Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si
MALANG POSCO MEDIA – Arus globalisasi begitu deras dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ada yang dapat menopang gaya hidup lebih positif dan progresif, tetapi juga ada yang mengarah pada hal yang negatif. Maka agar jati diri bangsa tetap terjaga, sangat penting untuk mendudukkan budaya bangsa sebagai potensi besar yang perlu mendapat perhatian serius dari seluruh elemen, agar akibat kemajuan teknologi informasi tidak berdampak pada hilangnya jatidiri bangsa, justru menjadi kekuatan bangsa sebagai pembeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Karakter yang kuat hanya bisa dibangun jika manusia mau dan mampu melihat dirinya sendiri. Karena manusia seringkali bermasalah dengan hidupnya ketika ia tidak mampu berdamai dengan dirinya sendiri, dan memposisikan dirinya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungan. Permasalahan tentang karakter dan kebhinekaan yang sedang dihadapi bangsa memang harus segera dicari solusi, agar dinamika bangsa dapat dikelola dengan baik.
Untuk menyelesaikan permasalahan bangsa Indonesia dapat dilakukan dengan membangun manusia Indonesia, agar pondasi bangsa lebih kokoh dan siap melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal Nusantara sebagai jati diri bangsa lebih mendapatkan tempat pada dunia internasional.
Penguatan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan menjadikan kearifan lokal sebagai landasan pendidikan. Pendidikan yang diorientasikan dalam kerangka pengayaan nilai-nilai budaya. Hal ini diharapkan mampu menghadirkan situasi di mana peserta didik lebih dekat dengan lingkungannya sehingga tumbuh perasaan memiliki dan melestarikan nilai-nilai dan budaya lokal di mana dia hidup.
Oleh karena itu, perhatian untuk mengangkat local wisdom (kearifan lokal) merupakan sebuah keniscayaan, yang menjadi usaha manusia dengan memanfaatkan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap objek atau peristiwa dalam ruang tertentu. Hal ini berarti bahwa kearifan lokal dipahami sebagai kemampuan individu dalam menilai objek atau peristiwa tertentu secara arif dan bijaksana.
Kearifan lokal dalam UUD 1945 Pasal 28 ayat 3 dinyatakan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Identitas budaya masyarakat tradisional dalam hal ini kearifan lokal yang ada pada masyarakat dilindungi oleh undang-undang.
Kearifan lokal masyarakat Indonesia harus tetap dilestarikan oleh generasi muda. Kearifan lokal mengandung nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi tata lingkungan hidup untuk kelestarian kehidupan masyarakat yang sudah tertata baik.
Penggalian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk mengkritisi keniscayaan perubahan budaya yang muncul dari adanya globalisasi.
Untuk melakukan hal tersebut perlu ruang kajian tersendiri baik dalam kehidupan secara umum melalui kegiatan diskusi informal maupun melalui pendidikan formal di sekolah. Ciri khas kedaerahan yang berupa kearifan lokal mencakup beberapa aspek, yaitu sosial ekonomi, budaya, ekologi, agama, dan bahasa. Setiap daerah setidaknya memiliki keunggulan kearifan lokal baik berupa materi maupun non-materi.
Peningkatan Daya Saing
Keunggulan berupa materi dapat berbentuk sumber daya alam dan hasil bumi. Sedangkan keunggulan non-materi berupa kesenian, topengan, wayangan, budaya dan lain-lain. Keunggulan tersebut terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Namun ketika hal tersebut ditinggalkan dan tidak diwariskan kepada generasi selanjutnya maka secara perlahan-lahan akan sirna. Dalam rangka menghindari hilangnya kearifan lokal yang merupakan kekayaan nasional maka perlu digalakkan membangun rasa cinta dan percaya diri, bahkan kearifan lokal memiliki potensi besar untuk menopang berkembangnya pendidikan guna menuju daya saing regional, nasional maupun global.
