Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
MALANG POSCO MEDIA – Saat ini kita berada pada Bulan Sya‘ban, yakni bulan yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa sejarah. Mulai dari pengalihan arah kiblat dari Masjidil Aqsha di Palestina ke Ka‘bah di Arab Saudi dengan penurunan QS. 2: 144 dan QS. 33: 56 yang menganjurkan pembacaan shalawat, diangkatnya amal-amal manusia menuju ke hadirat Allah SWT, dan berbagai peristiwa lainnya.
Secara linguistik, Al-Imam ‘Abdurraḥman As-Shafury dalam literatur kitab monumentalnya Nuzhatul Majalis wa Muntakhabun Nafâ’is mengatakan bahwa kata Sya’bān merupakan singkatan dari huruf shīn yang berarti kemuliaan (al syarafu). Huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi atau terhormat (al ‘uluwwu). Huruf ba’ yang berarti kebaikan (al birru). Huruf alif yang berarti kasih sayang (al ulfatu), dan huruf nun yang berarti cahaya (al nur).
Bila ditinjau dari segi amaliyah, termaktub beberapa hal yang lazim dilaksanakan pada malam Nisfu Sya’bān, yaitu membaca Surat Yasin sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa. Tradisi demikian selain sudah berkembang di Nusantara juga menjadi amaliyah tahunan yang dilaksanakan secara rutin terutama oleh warga Nahdlatul Ulama.
Rasulullah SAW menyatakan dalam sebuah hadits sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Dailami, Imam ‘Asakir, dan Al-Baihaqy, bahwa “Ada 5 malam di mana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Sya‘ban, malam Jumat, malam Idul Fitri, dan malam Idul Adha.” Termasuk “Siapa saja yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu Sya‘ban, niscaya tidaklah akan mati hatinya pada hari di mana pada hari itu semua hati menjadi mati.”
Sungguh telah dikumpulkan doa ma’tsūr yang terkait khusus dengan malam Nisfu Sya‘ban. Doa ini dibaca oleh para muslimin pada malam penuh anugerah secara sendiri-sendiri dan berjamaah. Seorang dari mereka menalqin doa tersebut dan jemaah mengikutinya atau ada juga salah seorang yang berdoa dan jemaahnya mengaminkan saja sebagaimana dimaklum.
Caranya, pertama membaca Surat Yasīn 3 kali setalah salat Maghrib yang diakhiri dengan berdoa. Hal ini bisa mengindikasikan bahwa melaksanakan ibadah pada malam Nisfu Sya‘ban merupakan suatu anjuran dari syari’at Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, siapapun yang tidak sepakat dengan berbagai amaliyah thoyyibah untuk menghidupkan malam Nisfu Sya’bān, tentu tidak sepatutnya memberikan kecaman yang tidak berdasar. Karena sikap demikian selain dapat menganggu kerukunan antarmasyarakat juga dapat mengganggu pelaksanaan ibadah bagi orang yang bersedia mengerjakannya.
Selain itu, Rasulullah SAW juga mengajak para sahabatnya untuk berpuasa bersama di bulan Sya’ban guna mendekatkan diri kepada Allah. Hal tersebut dikemukakan oleh Imam Ja’far ash Shadiq, bahwa “Imam Sajjad (Ali Zainal ‘Abidin) jika telah masuk bulan Sya’ban, ia mengumpulkan para sahabatnya dan berkata, “Wahai para sahabatku, tahukah kalian bulan apa ini? Ini adalah bulan Sya’ban, Nabi Muhammad SAW telah berkata, “Sya’ban adalah bulanku. Maka berpuasalah kalian di bulan ini karena kecintaan kepada nabimu dan untuk mendekatkan diri kepada Tuhanmu. Aku bersumpah demi Yang Jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah mendengar ayahku Husein berkata “Aku mendengar Amirul Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib) berkata, ‘Barangsiapa berpuasa di bulan Sya’ban karena kecintaan kepada Rasulullah SAW dan keluarganya, serta demi mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan mencintainya dan mendekatkannya pada kemuliaan serta memastikan surga untuknya.”
Bahkan terdapat juga cerita yang menyatakan bahwa di bulan Sya’ban ini, jika kita menjalankan ibadah puasa maka dosa-doa akan diampuni olehNya. Hal tersebut termuat dalam cerita yang dikemukakan oleh Ismail bin Abdul Khaliq, “(Suatu hari) aku bertamu di rumah Imam Shadiq as. Pembahasan bulan puasa Sya’ban muncul. Beliau berkata, “Keutamaan berpuasa di bulan Sya’ban adalah ini dan itu. Jika seseorang telah menumpahkan darah haram, lalu berpuasa di bulan Sya’ban, niscaya puasanya itu akan berguna baginya dan ia akan diampuni.” Puasa-puasa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah puasa daud, Senin Kamis, dan ayamul bidh.
Perbedaan; Sunnatullah
Upaya menata stabilitas hati dan pikiran merupakan sikap yang sangat bijak untuk dapat diimplementasikan. Kita dianjurkan untuk memelihara persaudaraan sesama Muslim. Di sisi lain penting untuk diperhatikan juga bahwa amaliah menghidupkan malam Nisfu Sya‘ban merupakan persoalan furū’iyyah yang tetap membuka ruang perbedaan tapi tetap dalam semangat yang saling toleran. Pelaksanaaan amaliyah ini berfungsi untuk mempertebal keimanan hamba terhadap Tuhannya.
Oleh karena itu, tidak sepatutnya untuk diarahkan pada dimensi sakralitas hukum. Sakralitas hukum terhadap persoalan keimanan juga bisa berimplikasi pada munculnya gesekan-gesekan. Selama semua amaliyah memiliki dasar dan pijakan ilmu pengetahuan tentu tidak perlu untuk dipertentangkan.
Perbedaan merupakan suatu keniscayaan (sunnatullâh), tapi menyikapi perselisihan dengan hal yang tidak bijak tentu semakin menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai luhur keislamannya.
Menurut Faruq Hamdi bahwa Islam adalah agama yang fleksibel terkait perkara prinsip dasar (ushuliyyah) bergerak secara eksklusif. Sedangkan terkait perkara cabang (furu’iyyah) bergerak secara inklusif. Urusan-urusan yang termasuk unity of diversity (al-ijtimā’ fil ikhtilāf) merupakan bentuk keluasan atau lautan dari ajaran Islam itu sendiri.(*)