MALANG POSCO MEDIA- Foto atau gambar bakal calon legislatif (caleg) bertaburan. Ada juga bakal capres dan cawapres. Di Kota Malang jadi sorotan. Dianggap sebagai bagian dari sampah visual.
Upaya penertiban sudah dilakukan Satpol PP Kota Malang. Tapi masih saja bermunculan. Aparat bagai kewalahan. Sosialisasi dan berbagai imbauan sudah disampaikan. Tetap saja menjamur.
Bentuknya beragam. Mulai dari banner, poster hingga spanduk. Cara pemasangannya pun bermacam-macam. Ada yang pasang tidak pada tempatnya. Cara penempatannya terkesan ala kadarnya, asal nyantol. Isi pesannya berbagai janji politik lengkap dengan foto. Semarak jadinya tapi rendah daya pikat.
Makin masalah jika dipasang sembarangan tempat. Bahkan antar bakal caleg bagai rebutan space. Nah inilah yang mengganggu pandangan.
Estetika kota hilang. Bahkan ada yang nekat, sarana mengenalkan diri saling menutupi. Inilah kemudian dianggap sebagai sampah visual.
Bawaslu Kota Malang segera mengumpulkan para pengurus partai politik (parpol). Tujuannya sosialisasi bahwa sekarang belum masuk jadwal kampanye. Sesuai jadwal, kampanye baru dimulai 20 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Karena belum masuk tahapan kampanye, berbagai jenis alat sosialisasi diri itu tak masuk kategori Alat Peraga Kampanye (APK). Saat ini berkategori reklame.
Reklame ruang publik di Kota Malang diatur Perda No 2 tahun 2022. Yakni tentang Penyelenggaraan Reklame. Tempat dan tata cara pemasangan reklame sudah ditentukan. Tinggal bagaimana mengikuti aturan tersebut.
Terlepas dari berbagai perdebatan tentang alat peraga bakal caleg, sebenarnya bisa dikelola dengan baik. Misalnya menetapkan tempat khusus untuk reklame politik.
Alat dan rupa atau sarananya ditentukan. Begitu pula tata cara pemasangannya. Semua diatur dengan cara atau pola yang mengutamakan unsur seni. Pasti menarik! Punya daya pikat.
Apalagi jargon politik masing-masing bakal caleg, parpol dan bakal capres-cawapres disertakan. Jika ini diwujudkan, maka jadi tempat pendidikan politik terbuka dan terpusat.
Jika publik ingin mengetahui dan menentukan pilihan politik, datang saja ke lokasi tersebut. Bahkan ini bisa jadi destinasi wisata politik. Tapi sekali lagi, utamakan juga seni dan budaya.
Agar mudah diakses, lokasi wisata dan pendidikan politik ditentukan sesuai daerah pemilihan (dapil). Di Kota Malang misalnya, ada lima dapil sesuai kecamatan. Maka tentukan di masing-masing dapil terdapat satu atau dua spot.
Pun pengelolaannya oleh penyelenggara pemilu atau pemda sebagai regulator. Juga melibatkan pengurus parpol secara kolektif kolegial. (***)