spot_img
Sunday, September 8, 2024
spot_img

Kontekstualitas Hijrah dalam Transformasi Kehidupan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Ahmad Fatoni

Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

Umat Islam seluruh dunia, khususnya di Indonesia, akan memperingati Tahun Baru Hijriyah pada 1 Muharram 1446 H yang bertepatan dengan 7 Juli 2024. Setiap peringatan Tahun Baru Islam tersebut dapat dijadikan titik pijakan dalam melakukan transformasi di segala aspek menuju perbaikan perilaku kehidupan.

Peristiwa hijrah, meskipun atas skenario Allah, ia sebuah proses manusiawi yang penuh dengan semangat perjuangan Rasulullah SAW untuk diteladani generasi berikutnya. Melihat kondisi Makkah masa itu yang tidak lagi kondusif bagi perkembangan dakwah Islam, Rasulullah SAW lalu keluar menuju Madinah sebagai basis gerakan yang siap dihuni oleh kaum muslim.

Hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya bukanlah pengorbanan yang ringan. Banyak di antara mereka menghadapi siksaan di tanah kelahirannya harus berpindah ke kota lain yang tidak dikenal dan masih samar akan masa depan mereka. Di saat yang sama, mereka harus meninggalkan rumah dan harta benda yang tidak mungkin dibawa. Dengan kekuatan iman, mereka menempuh perjuangan yang amat melelahkan.

Saat ini, umat Islam tidak perlu berjalan jauh sejauh kurang lebih 500 KM dari Makkah menuju Madinah. Umat Islam sekarang senyatanya bisa beribadah dengan tenang dan berdakwah dengan leluasa tanpa gangguan yang berarti. Namun sayangnya, kemudahan yang telah diberikan Allah yang Maha Pemurah kurang disyukuri. Banyak yang mengaku sebagai muslim tetapi malas beribadah. Sementara kaum mudanya banyak yang terlena dalam gaya hidup hedonis dan kenikmatan sesaat.

Makna Kontekstual Hijrah

Ada perbedaan yang sangat mencolok antara perayaan Tahun Baru Hijriyah dan penyambutan Tahun Baru Masehi yang umumnya lebih menonjolkan aspek keduniawian. Adapun perayaan Tahun Baru Hijriyah, umat Islam cukup melakukannya dengan kontemplasi diri sembari mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam kurun waktu setahun yang telah berlalu.

Perayaan Tahun Baru Hijriyah bukan sekadar “warisan” keagamaan leluhur, namun lebih ditekankan pada pembenahan kualitas diri. Ajaran moral, spiritual, dan sosial sebagaimana Rasulullah SAW contohkan mestinya menjadi guide-lines bagi kaum muslim agar praktik keberagamaan yang dijalankan tidak melenceng dari garis besar panduan agama. Keteladanan beliau tidak akan terserap jika hanya dijadikan perayaan semata, sedangkan sunnah-sunnah beliau diabaikan begitu saja. 

Hijrah secara maknawi selalu kontekstual sampai kapan pun. Hijrah dalam konteks kekinian ialah bagaimana memperjuangkan nilai-nilai luhur sehingga terwujud suatu masyarakat yang beradab dan berkemajuan. Nilai dan semangat hijrah menuntut perubahan dari kejahiliyahan menuju pencerahan. Hijrah dari kekufuran menuju keimanan. Hijrah dari kamaksiatan menuju ketaatan. Hijrah dari jalan setan menuju jalan Tuhan.

Mengutip pendapat pakar leksikografi Al-Quran, Raghib al-Isfahani (w 502 H/1108 M), istilah hijrah menurutnya mengandung tiga pengertian. Pertama, meninggalkan negeri yang penduduknya sangat tidak bersahabat, bahkan cenderung memusuhi menuju negeri yang aman dan damai. Kedua, meninggalkan syahwat, akhlak buruk dan dosa-dosa menuju kebaikan dan kemaslahatan (QS. Al-Ankabut: 26).

Ketiga, meninggalkan semua bentuk narsisme dan hedonisme menuju kesadaran kemanusiaan dengan cara menundukkan hawa nafsu (mujahadat an-nafs). Sungguh tepat ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan, “Orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan segala yang dibenci Allah.” (HR. Al-Bukhari). Intinya, hijrah adalah meninggalkan semua kebiasaan buruk yang mencederai kenyamanan sesama manusia dan kelestarian lingkungan sekitar.

Dengan kata lain, Tahun Baru Hijriyah identik dengan transformasi atau perubahan. Tak terbayangkan andai Nabi Muhammad SAW tidak mengawali karier kemasyarakatannya di Madinah, sangat boleh jadi masyarakat madani atau civil society belum terwujud seperti yang dikenal sekarang. Hal itu diakui ilmuwan Barat seperti Marshall GS Hodgson dalam karya monumentalnya, “The Venture of Islam, Concience and History in a World Civilization.”

Hijrah dan Transformasi Kehidupan

Tahun Baru Hijriyah sejatinya melecut spirit untuk melakukan transformasi di berbagai lini kehidupan. Sebagai khalifah di muka bumi, kaum muslim dituntut mewujudkan nilai-nilai transformatif yang terkandung dalam semangat hijrah sehingga fungsi agama Islam tidak terkesan “mati gaya” ketika berhadapan dengan tantangan zaman. Di tengah kesemrawutan hidup, peran agama sangat strategis sebagai kekuatan yang dapat menawarkan solusi.

Dalam konteks pergantian Tahun Baru Hijriyah, momentum ini dapat dijadikan bahan evaluasi transendental guna melakukan transformasi diri dalam setiap langkah kehidupan. Jika Tahun Baru Hijriyah hanya dijadikan ritual seremonial, fungsi Islam sebagai problem solver, seolah jauh panggang dari api.

Nilai-nilai keislaman diharapkan dapat menciptakan kondisi sosial yang terhormat dan sejahtera sesuai dengan semangat hijrah. Pergantian tahun baru dalam Islam hendaknya melahirkan kesadaran publik, terutama di kalangan pemimpin, agar krisis multidimensi yang mendera bangsa ini terkikis habis. Semangat hijrah hendaknya mendorong kesadaran transformatif demi membebaskan masyarakat yang semakin terlilit dalam aneka permasalahan.

Persoalannya, mengapa umat Islam saat ini masih terjerat dalam berbagai problem sosial walaupun peringatan hijrah selalu dikaitkan dengan perbaikan dan perubahan? Salah satu jawabannya adalah tahapan transformasi sosial dalam umat ini belum berjalan secara optimal. Seremoni peringatan Tahun Baru Hijriyah masih dalam tataran wacana pelengkap sambutan, pidato atau ceramah di mimbar-mimbar dakwah, sehingga kehilangan konteksnya.

Momentum Tahun Baru 1446 Hijriyah semestinya menjadi tonggak perubahan. Saatnya setiap pribadi mengubah dirinya dari pemalas menjadi pejuang, dari pecundang menjadi pemenang, dari bermental koruptif menjadi bermental amanah dan jujur. Perubahan yang esensial dalam setiap diri niscaya memberikan dampak positif bagi yang bersangkutan serta akan berpengaruh luas dalam tatanan hidup kemasyarakatan.(*)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img