Kucing datang cepat ganti muka
Segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri
Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi
Tikus-tikus tak kenal kenyang
Rakus, rakus, bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang
MALANG POSCO MEDIA – Penggalan lirik lagu Iwan fals berjudul Tikus Kantor saat ini masih sangat relevan dengan kondisi kekinian. Tak hanya mental tikus yang ada di kantor-kantor, di berbagai tempat pun sekarang muncul ‘tikus tikus’ yang suka mencari celah. Tak peduli itu melanggar hukum, merugikan dan membahayakan orang lain, bahkan menimbulkan koran dan nyawa taruhannya.
Tak percaya ‘mental tikus’ juga ada selain di kantor-kantor? Silakan Anda amati di jembatan Tunggulmas (akronim Tunggulwulung – Tlogomas) Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru yang ditutup menjelang mudik lebaran lalu. Jembatan yang dianggap menjadi biang kemacetan dan rawa laka lantas itu sengaja ditutup Pemkot Malang untuk melancarkan arus mudik.
Tapi apa lacur. Pengguna jalan masih nekat. ‘Mental-mental tikus’ mendadak muncul di jembatan yang memang dibangun untuk akses mengurai kemacetan di Kota Malang sisi barat itu. Namun persoalannya, saat jembatan itu sudah ditutup sementara, pengendara masih berani nekat menerobos. Memanfaatkan celah yang sempit untuk keluar masuk. Baik yang mau ke kawasan Tunggulwulung dan sekitarnya, maupun yang mau ke arah Kota Batu atau balik arah ke kawasan Dinoyo.
Ironisnya lagi, ada juga ‘polisi cepek’ yang memanfaatkan momentum itu untuk mengais rezeki. Celah sempit jalan yang merupakan trotoar justru menjadi rebutan untuk akses. Padahal sebelumnya sudah dilas besi oleh petugas.
Mereka dengan santai melintasi jalan tikus itu tanpa khawatir membahayakan dirinya sendiri dan pengendara lain. Bahkan tak perduli pengendara dari arah Kota Malang ataupun Kota Batu, bisa menjadi korban. Mereka mengatur pelanggaran itu dengan tanpa bersalah. Seolah sesuatu yang biasa dan lazim.
Memang tidak salah 100 persen pengguna jalannya. Ada pihak yang ikut andil sehingga kesalahan itu berlangsung terus menerus hingga sekarang. Layaknya tikus kantor, ‘mental tikus-tikus’ jalanan yang suka mencari celah jalan demi mengejar kecepatan, juga harus ditindak tegas.
Meminjam diksi Iwan Fals, Tikus akan takut kalau ada ‘Kucing’ siap siaga. Begitu Kucing hilang, Tikus cepat ganti muka alias tak punya malu lagi melakukan pelanggaran. Dan itu akan terus berulang ulang. Kucing datang Tikus menghilang.
‘Mental tikus’ ini memang harus dihadapi dengan petugas berwenang dan tindakan tegas. Pelanggaran kasat mata harus diganjar dengan sanksi tegas dan bikin jera. Dinas Perhubungan, Satpol PP dan petugas kepolisian harus bersinergi untuk siaga di lokasi. Itu bila jalur tikus itu mau tak disalahgunakan oleh ‘tikus-tikus’ jalanan itu.
Selama tidak ada tindakan tegas dan terukur serta membikin jera, maka perilaku ‘mental tikus’ akan makin subur dan makin tak punya muka. Tak punya malu bahkan terkesan sengaja ‘kucing-kucingan’ dengan petugas. Bahkan mereka akan terus mencari jalan-jalan tikus yang lain untuk melakukan pelanggaran.
Kini tinggal kemauan Pemkot Malang beserta jajaran yang berwenang untuk segera bersikap tegas. Jangan terus menunggu semua fasilitas lengkap sementara ancaman laka lantas bisa terjadi setiap saat. Bahkan bila pelanggaran itu dibiarkan secara kasat mata, tak menutup kemungkinan korban bisa berjatuhan.
Kalau ditanya, mengapa mereka nekat menggunakan jalur tikus? Mayoritas bilang: biar cepat dan tidak memutar terlalu jauh melewati Dinoyo atau Pendem. Apalagi kalau kondisi sedang terburu buru melakukan aktivitas harian. Siapa pun ingin melakukan aktivitas serba cepat. Tapi persoalannya memburu kecepatan dengan jalur tikus namun mengabaikan keselamatan diri sendiri dan pengendara lain, juga bukan persoalan yang dibenarkan secara hukum.
Kita semua masih sangat ingat beberapa tahun sebelumnya, saat Lebaran banyak orang menggunakan transportasi truk atau pikap untuk bersilaturahmi. Truk dan pikap dinaiki banyak orang. Pemandangan itu nyaris terjadi di banyak daerah. Karena waktu itu angkutan juga belum semodern sekarang.
Namun banyaknya kecelakaan yang terjadi dan merengut banyak penumpang truk dan pikap saat Lebaran itu, akhirnya pemerintah bertindak tegas. Sejak saat itu, kita kemudian selalu melihat di bak bak truk, ada tulisan: Dilarang Mengangkut Orang. Aturan itu benar-benar dikawal serius beberapa tahun kemudian dan terbukti ampuh.
Setiap lebaran tak ada lagi yang berani nekat mengangkut penumpang dengan truk dan pikap. Pelanggaran yang sebelumnya nyaris terjadi setiap Lebaran, sudah tak ditemui lagi. Keberhasilan penegakan aturan itu, jelas karena ketegasan dari pihak terkait. Baik Kepolisian, Dinas Perhubungan dan stakeholder terkait yang memang mengawal secara serius aturan tersebut hingga sekarang.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ayat 4 disebutkan bahwa angkutan barang memang tidak diperkenankan membawa penumpang. Hanya saja terdapat beberapa pengecualian yang membolehkan angkutan barang digunakan sebagai kendaraan penumpang.
Pertama rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi, kabupaten atau kota belum memadai. Pengecualian lainnya, yaitu untuk pengerahan atau pelatihan TNI-Polri, dan kepentingan lain berdasarkan pertimbangan kepolisian dan Pemerintah Daerah. Hal tersebut juga tertera pada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
Sementara Pasal 303 UU Lalu Lintas menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang, namun tidak sesuai dengan Pasal 137 ayat (4) bakal dipidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.
Kembali ke pelanggaran di jembatan Tunggulmas. Pengendara tak akan berani melanggar kalau pihak berwenang tegas dan mengawal serius di lokasi. Memang butuh effort besar untuk hal-hal yang tampak kecil dan sepele itu.
Tapi persoalan kecil yang disepelekan justru akan menjadi boomerang saat terjadi bom kecelakaan besar dan menimbulkan korban banyak. Baru semua pihak akan saling menyalahkan. Dan sudah bisa dipastikan yang disalah salahkan adalah masyarakatnya. Pengguna jalannya.
Tak akan ada jalan tikus, kalau ‘Kucing’ selalu siaga. Tak akan berani ‘Tikus-tikus’ berulah kalau ‘Kucing’ tegas bersikap. Dan tak akan ada jalan, tikus mencari celah pelanggaran bila ‘Kucing’ sudah menyiapkan hukuman jera. Selamanya ‘Tikus’ akan mencari jalan tikus. Kita membutuhkan dan merindukan ‘Kucing’ yang setia menjaga agar ‘Tikus-tikus’ tak bisa berbuat apa-apa. Kucing datang Tikus menghilang.(*)