan mayoritas masyarakat Makkah menolak dengan keras apa yang disampaikan oleh Nabi.
Tahun demi tahun berjalan, 13 tahun menjalani masa dakwah di Kota Makkah menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Nabi dan para sahabat yang sudah beriman terlebih dahulu. Puncaknya adalah 3 tahun sebelum peristiwa hijrahnya Nabi ke Madinah, Nabi menjalani sebuah peristiwa Isra’ Mi’raj yakni perjalanan Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan dilanjutkan ke sidrotul muntaha (Langit ketujuh) dalam waktu satu malam.
Semua orang tidak percaya, bahkan sempat para sahabat Nabi juga tidak percaya akan peristiwa yang dialami oleh sang Nabi tersebut. Namun Sang Nabi tetaplah sang Nabi, beliau diturunkan ke muka bumi oleh Allah SWT dan dijaga integritasnya. Tidak lama setelah peristiwa tersebut Nabi dan para sahabat melakukan perjalanan ke Madinah untuk melakukan Hijrah.
Di Madinah inilah titik “breakthrough” dakwah Nabi Muhammad, semakin banyak orang yang merasakan dampak kepemimpinan Nabi, bahkan Madinah yang daerahnya terdiri dari komposisi warga yang heterogen bisa disatukan oleh “Integritas” yang dimiliki oleh sang Nabi.
Peristiwa demi peristiwa yang terjadi sepanjang 10 tahun dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah telah menunjukkan betapa beliau adalah sosok yang benar-benar berintegritas dalam menjalankan amanah kepemimpinan. Bahkan Kota Makkah yang dulunya menjadi tempat paling memusuhi dakwah beliaupun, pada akhirnya bisa ditaklukkan dengan seksama tanpa ada setetes darah yang tertumpah saat proses penaklukannya.
Dr. Kenneth Boa (President dari Reflections Ministries, Atlanta) menggambarkan integritas sebagai lawan langsung dari kemunafikan. Ia mengatakan, bahwa seorang munafik tidaklah qualified untuk membimbing orang-orang lain guna mencapai karakter yang lebih tinggi. Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga yang dipimpin.
Di era sekarang ini, integritas sangat dibutuhkan di seluruh level kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik pada level negara ataupun civil society. Negara dengan seluruh instrumen yang melekat di dalamnya adalah representasi dari pemimpin masyarakat yang memegang kendali kebijakan serta penentu arah kemajuan dan perkembangan bangsa, oleh karenanya menjadi sesuatu yang mutlak dimiliki oleh semua orang yang ada di dalamnya untuk menjaga integritas, demi terwujudnya tatanan bernegara yang saling percaya.
Bangsa kita yang sudah 77 tahun merdeka adalah buah dari integritas yang dibangun oleh para “founding fathers” bangsa ini jauh sebelum kemerdekaan itu diproklamirkan. Kita semua membaca dalam catatan sejarah dimana para tokoh bangsa terdahulu telah berhasil membangun integritas dirinya, yang dengan integritas ini lantas menjadikan sebuah kultur budaya berbangsa dan bernegara pada masyarakat Indonesia yang berujung pada kemakmuran dan kemajuan.
Menjadi tugas berat bagi para pemimpin bangsa saat ini untuk terus menjaga integritas di tengah-tengah perubahan zaman yang sulit diprediksi ini. Kecakapan seorang pemimpin bangsa dalam memimpin, mengarahkan, mengayomi dan memberikan harapan akan mampu menjadi salah satu alasan kuat yang akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada para pemimpin bangsa.
Dalam konteks “Civil Society” membangun integritas juga menjadi bagian penting dalam menyeimbangkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Komponen-komponen yang tergabung dalam civil society seperti ORMAS, LSM, Gerakan sosial dan Organisasi Profesi adalah bagian yang tidak terpisahkan untuk turut serta dalam membangun integritas dalam tata kelola organisasinya.
Civil Society sebagai representasi dari masyarakat secara umum juga memiliki peran penting untuk turut serta membangun dan menjaga integritas organisasi dan SDM yang ada di dalamnya. Integritas yang terbangun di dalam tubuh civil society akan turut memperkuat kepercayaan masyarakat terhadapnya.
Perjalanan Nabi dalam berdakwah dan membangun Negara Madinah 14 abad yang lalu, merupakan potret yang bisa kita jadikan sebagai bahan narasi bagi kita saat ini, baik peran kita sebagai Negara ataupun “Civil Society.” Keharmonisan, kemajuan, kemakmuran, saling menghargai, saling percaya dan tanggung jawab yang ada pada zaman Nabi saat beliau memimpin Madinah dan Islam saat itu, menjadi bahan yang cukup kuat dan lengkap bagi kita untuk meneladaninya.
Menurut Stephen R. Covey membedakan antara kejujuran dan integritass “honesty is telling the truth, in other word, conforming our words reality-integrity is conforming to our words, in other words, keeping promises and ful-filling expectations.” Kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai dengan kenyataan. Sedang integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya, orang yang memiliki integritas dan kejujuran adalah orang yang merdeka. Mereka menunjukkan keautentikan dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab dan berdedikasi.
Menjaga integritas berarti kita menjaga kejujuran, keadilan, respect, bertanggungjawab, membantu banyak manusia, mudah memaafkan, bekerja dengan sebaik-baiknya meskipun tidak ada seorangpun yang melihat, selalu bersemangat dalam kebaikan, komitmen dan setia, dan konsisten atas apa yang dikerjakannya.(*)