Debat calon presiden (capres) putaran pertama telah digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa, (12/12/2023) malam lalu. Banyak yang menilai debat perdana ini terbilang cukup lancar. Semua kandidat ungkapkan visi, misi, program, dan umbar janji-janji politik. Aneka janji politik itu bisa menipu karena tak ada jaminan direalisasikan kelak. Apapun itu, semoga debat politik bisa memenangkan hati (winning the heart) masyarakat.
Debat politik yang formatnya sempat jadi polemik itu ternyata berjalan cukup baik. Debat diwarnai dengan munculnya sindiran dan picu emosi. Walaupun demikian, sebagai debat perdana, ajang debat mampu menyuguhkan adu gagasan, bukan sekadar adu retorika dan gimik politik semata. Debat yang berkualitas diharapkan bisa menjadi referensi bagi calon pemilih untuk menentukan pilihannya.
Debat politik sebagai bagian dari kampanye pemilu sangat ditunggu dan diharapkan masyarakat. Debat politik sebagai bagian dari ajang untuk “menguliti” sang kandidat dalam berkontestasi politik perannya cukup strategis. Debat politik bisa jadi sarana pengenalan sang kandidat dan pendalaman visi, misi, dan program kerja unggulannya.
Debat politik idealnya juga dapat menjadi referensi bagi para calon pemilih, terutama bagi mereka yang belum menentukan pilihan. Mereka yang masih gamang dengan pilihan politiknya (swing voters) yang jumlahnya cukup besar saat ini diharapkan dengan melihat debat bisa lebih yakin dan segera menentukan pilihannya. Termasuk bagi mereka yang masih belum menentukan pilihannya (undecided voters).
Di Amerika Serikat, publik biasanya menunggu debat politik dalam setiap kontestasi pilpres. Debat politik di AS merupakan debat terbuka yang benar-benar jadi ajang adu gagasan. Di sana debat bisa jadi momentum penting dalam mendulang dukungan.
Misalnya debat antara capres Richard Nixon dan John F Kennedy (JFK) di televisi waktu itu mampu menggeser dukungan publik ke JFK karena penampilannya yang sangat memukau dan meyakinkan saat debat. Termasuk kemenangan Jimmy Carter, Ronald Reagan, dan George Bush, juga tak lepas dari kemenangan mereka di atas panggung debat.
Logos, Ethos, Pathos
Debat politik yang digelar KPU dan disiarkan oleh Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan RRI, serta ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi swasta nasional dibagi dalam enam segmen berupa monolog dan dialog. Debat perdana yang dipandu oleh presenter TVRI, Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel itu mengusung tema seputar pemerintahan, hukum, HAM, korupsi, demokrasi, layanan publik dan kerukunan warga.
Setiap capres menampilkan diri dengan pesonanya masing-masing. Ada yang terlihat cukup tenang, namun ada pulang yang tersulut emosinya hingga nada suaranya cukup tinggi. Ada yang saling sindir dan mengungkit-ungkit peristiwa masa lalu. Semua kandidat sudah mempersiapkan diri dan menempuh beragam cara demi memenangkan simpati semua penonton debat.
Dalam teori retorika dikenal dengan tiga konsep yang berpengaruh dalam mempersuasi khalayak, yakni daya tarik logika (logos), daya tarik personal (ethos), dan daya tarik emosional (pathos). Masing-masing pasangan kandidat punya daya tariknya masing-masing. Ada yang menonjolkan logika lewat beragam gagasan yang masuk akal. Namun, ada juga yang lebih menonjolkan daya tarik personal dan emosional lewat saling sindir dan penonjolan gimik politik.
Logos berkaitan dengan penggunaan argumen logis, bukti, dan fakta untuk meyakinkan audiens. Ini melibatkan penggunaan pemikiran rasional dan presentasi bukti yang dapat diverifikasi untuk mendukung argumennya. Sementara ethos berkaitan dengan pengembangan kredibilitas dan kepercayaan diri sang politisi. Ini melibatkan upaya untuk menunjukkan kepada audiens bahwa pembicara memiliki otoritas, keahlian, dan moralitas yang baik.
Pemilihan kata, penampilan, dan reputasi personal sering kali digunakan untuk membangun ethos. Sementara elemen pathos berkaitan dengan upaya untuk membangkitkan emosi atau perasaan pada audiens. Ini melibatkan penggunaan cerita, citra, atau bahasa yang merangsang emosi untuk menciptakan ikatan emosional antara pembicara dan audiens. Pathos dapat digunakan untuk membuat audiens merasa terhubung dengan pesan yang disampaikan.
Kontrak Politik
Panggung debat memang bukanlah dunia realitas nyata yang nanti bakal dihadapi semua kandidat kelak. Karena itu, janji-janji politik dalam acara debat politik bisa saja menguap begitu saja. Beragam janji politik akan jadi tinggal janji kalau tak ada kontrak politik untuk menagih janji-janji itu direalisasikan. Melalui kontrak politik atau pakta integritas bisa jadi pengingat pada sang kandidat untuk menepati janjinya.
Kontrak politik merujuk pada kesepakatan informal atau formal antara pemerintah dan warga negara tentang hak dan kewajiban masing-masing. Konsep ini mencakup ide bahwa sang pemimpin bersedia mematuhi aturan dan kewajiban tertentu yang telah dijanjikan dan diprogramkan. Istilah kontrak politik sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara pemerintah dan rakyat dalam konteks sistem pemerintahan yang demokratis.
Kontrak politik dapat bersifat eksplisit, seperti konstitusi atau perjanjian tertulis, atau bersifat implisit dalam norma-norma dan praktik-praktik yang diterima oleh masyarakat. Konsep ini mencerminkan dasar moral dan etika dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Sang pemimpin yang telah berjanji akan terus dikontrol masyarakat agar merealisasikan janji-janji politiknya saat kampanye.
Meskipun kontrak politik sendiri tak memberikan kekuatan hukum, namun dapat memberikan dasar bagi mekanisme formal dan informal untuk menuntut pemenuhan janji-janji politik yang disampaikan saat kampanye debat politik. Penegakan janji-janji politik tergantung pada tingkat keterlibatan dan partisipasi masyarakat serta lembaga-lembaga yang berperan dalam proses politik.
Apapun yang tersaji dalam debat politik perdana dalam kampanye pilpres 2024 itu hanyalah atraksi di panggung debat. Di panggung politik yang sarat dengan permainan sandiwara ini bisa jadi debat politik merupakan bentuk sandiwara politik. Untuk itu, penonton debat memang boleh bergembira, tertawa, bersedih, geram, marah, dan apapun ekspresinya. Yang penting disadari bahwa yang bagus dan cemerlang di panggung debat tak selalu merefleksikan sosok pemimpin ideal.
Mencermati debat politik memang harus kritis. Tak bisa menyaksikan debat politik hanya dengan manggut-manggut dan mengiyakan semua yang dikatakan sang politisi. Debat politik juga tak bisa hanya dilihat dari adu retorika sang kandidat. Debat yang hanya menonjolkan janji-janji politik sejatinya bisa menipu. Beragam janji di panggung debat yang telah disampaikan sang calon pemimpin itu tak ada jaminan mampu direalisasikan kelak. Ingat itu! (*)