Ibu dan Anak Ditemukan Tewas di Desa Donowarih, Karangploso
MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Tim gabungan Polsek Karangploso dan Satreskrim Polres Malang masih berusaha keras mengungkap motif kematian Mujiati, 33, dan Akila Putri, 3, anaknya di rumah kontrakan, Dusun Karangan, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso. Meski polisi sudah menemukan catatan utang Rp 8 juta dari dalam rumah tersebut.
Hingga semalam, Kasatreskrim Polres Malang, AKP Wahyu Rizky Saputro menegaskan, masih belum bisa membuat kesimpulan terkait peristiwa ini (berita dan foto terkait di halaman satu). Pihaknya masih menunggu pemeriksaan saksi-saksi untuk mengungkap kematian Mujiati dan Akila Putri.
Mujiati, ditemukan tergantung di dapur rumah kontrakan, sedangkan Akila Putri sudah menjadi mayat di dalam kamar tidur dengan kondisi luka sayat di nadi tangan kanan mungilnya. Di sebelahnya juga terlihat pisau dapur yang diduga menjadi alat untuk menggorok nadi tangannya.
Warga mencurigai, keduanya tewas Kamis (19/7) malam. Hampir menjelang dini hari. Salah satu warga sekitar yang meminta namanya dirahasiakan menyebut, sempat mendengar suara jeritan anak kecil dari rumah yang sudah dikontrak sejak tahun 2020 itu, tengah malam. “Ya, seperti anak kecil yang nangis kalau malam. Tidak mencurigakan,” ungkapnya.
Di sisi lain, kehidupan keluarga ini disebut memang kerap kedatangan pemilik bank titil yang menagih pembayaran utang. Mereka biasanya menemui Mujiati yang berjualan cilok di depan rumah kontrakan itu. “Nah, sejak seminggu lalu, Anton sudah tidak kelihatan di rumah. Dia katanya ada di Probolinggo,” kata Sriwati, warga lainnya.
Tetangga kerap melihat 10 hingga 15 orang pemilik bank titil yang mendatangi rumah itu. Terutama siang hingga sore hari. “Kadang mereka tanya ke tetangga untuk mencari mbak Mujiati,” lanjutnya. Kepala Dusun Karangan, Suryono mengaku sempat menemui pemilik bank titil ini. “Mujiati harus membayar Rp 600 ribu perhari,” ujarnya.
Bahkan, saat warga menemukan Mujiati dan anaknya sudah menjadi mayat, Suryono masih sempat menemui para pemberi pinjaman itu. Dikatakan Suryono, 12 bank titil yang masuk ke wilayahnya tidak pernah mengajukan perizinan ke perangkat desa. “Saya tegur. Alasan setiap hari menagih apa? Bank titil ini memang meresahkan,” ujarnya. (den/mar)