Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si
MALANG POSCO MEDIA – Sudah kita maklumi bersama, Indonesia telah merdeka sejak 1945. Pada 17 Agustus tahun 1945 atas nama bangsa Indonesia Soekarno dan Muh. Hatta telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sebuah peristiwa bersejarah yang monumental bagi bangsa Indonesia yaitu Kemerdekaan. Sejak itu Bangsa Indonesia terbebas dari belenggu penjajah Belanda dan Jepang.
Kemerdekaan senantiasa mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Dalam hal ini kemerdekaan Indonesia mempunyai arti penting; Pertama, Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuangan bangsa ini. Jadi, serangkaian perjuangan menentang kolonial akhirnya mencapai puncak kemerdekaan.
Kedua, dengan kemerdekaan, berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri. Hal ini berarti bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa yang harus memiliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Ketiga, Kemerdekaan adalah suatu jalan ”jembatan emas” atau merupakan pintu gerbang untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Jadi, dengan kemerdekaan itu bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Tetapi, justru muncul tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan berbagai kegiatan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat.
Kini bisa jadi penjajahan bisa berupa penjajahan fisik, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan sebagainya. Jika dibilang bangsa Indonesia telah merdeka sepenuhnya? Maka jawabannya adalah belum. Karena masih banyak penjajahan fisik, ekonomi bahkan politik.
Parahnya lagi, di usia ke 77 tahun Kemerdekaan Indonesia ini masih saja ada sebagian masyarakat yang belum merasakan kemerdekaan sesungguhnya. Rakyat negeri ini, masih bergelimang dalam kemiskinan dan penderitaan yang teramat menyakitkan, terutama di daerah-daerah pinggiran yang sulit akses transportasi.
Masih banyak bayi-bayi di negeri ini mengalami stunting, puluhan ribu masyarakat yang masih berlindung dalam gubuk-gubuk yang kumuh. Jutaan petani yang terus berteriak tak berdaya karena mahalnya harga pupuk oleh spekulan tengkulak dan rentenir.
Lihat pula buruh dan karyawan pabrik yang belum tercukupinya kebutuhan hidup anak istrinya. Buruh pabrik atau kuli yang harus bermandi peluh untuk memberi nafkah keluarga, sementara upah tidak memenuhui kebutuhan hidup anak dan istrinya, hal tersebut dilakukan oleh sesama rakyat Indonesia sendiri.
Kemerdekaan dalam Islam
Kemerdekaan senantiasa mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa, termasuk Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pengakuannya oleh dunia telah didapatkan bangsa ini dengan perjuangan berat tak kenal pamrih. Dengan modal kemerdekaan, suatu bangsa akan memiliki harga diri dan dapat bersama-sama duduk saling berdampingan dengan bangsa-bangsa di dunia.
Semarak menyambutnya telah terlihat dari jauh-jauh hari. Itu dapat terlihat dengan adanya spanduk, bendera, umbul-umbul, dan baliho-baliho, bahkan lampu yang gemerlapan bertuliskan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalan di seluruh pelosok nusantara.
Namun, dalam kesemarakannya, terdapat beberapa pertanyaan yang terbesit dalam benak kita; apakah arti kemerdekaan itu? Bagaimana seharusnya kita menyikapi makna kemerdekaan? Bagaimana memahami Islam dan kemerdekaan? Secara etimologi merdeka berarti bebas. Kemerdekaan artinya kebebasan. Sedangkan secara terminologi, merdeka dapat diartikan dengan bebas dari segala penjajah dan penjajahan.
Kemerdekaan juga dapat dimaknai sebagai keadaan rohani yang tidak terpaut oleh segala sesuatu yang berkenaan dengan rasa tertindas, yang menindih, sehingga dapat mempengaruhi jiwa, pikiran dan perilaku seseorang. Di sisi lain, kemerdekaan diartikan dengan keadaan hati yang tenteram.
Menurut Islam, manusia adalah mahluk yang bebas/merdeka sejak ia dilahirkan (ni’mah al istiqlal). Sisi lain, manusia adalah mahluk merdeka ketika ia berhadapan dengan sesamanya. Karena manusia diciptkan oleh Allah SWT, maka manusia akan menjadi hamba ketika ia berhadapan dengan Tuhannya. Dengan begitu dapat dipahami bahwa, manusia tidak bisa dan tidak boleh menjadi budak orang lain. Perbudakan antar manusia sama artinya dengan melanggar hak Tuhan.
Kemerdekaan manusia dalam Islam sudah diperoleh semenjak ia dilahrikan dari rahim seorang ibu. Maka dari itu tidak dibenarkan seseorang memperbudak sesamanya atas dasar kekuasaan apapun. Pendapat ini pun diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai utusan Allah melalui perintah-perintahnya kepada manusia untuk membebaskan sistem perbudakan dengan berbagai cara.
Dalam sebuah riwayat yang dikutip dari Al-Jihad Sabiluna disebutkan, ketika Rib’i Bin Amir r.a, salah seorang utusan pasukan Islam dalam perang Qadishiyah ditanya perihal kedatangannya oleh Rustum (panglima pasukan Persia), ia menjawab; “Allah mengutus kami untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia dengan manusia menuju penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya kehidupan dunia kepada kelapangannya, dari ketidakadilan agama-agama yang ada kepada keadilan Islam.”
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa Islam memandang kemerdekaan tidak dari satu sisi saja, melainkan dari berbagai sudut pandang, mencakup lahiriyah maupun batiniyah. Sehingga makna kemerdekaan yang sesungguhnya ialah ketika seseorang mampu berada dalam fitrahnya (Islam dan tauhid).
Maka dari itu, setiap individu seorang muslim kiranya dapat memaknai arti kemerdekaan sebagai bentuk melepaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan kesyirikan. Lalu, perlu dipahami juga adalah kemerdekaan seorang muslim ketika terbebasnya hamba dari segala dinamika kehidupan yang tidak berlandaskan atas aturan yang sudah ditentukan oleh Islam.
Islam juga memandang kemerdekaan dengan tunduk atas kuasa Tuhan dan melepaskan diri dari jeratan nafsu. Seorang hamba dapat menemukan arti kemerdekaan yang sebenarnya, jika ia mampu terbebas dari semua belenggu yang berasal dari godaan setan dan hawa nafsu, dan mengembalikan segala sesuatu kembali kepada aturan Allah.
Orang yang terjerat oleh nafsu dipastikan sudah menyimpang dari jalan yang telah diberikan oleh Allah, karena ia sudah menjadi budak nafsu. Maka dari itu, memerdekakan diri sendiri dari belenggu nafsu adalah sesuatu yang mulya di hadapan Allah dan hamba-Nya. (*)