Akhirul Aminulloh
Dosen Komunikasi Politik
Universitas Negeri Malang
Pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2024 akan segera digelar pada 27 November 2024. Setelah sebelumnya kita riuh dan ramai dengan gejolak politik dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2024. Kini kita sudah disuguhi pembicaraan dan isu-isu politik di tingkat lokal. Rasanya, bagi masyarakat Indonesia, termasuk di Malang Raya seperti tiada hari tanpa membicarakan politik.
Tahun 2024 ini, Indonesia akan menyelenggarakan 545 pilkada serentak di seluruh wilayah dengan rincian 37 pilkada provinsi dan 508 pilkada kota/ kabupaten. Dengan banyaknya pilkada ini, kita bisa membayangkan berapa banyak pasangan calon kepala daerah yang akan mendaftar dan bertarung memperebutkan kursi kekuasaan lokal. Mereka akan melakukan komunikasi politik dan lobi-lobi politik agar diberi rekomendasi oleh partai politik untuk maju dalam pilkada.
Jalan-jalan utama di daerah juga sudah dan akan terus dipenuhi baliho-baliho politik sampai pilkada selesai. Baliho-baliho yang berisi gambar-gambar kandidat kepala daerah dengan visi dan misi yang bombastis, yang belum tentu juga bisa dipahami oleh masyarakat awam. Pundi-pundi rupiah juga akan mengalir dan berhampuran dari para cukong-cukong dan bandar politik untuk mendanai kampanye para kandidat untuk merebut hati dan mungkin juga membeli suara rakyat.
Komunikasi Elit Politik
Pendaftaran calon pasangan kepala daerah akan dibuka pada tanggal 27 Agustus 2024. Masih satu bulan lagi, namun beberapa kandidat yang sudah menebar baliho-baliho politik di jalanan belum semuanya mendapat kendaraan politik dari parta politik. Saat ini, masih terus berlangsung lobi-lobi politik antar kandidat dengan partai politik yang seringkali diperantarai oleh broker politik.
Sebagaimana diketahui, dalam memutuskan kandidat yang akan maju pilkada, beberapa partai politik mempunyai beberapa kriteria tersendiri. Tentunya tidak semuanya didasarkan pada pertimbangan kredibilitas dan reputasi calon ataupun visi-misinya. Mungkin bisa jadi malah pertimbangan pragmatis, politis, bahkan mistis yang menjadi kriterianya. Yang jelas, jarang sekali kriteria kandidat didasarkan pada pertimbangan etis.
Beberapa pertimbangan pragmatis adalah seperti berapa dana yang dipunyai kandidat, bagaimana popularitas dan elektabilitas kandidat, juga siapa yang merekomendasikan kandidat ini, dan lain sebagainya. Pundi-pundi yang dimiliki oleh seorang kandidat seringkali jadi pertimbangan partai politik untuk memilihnya.
Karena memang, dalam kampanye politik elektoral yang berbiaya besar ini, dibutuhkan banyak dana untuk membiayai kegiatan kampanye ke pelosok-pelosok daerah dan pembuatan alat peraga yang banyak. Mahar politik yang diminta oleh partai politik dan ini sudah menjadi rahasia umum.
Belum lagi, biaya tim sukses yang biasanya mencapai jumlah yang besar, apalagi kalau menggunakan money politics untuk serangan fajar sebelum pencoblosan. Maka wajar, jika kandidat yang dipilih oleh partai adalah para pengusaha dengan modal besar dan bukan kadernya sendiri.
Selain dana yang dimiliki kandidat, pertimbangan lainnya bagi partai untuk memberi rekomendasi kepada calon tertentu adalah popularitas dan elektabilitas sang calon. Bagi partai, bila popularitas dan elektabilitas calon tinggi, maka peluang untuk memenangkan kompetisi pilkada akan semakin besar.
Sehingga, bila ada calon yang berkualitas dan mempunyai visi-misi yang bagus tapi popularistas dan elektabilitasnya rendah tidak akan menjadi pilihan. Karena, partai politik tidak mau memiliha calon hanya untuk kalah dalam kompetisi. Mereka harus menang, karena salah satu tujuan politik adalah kekuasaan.
Pertimbangan selanjutnya adalah lobi-lobi politik baik tingkat nasional maupun lokal yang dimiliki sang kandidat. Seringkali, kandidat yang tidak diharapkan oleh partai politik di daerah, tetap bisa maju jika mendapat restu elit partai di tingkat nasional. Hal ini pernah terjadi dalam pilkada Solo tahun 2020.
Dimana pengurus cabang PDI-P Solo telah merekomendasikan Achmad Purnomo menjadi calon walikota Solo, namun dikalahkan dan diganti oleh Gibran Rakabuming Raka yang mendapat restu Megawati sebagai ketua umum PDI-P. Kejadian di pilkada Solo tahun 2020 tersebut, tidak menutup kemungkinan bisa terulang pada pilkada berikutnya.
Oleh karena itu, komunikasi politik dalam bentuk lobi-lobi elit politik baik tingkat lokal maupun nasional sangat penting dan menentukan rekomendasi partai jatuh kepada kandidat yang mana.
Komunikasi Politik Baliho
Baliho-baliho yang banyak bertebaran di jalanan di daerah-daerah menjelang pilkada bisa dikatakan sebagai baliho politik. Baliho-baliho tersebut merupakan bentuk komunikasi politik dari masing-masing calon untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas kandidat. Dan tidak jarang, baliho-baliho ini melanggar aturan pemerintah daerah.
Tapi, para tim sukses dari masing-masing kandidat seringkali mengabaikan etika soal ini, karena yang menjadi fokus mereka hanya menaikkan popularitas dan elektabilitas sang calon. Pemasangan baliho-baliho politik ini bisa dikategorikan dalam dua tahapan.
Tahap pertama adalah pra pendaftaran calon pasangan. Tahap ini digunakan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas calon agar mendapatkan rekomendasi dari partai politik. Pemasangan baliho-baliho ini banyak dilakukan oleh figur-figur yang menganggap dirinya sebagai tokoh lokal dan merasa layak menjadi kepala daerah. Walaupun kenyataannya, banyak masyarakat yang tidak kenal mereka. Figur-figur ini cukup banyak, tidak hanya dalam hitungan jari bahkan bisa mencapai belasan figur calon. Dari mereka-mereka ini, ada yang memang serius mau maju pilkada, ada yang cuma mau cek ombak, atau hanya untuk iseng saja untuk sekadar meramaikan eskalasi politik di daerah.
Tahap berikutnya adalah pemasangan baliho politik pasca penetapan calon pasangan oleh KPUD pada tanggal 22 September 2024. Baliho-baliho ini hanya dipasang oleh para kontestan yang mengikuti pilkada sehingga jumlah figur tidak sebanyak seperti sebelum pendaftaran calon pasangan. Tujuan baliho-baliho ini adalah bagian dari kampanye politik untuk mempengaruhi opini masyarakat dalam rangka memenangkan pilkada tahun 2024.(*)