MALANG POSCO MEDIA – Berbicara tentang kedaulatan maritim, maka kita akan diingatkan kembali akan kejayaan maritim Nusantara pada zaman terdahulu. Sebagaimana tertuang di banyak manuskrip sejarah perjalanan bangsa ini, pada abad ke 6 sampai pada abad ke 12 telah ada kerajaan-kerajaan dan kesultanan yang lebih dulu eksis di wilayah Nusantara dengan kejayaan dan kekuatan maritimnya.
Adalah kerajaan Sriwijaya salah satu dari sekian banyak kerajaan maritim terbesar yang pernah ada pada zaman itu. Sriwijaya bukan hanya menjadi simbol bagi kekuatan sebuah negara dan politik, akan tetapi Sriwijaya juga menjadi simbol bagi kedaulatan kemaritiman yang ada saat itu.
Menurut berbagai sumber sejarah kerajaan yang berjaya di abad ke 7 ini telah meluaskan kekuasannya di hampir sebagian besar Asia Tenggara dan melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa-bangsa Arab dan juga dari kawasan Asia Timur seperti China.
Catatan sejarah yang menjadi pembuktian bahwa kedaulatan maritim Sriwijaya bukan hanya diakui oleh Nusantara dan kawasan Asia saja, akan tetapi sampai pada kawasan jazirah Arab adalah dengan ditemukannya sebuah surat dari Raja Sriwijaya yang ditujukan kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Bani Ummaiyah pada abad ke 7. Isi dari surat tersebut adalah permintaan Raja Sriwijaya untuk mengirimkan seorang guru yang mengajarkan tentang Islam kepada ia dan rakyatnya.
Kejayaan maritim ini jugalah yang kemudian menjadi salah satu alasan kenapa para penjajah seperti Belanda menjadi tergiur untuk melakukan eksploitasi dan penjajahannya di Nusantara. Kita tahu bersama bahwa kurang lebih 350 tahun penjajahan yang berlangsung di wilayah nusantara itu karena di dukung oleh posisi strategis Nusantara yang sangat memungkinkan untuk terjadinya mobilisasi masif antar negara.
Tercatat ada 4.875 kapal dagang yang digunakan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) selama mereka melakukan penjajahannya di Nusantara untuk mengangkut hasil kekayaan alam yang ada di wilayah Nusantara.
Indonesia sebagai negara maritim dengan garis panjang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yakni 108.000 Km ini juga tidak terlepas dari perjuangan para founding father bangsa ini. Kita tahu bersama bahwa peristiwa bersejarah yang pernah ada dalam perjuangan bangsa ini memperjuangkan kedaulatan maritimnya adalah peristiwa “Deklarasi Juanda.”
Deklarasi juanda yang terjadi pada tahun 1957 atau 12 tahun setelah Indonesia merdeka ini didasari pada kegelisahan para founding fathers bangsa ini akan keamanan dan kedaulatan maritim dan tanah air tercinta. Pasca deklarasi Juanda ini, secara otomatis Ordinansi 1939 yang diproduksi pada zaman Hindia Belanda secara otomatis gugur dan batas wilayah teritori kekuasaan Indonesia melebar dari 3 mil menjadi 12 mil dari bibir pantai.
Perjuangan tidak selesai di situ, dengan keluarnya deklarasi Juanda ini banyak negara yang tidak sepakat. Nota protes diplomatik dari negara-negara maritim besar, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda, Prancis, dan Selandia Baru mengalir ke Indonesia. Sampailah pada tahun 1982 pada pertemuan Konvensi Hukum Laut PBB ke-3 (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) tanggal 10 Desember 1982, konsep Wawasan Nusantara akhirnya diakui dunia sebagai The Archipelagic Nation Concept. Di situ ditetapkan laut teritorial negara kepulauan adalah selebar 12 mil dari garis dasar atau base line terluar pulau-pulau dan ZEE selebar 200 mil dari garis dasar.
Kedaulatan maritim merupakan kewenangan suatu negara secara eksklusif dan bebas untuk melakukan berbagai kegiatan kenegaraan di wilayah laut yang menjadi haknya. Secara sederhana, istilah “kedaulatan” dapat dipahami sebagai otoritas tertinggi dalam suatu wilayah (supreme authority within a territory).
Kedaulatan teritorial suatu negara mencakup tiga dimensi, yaitu darat, udara dan laut. Kedaulatan atas wilayah darat meliputi permukaaan tanah daratan dan juga tanah di bawah daratan sampai pada kedalaman yang tidak terbatas.
Kedaulatan atas ruang udara meliputi ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan yang terletak di atas wilayah perairan suatu negara. Sedangkan pada wilayah laut, kedaulatan teritorial suatu negara meliputi zona perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial.
Secara internasional, kedaulatan teritorial laut suatu negara diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut UNCLOS 1982. Kedaulatan wilayah laut ini sering disebut sebagai kedaulatan maritim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah “maritim” diartikan sebagai istilah yang berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.
Bangsa kita yang memiliki sekitar 17.500 pulau, dengan garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia ini, 62 persen luas wilayah Indonesia adalah laut dan perairan. Secara geopolitik, Indonesia memiliki peran strategis karena berada di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga Indonesia menjadi poros maritim dunia pada perdagangan global yang menghubungkan kawasan Asia Pasifik dan Australia.
Potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 12,54 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEE. Luas terumbu karang milik Indonesia yang sudah terpetakan mencapai 25.000 kilometer persegi, laut Indonesia juga memiliki sekitar 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 biota terumbu karang dan sumber daya ikan di laut Indonesia meliputi 37 persen dari spesies ikan di dunia.
Bangsa kita tercinta Indonesia dengan seluruh pontensi dan kekayaan maritimnya, tentu akan selalu menjadi objek eksploitasi dari bangsa lain. Berbagai peristiwa percobaan eksploitasi sumber daya laut di kawasan ZEE Indonesia sudah sering terjadi.
Deklarasi Juanda 1957 dan sejarah kejayaan dan kekuatan maritim Nusantara harus menjadi spirit kita bersama sebagai anak bangsa untuk menjaga dan merawat kedaulatan maritim di negera tercinta kita ini. Kebanggaan akan kekayaan sumber daya alam maritim juga harus kita galakkan, agar kita bisa menjadi tuan di negeri kita sendiri dengan kekayaan alam laut yang ada.(*)