spot_img
Sunday, September 8, 2024
spot_img

Mahasiswa PKM-RE ITN Malang; Inovasi Tepung Talas Jadi Mie Sehat

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Upaya menurunkan angka, dan mencegah stunting bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga tanggung jawab bersama. Seperti yang dilakukan lima mahasiswa Teknik Kimia S-1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang). Lewat Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) 2024 mereka mengolah tepung talas dan spirulina menjadi olahan mie kering. Substitusi tepung umbi talas dan penambahan spirulina pada mie ini bermanfaat untuk mencegah stunting.

“Kami ikut prihatin dengan masih banyaknya kasus stunting di Indonesia. Nah, untuk mencegahnya dengan mengonsumsi makanan yang bergizi. Maka kami tergerak membuat mie dengan bahan baku lokal umbi talas,” kata Adhisty Elcahyani, Ketua Tim PKM RE saat dihubungi lewat sambungan Whatsapp.

Tim mahasiswa ini bernama BOOST. Singkatan dari Better Option of Spirulina Taro in Noodles to Stop Stunting. Mereka mengembangkan ide lewat riset atau penelitian PKM RE dengan judul Substitusi Tepung Ubi Talas (Colocasia Esculenta L.) dengan penambahan Spirulina (Arthrospira Platensis) pada Mie Kering untuk Pencegahan Stunting.

Melihat masyarakat Indonesia khususnya anak-anak sangat gemar mengkonsumsi mie, maka Tim BOOST memilih produk berbentuk mie sebagai terobosan. Sebenarnya mie instan sangat tidak baik untuk kesehatan jika dikonsumsi terlalu sering. Untuk itu Tim BOOST membuat inovasi mie kering yang sehat dan bergizi berbahan substitusi tepung talas dan spirulina. Tepung talas mudah ditemukan, sementara spirulina memiliki kadar protein tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai pencegahan stunting.

Menurut Dhisty, untuk membuat mie kering sangat mudah seperti membuat mie pada umumnya. Bahan yang dibutuhkan adalah tepung terigu, tepung talas, spirulina, dan bahan pendukung lainnya. Untuk tepung talasnya mereka membuat sendiri karena umbi talas mudah ditemukan. Mereka mendapatkannya di pasar tradisional atau pasar desa, dan sebagian didapat langsung dari petani umbi talas.

Setelah bahan-bahan ditakar kemudian dicampur dan diuleni dengan air hingga kalis. Lalu adonan dipipihkan menggunakan noodle maker, dan dipotong menjadi untaian mie. Selanjutnya dikukus kurang lebih lima menit, dan dikeringkan dengan alat dehidrator selama dua jam dengan suhu 60 derajat celcius. “Pengeringannya kami lakukan dengan dehidrator untuk mempertahankan kualitas gizi dan warna pada mie. Karena warna hijau mie merupakan warna asli dari spirulina,” terangnya.

Kedepannya untuk penelitian mereka bisa dikembangkan dengan menambah variabel berat spirulina hingga diperoleh kandungan gizi yang lebih tinggi. Serta bisa mengkombinasikan dengan bahan-bahan alami lainnya. Bisa juga dengan membuat mie basah yang komposisinya sama dengan mie kering talas dan spirulina.

Dhisty mengingatkan, untuk sampel dari produk hasil penelitian yang akan diujikan harus benar-benar dijaga, karena merupakan produk hasil olahan pangan. “Apabila ada kesalahan sedikit dalam pembuatan, baik takaran, kebersihan akan menimbulkan efek samping dan beresiko pada tubuh,” pungkasnya. (imm/udi)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img