Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
MALANG POSCO MEDIA – Kajian tentang Isra Mikraj masih sangat faktual, gebyar dan hiruk pikuknya peringatan Isra Mikraj di Indonesia masih sangat terasa dan menggema. Hal ini tidak lepas dari peristiwa yang dialami oleh Rasulullah SAW merupakan tanda-tanda dari kebesaran Allah SWT yang diperlihatkan kepada semua manusia, khususnya kaum mukminin.
Kita bersama meyakini bahwa semua peristiwa yang terjadi pada diri Rasulullah merupakan ibrah atau pelajaran yang dapat diambil hikmahnya bagi segenap kaum muslimin. Dalam peristiwa Isra Mikraj, paling tidak terdapat tiga hikmah yang dapat kita jadikan pelajaran.
Pertama, sebagai ujian keimanan. Salah satu hikmah terjadinya peristiwa Isra Mikraj adalah untuk menguji besarnya keimanan dan keislaman para sahabat kepada Allah yang saat itu baru tumbuh. Allah hendak menguji mereka dengan peristiwa Isra Mikraj yang secara zhahir tidak masuk akal.
Ketika peristiwa Isra Mikraj diceritakan kepada kaum Quraisy, mereka banyak yang tidak mempercayainya. Bahkan, mereka mengadakan reaksi dengan memfitnah Rasulullah sebagai tukang sihir, pembohong, dan sebagainya. Tetapi, tidak demikian dengan Abu Bakar dan kaum muslimin yang keimanannya telah tertanam di dalam jiwa mereka. Mereka mempercayai sepenuhnya peristiwa Isra Mikraj yang dialami oleh Rasulullah.
Kedua, pentingnya perintah salat. Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi Muhammad menerima perintah salat lima waktu, yang langsung disampaikan kepada beliau oleh Allah SAW, bukan melalui Malaikat Jibril. Selain itu, salat adalah tiang agama, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya “Salat adalah tiang agama. Barang siapa menegakkannya, berarti ia telah menegakkan agama. Dan, barang siapa meninggalkannya, berarti ia telah merobohkan agama.” (HR. Al-Baihaqi).
Dengan salat kita dididik dan dilatih sehingga hati dan batin kita menjadi suci. Badan kita bersih dari hadas, pakaian kita suci dari najis, dan hati kita terhindar dari syirik. Dengan salat, kita membentuk pandangan hidup bahwa hanya Allah Yang Maha Besar.
Dengan salat pula, kita dididik menetapkan tujuan dan arah hidup, sebagaimana dijelaskan dalam QS. 6:162, yang artinya; “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Ketiga, inspirasi bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan peristiwa Isra Mikraj, banyak hal yang dijadikan inspirasi bagi lahirnya berbagai teknologi. Di antaranya adalah upaya-upaya yang dilakukan para ilmuwan untuk menciptakan sebuah kendaraan super cepat yang dapat mencapai tujuan dalam hitungan detik, seperti cepatnya kendaraan buraq yang pernah dinaiki oleh Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra Mikraj.
Secara formal peristiwa Isra dan Mikraj bila dilihat dari perspektif agama adalah sebagai inspirasi, maka peristiwa ini memiliki makna yang teramat dalam. Para pengkaji sejarah Rasulullah selalu asyik mengkaji aspek formal dari kewajiban salat. Sementara ahli sains dan kosmologi membahas peristiwa itu sebagai peristiwa sains dan fisika.
Sinar-Sinar Perjalanan
Jika peristiwa Isra dan Mikraj dikaji dengan pisau analisis irfâni, maka akan diketahui bahwa peristiwa universal ini syarat dengan pesan-pesan ke’arifan. Rasulullah diperjalankan saat beliau mengalami ‘’am al-huzni.” Duka cita sering menimbulkan barier untuk memperoleh inspirasi akibat gempuran rasa sedih dan kegundahan. Jika saja dilihat dalam perspektif alamiah-horizontal, maka akan banyak bercerita tentang kesedihan, akan tetapi Islam segera mengubah kesan duka yang mencekam menjadi perjalanan ke ufuk, hingga Rasul dibawa ke ‘Arasy’ puncak ke’arifan, di situlah ditemukan tahta ke’arifan.
Sebelum berangkat beliau hatinya diisi dengan kelembutan (hilman), ilmu (‘ilman), dan keyakinan (yaqinan). Tiga energi itu dapat memantik inspirasi membangun peradaban. Saat berada di ufuk, Rasulullah disadarkan bahwa beliau harus menggunakan visi universal dalam melihat kehidupan, sejalan dengan pesan universal, yakni Rahmatan lil’alamin.
Selama perjalanan Nabi Muhammad SAW diperlihatkan keragaman, pluralitas, dan segala macam bentuk sikap dan problematika kehidupan manusia. Di alam ini nabi diperlihatkan berbagai sikap dan tindakan manusia, yang terkadang disukai dan sering dibenci dan mengganggu kemapanan.
Akan tetapi Nabi tetap fokus, tidak egois, fokus pada upaya membangun kesemestaan karena dia diberi amanah memperjuangkan misi Tuhan. Di sinilah diperlihatkan wasathiyatul Islam, Islam sebagai pengayom, pembimbing dan penyelamat. Nabi sangat paham dengan misi yang tengah diembannya.
Berangkat dari pengalaman Rasul Muhammad SAW selama Isra Mikraj, tentu harus belajar menegakkan Islam yang ramah, harmoni, toleran terhadap perbedaan, proporsional. Dengan demikian Islam, adalah pesan inspiratif religius, yang mampu memikat dan menggerakkan hati sanubari manusia.
Sinar-sinar pengalaman saat Rasul Muhammad SAW diperjalankan terkanalisasi dalam ide besar “Agama harus sebagai inspirasi dan pijakan motivasi hidup.” Jika negeri ini merupakan kesepakatan luhur (mitsaqan ghaliedha), maka pesan Isra Mikraj menjadi energi bagi umat Islam untuk menegakkan Islam sebagai inspirasi dan motivasi utama dalam hidup. Hanya dengan demikian, Islam menjadi perekat, energi kebersamaan yang berujung pada kedamaian, dan keselamatan dunia-akherat.(*)