Tujuan utama penerapan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang religius penuh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki akhlak terpuji, sehat, cakap, kreatif, inovatif, produktif, mandiri, memiliki tanggungjawab dan bersikap demokratis agar mampu mengembalikan jati diri bangsa Indonesia berdasar Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia merupakan intisari unsur kearifan lokal yang ada di daerah di seluruh Indonesia. Para pendiri bangsa Indonesia menelaah dengan teliti dan berdiskusi secara serius sehingga lahirnya ideologi Pancasila. Di dalam Pancasila menegaskan corak warna atau watak rakyat Indonesia sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang berkebudayaan, bangsa yang menginsafi keluhuran, keharmonisan hidup manusia yang sanggup beradaptasi dengan kehidupan kebangsaan dengan dasar perikemanusiaan universal yang meliputi seluruh alam kemanusiaan yang seluas-luasnya.
Pancasila menjadi inspirasi untuk mengembangkan pendidikan dan membentuk karakter bangsa, bahkan menjadi sumber imajinasi, inspirasi, kreativitas, dan inovasi serta menjadi ilham dalam pembangunan masyarakat dan negara. Pendidikan merupakan proses penanaman nilai, pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari generasi kegenerasi, melalui pembelajaran, pengalaman, dan pelatihan. Sedangkan karakter merupakan unsur kepribadian yang ditinjau dari segi etis dan moral.
Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan sebagai manifestasi nilai dan kapasitas moral manusia dalam menghadapi kesulitan dengan nilai-nilai khas di antaranya nilai kebaikan, mau berbuat baik dalam kehidupan nyata menggambarkan penguatan karakter. Sebagai wujud gerakan revolusi mental di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dilakukan melalui pendidikkan karakter.
Penguatan Pendidikan
Pendidikan karakter menjadi jantung dan poros pendidikan nasional. Terdapat lima pilar utama penguatan pendidikan karakter. Pertama, religius, suatu nilai yang mengajarkan keimanan kepada Tuhan YME yang termanifestasi dalam perilaku sehari-hari dengan menjalankan perintah agama secara teguh, menghargai agama dan kepercayaan orang lain, serta memiliki kemauan untuk hidup secara damai dan rukun.
Kedua, nilai nasionalis yang terwujud dalam bentuk kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik serta berkemauan untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Ketiga, nilai mandiri yang berarti dapat berdiri di kaki sendiri tanpa ketergantungan terhadap orang lain serta mampu memanfaatkan segala daya upaya baik pikiran maupun waktu untuk mewujudkan cita-cita.
Keempat, nilai gotong royong yang terwujud dalam tindakan untuk mau bekerjasama dalam kebaikan, senang bergaul dengan lintas latar belakang, serta memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Sekolah ataupun lembaga pendidikan lain merupakan sarana pewarisan budaya baik berupa nilai maupun ilmu kepada generasi masa depan yaitu peserta didik. Pewarisan ini harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram agar mampu melahirkan generasi muda yang siap menghadapi berbagai tantangan zaman.
Salah satu perencanaan tersebut adalah menyelenggarakan pendidikan berbasis karakter yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun dalam bentuk pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah yang berbasis pada kearifan lokal.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar nilai-nilai luhur bangsa dapat menjadi sikap batin dan landasan berpikir, berperilaku, dan bertindak dalam kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu, proses pembelajaran dengan berlandaskan pendidikan karakter budaya bangsa sangat penting.
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat. Misalnya Bahasa lokal masyarakat itu sendiri, diwariskan secara progresif dan turun-temurun dari generasi ke generasi serta sebagai suatu pengetahuan yang berdasarkan pemahaman terhadap budaya dan keadaan geografis pada suatu tempat.
Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat yang dapat diterapkan dalam pendidikan karakter di sekolah dalam rangka revolusi mental, antara lain kejujuran (sportivitas), kemandirian, keteguhan hati, kebersamaan, toleransi, dan kepekaan sosial.(*)