Kesejahteraan sosial ialah merupakan salah satu tujuan utama pemerintah nasional untuk membangun negara yang adil dan berkeadilan. Dalam era globalisasi seperti sekarang, dengan tantangan sosial yang semakin kompleks, perlu bagi pemerintah nasional untuk membuat suatu kebijakan yang berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial untuk rakyatnya.
Di dalam pemerintahan nasional, kesejahteraan sosial merupakan salah satu aspek kunci yang harus diutamakan. Kesejahteraan sosial terbagi dalam banyak aspek, seperti pendidikan, perlindungan sosial, kesehatan, lapangan kerja, dan kesetaraan. Salah satu langkah terpenting yang harus dilakukan ialah meningkatkan akses pendidikan terhadap seluruh elemen masyarakat.
Pendidikan yang berkualitas merupakan kunci utama untuk mengurangi kesenjangan sosial dalam masyarakat dan menciptakan peluang yang adil bagi semua warga negara. Pemerintah nasional telah meluncurkan program-program pendidikan yang mencakup pembebasan biaya pendidikan, beasiswa, dan peningkatan infrastruktur pendidikan.
Langkah ini akan membantu mengangkat standar pendidikan dan memberikan kesempatan kepada lebih banyak individu untuk mencapai kesejahteraan sosial dengan meningkatkan kualitas hidup dan mobilitas sosial. Seperti memberikan bantuan sosial kepada keluarga miskin, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan keterampilan untuk meningkatkan mobilitas sosial.
Dengan mengurangi angka kemiskinan, pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan akses yang sama ke layanan publik seperti pendidikan, perawatan kesehatan, perumahan, dan infrastruktur.
Tata kelola, kebijakan, dan anggaran nasional yang baik memastikan bahwa orang-orang dari berbagai latar belakang ekonomi dan sosial dapat menggunakan layanan ini secara adil. Di bidang perlindungan hak asasi manusia, warga negara juga diberikan hak dalam kebebasan berbicara, berekspresi, suaka, perlindungan terhadap diskriminasi dan hak-hak lainnya.
Dengan melindungi hak asasi manusia, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang adil dan inklusif bagi semua warga negara, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan sosial. Di bidang pengentasan kemiskinan, pemerintah dapat mengimplementasikan program yang komprehensif dengan fokus pada pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat miskin.
Ini bisa mencakup program bantuan sosial, pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, dan akses ke sumber daya produktif seperti tanah dan kredit. Melihat kinerja pemerintah dalam pelaksanaan bansos, terlihat bahwa langkah-langkah yang dilakukan telah membawa perbaikan yang signifikan.
Pemerintah nasional harus meningkatkan komitmen mereka terhadap kesejahteraan sosial melalui kebijakan yang berani dan inovatif. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan distribusi kekayaan dan kesempatan dalam masyarakat. Hal ini dapat dicapai melalui kebijakan yang menjamin pemerataan akses terhadap pendidikan berkualitas, perumahan yang terjangkau dan pelayanan kesehatan yang merata.
Mengutip UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam UUD Tahun 1945. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara.
Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD Tahun 1945, kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam UUD Tahun 1945, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu.
Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, ataupun organisasi-organisasi yang ada, seperti keagamaan, LSM, sosial kemasyarakatan, profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
Pancasila sendiri, merupakan dasar negara Indonesia sekaligus pedoman dengan nilai-nilai luhur yang bisa diterapkan dalam kehidupan berbangsa. Pengamalan Pancasila Sila ke-5 yang berbunyi ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’, hendaknya diajarkan dan diamalkan dalam seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Prinsip keadilan adalah inti dari moral ke-Tuhanan, landasan pokok perikemanusiaan, simpul persatuan, dan matra kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, keadilan sosial merupakan perwujudan sekaligus cerminan imperatif etis keempat sila dalam Pancasila lainnya, walau masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.
Sebagai negara yang dikategorikan sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki masalah kesejahteraan sosial yang cukup tinggi. Oleh karena itu, mengatasi masalah kesejahteraan sosial menjadi fokus utama pemerintah. Namun mengingat masalah kesejahteraan sosial di Indonesia sangat kompleks, maka penanganan masalah kesejahteraan sosial seringkali tidak tuntas dan tidak terpadu.
Akibat penanganan masalah kesejahteraan sosial yang tidak tuntas dan tidak terpadu, sehingga menyebabkan masalah kesejahteraan sosial justru semakin kompleks. Salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang masih tinggi dan menimbulkan dampak negatif adalah masalah gelandangan dan pengemis.
Persoalan gelandangan dan pengemis telah menjadi isu nasional kesejahteraan sosial. Hal ini ditegaskan dalam UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang memberikan ruang bagi terbukanya pemenuhan kesejahteraan tak terkecuali gelandangan dan pengemis (Yusrizal & Asmara, 2020).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sementara pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Definisi lain gelandangan menurut Sastraatmadja (1987) adalah sekelompok masyarakat yang terasing.
Mereka ini lebih sering dijumpai dalam keadaan yang tidak lazim, seperti di kolong jembatan, di sepanjang lorong-lorong sempit, di sekitar rel kereta api ataupun di setiap emperan toko, dan dalam hidupnya sendiri mereka akan terlihat sangat berbeda dengan manusia merdeka lainnya.
Dilihat dari aspek ekonomi, mereka secara sengaja atau tidak sengaja, berusaha untuk mengaktualisasikan keberadaan komunitasnya dengan cara melakoni dan menjalani secara berkelanjutan terhadap dunia yang informal sebagai bagian dari ketahanan terhadap sektor atau ruang pembangunan yang cenderung mengarah berpihak pada sebuah sektor formal. (*)