spot_img
Sunday, May 19, 2024
spot_img

Malang Posco Media Kado Ultah ke 63

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Mengenang Alm H Husnun N Djuraid Guru Jurnalistik

‘’Bu, Saya mau ke makam Ayah,’’ kata Dudung

“Mau ngapain, dung?’’ tanya Bu Nun

“Mau ngucapin ulang tahun. Sama minta traktiran Ayah’’ kata Dudung sembari mencium tangan Bu Nun.

Bu Nun yang berada di ruang tamu, pagi itu tersenyum melepas Dudung berangkat ke pemakaman di kawasan TPU Ngujil.

          Dialog di atas adalah dialog Aulia Ramadhana, SE alias Dudung, putra bungsu Alm H Husnun N Djuraid dengan ibunya, Sri Eko Puji Rahayu, M.Si istri alm. Pendiri Malang Post bersama Juniarno Djoko Purwanto alias JDP (sekarang Komisaris Utama Malang Posco Media) dan Indra Slamet Santoso itu meninggal dunia pada Minggu, 4 Agustus 2019 lalu saat mengikuti lomba Marathon di Surabaya.

          Dan Selasa (15/2) kemarin merupakan hari ulang tahun almarhum ke 63. Almarhum lahir di Surabaya 15 Februari 1959. ‘’Ya jatah usianya Pak Nun cuma 60 tahun. Dan hari ini beliau ulang tahun yang ke 63. Makanya Dudung pergi ke makam ayahnya tadi pagi. Minta traktir katanya, ‘’ cerita Bu Nun, panggilan akrab istri alm kepada Tim Redaksi Malang Posco Media, yaitu Pemred Abdul Halim, Sekred Muhaimin, Redaktur Imam Wahyudi dan Ira Rafika wartawan MPM yang kemarin sore bersilaturahmi ke rumah alm.

          Sore kemarin, suasana kawasan Purwantoro, tepatnya di Jalan Digul 2, kediaman almarhum baru saja diguyur hujan. Dengan berjalan lirih, Bu Nun, menemui kami dengan sangat tenang. Ada kesedihan. Tapi yang lebih dominan tampak adalah ketenangan setelah dua tahun lebih ditinggal almarhum.       

          ‘’Saya baru berani membuka almari baju-bajunya alm setelah satu tahun. Semua saya berikan saudara dan yang membutuhkan untuk ibadah. Kata anak-anak, baju Ayah nanti dihisab bu. Jadi lebih baik diberikan untuk kebaikan sehingga bermanfaat dan pahalanya mengalir ke Ayah,’’ ungkap Bu Nun.

          Bu Nun kemudian menceritakan bagaimana sosok almarhum memang sangat baik kepada siapa pun. Termasuk kepada mahasiswa yang diajarnya. Baik di kampus Universitas Brawijaya, Univeritas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang dan kampus lainnya.

          ‘’Pak Nun paling senang kalau ngajar di UB. Karena di dalam kelas yang diajarnya itu ada mahasiswa yang setiap masuk kelas membawa kresek. Saat ditanya, ternyata ia jualan nasi dan gorengan. Sama Pak Nun langsung dibeli semua dan dibagikan ke mahasiswa. Saat Pak Nun meninggal, mahasiswa itu datang dan mengatakan, almarhum sering memborong jualan saya,’’ cerita Bu Nun.

          Tak hanya di UB, di kampus UMM alm juga sering memberikan honornya untuk mentraktir mahasiswa. Bukan hanya satu orang, tapi satu kelas. Tak peduli jurusan apa yang diajar. Para mahasiswa sering mendapatkan perlakuan istimewa dan menyenangkan ini. Ditraktir dosen dengan honor mengajarnya. Dan cerita ini pun turun temurun dan menyebar di kalangan UMM.

          ‘’Kalau dulu seringnya pulsa. Mahasiswa yang bisa menjawab pertanyaannya dibelikan pulsa. Zaman dulu Rp 5.000 gitu. Pokoknya almarhum senang sekali melakukan itu kepada siapa pun,’’ jelas Bu Nun.

          Yang paling berkesan, baginya adalah seringkali saat mengantar dan menjemputnya mengajar di UM, alm selalu bilang. ‘’Kamu harus bersyukur punya suami yang selama 20 tahun mengantar dan menjemput dosen mengajar. Sampai mengantar duduk di kursi mengajar seperti anak TK. Mana ada dosen lain yang diantar suaminya selama itu,’’ kenang Bu Nun.

          Bagi Dosen Prodi Tata Busana Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknim Universitas Negeri Malang ini, almarhum memang sosok yang tak tergantikan. Sosoknya nyaris sempurna sebagai suami, ayah, saudara, teman, sahabat dan keluarga. Selain kebaikannya, yang paling menonjol adalah sisi humornya.

          ‘’Dompetnya Pak Nun itu tidak pernah ada uangnya. Memang beliaunya tidak suka uang cash di dompet. Seringnya malah bilang, bu belikan bensin ya. Saya kemudian bilang, tahu gitu saya naik taksi saja. Anak-anak juga sering bilang, kata Ayah suruh ambil uang di dompet. Tapi saat dicari di dompetnya tidak ada uang sama sekali,’’ ujar Bu Nun.

          Humor ala alm itu bukan pelit. Tapi tanpa sepengetahuan keluarganya, Alm justru sangat rajin menjadi donatur di berbagai panti asuhan di Kota Malang. Itu diketahui Bu Nun setelah kepergian almarhum, banyak yang datang untuk mengingatkan menjadi donatur. Ada yang tetap, ada yang insidentil. Alm juga menjadi pengurus di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang. “Kalau yang tetap saya teruskan. Tapi yang insidentil, saya katakan kalau ada rezeki,’’ terangnya.

          Di mata keluarga besar Malang Posco Media, sosok alm juga tak tergantikan. Andaisaja almarhum masih hidup, pasti akan bergabung dengan Malang Posco Media. Itu karena sejak awal, alm H Husnun N Djuraid adalah teman dekat dan partner kerja Komisaris Utama Malang Posco Media, Juniarno Djoko Purwanto.

          Sebelum ditugaskan di Malang sebagai Kabiro Jawa Pos Malang, alm juga ditugaskan Jawa Pos di Semarang. Saat itu alm juga berpartner dengan Pak Pur, panggilan akrab JDP. Dan saat 1998, Pak Pur diperintahkan Dahlan Iskan mengelola koran Malang Post, alm juga yang ditugaskan Dahlan Iskan menjadi Pemimpin Redaksinya. Dan Indra Slamet Santoso menjadi Direktur Utamanya. Karena itulah pendiri Malang Post adalah Juniarno Djoko Purwanto, Husnun N Djuraid dan Indra Slamet Santoso dengan arahan penuh bos Dahlan Iskan.

          Lebih sepuluh tahun, alm menjadi Pemimpin Redaksi Malang Post. Caranya memimpin dan mengelola koran bersama Pak Pur sudah tidak diragukan. Loyalitas dan gayanya yang kalem tapi tegas, membuat Malang Post menjadi koran besar dan kuat. Namanya dikenal banyak kalangan. Karena alm tidak hanya jadi wartawan, tapi juga sebagai sahabat dan dai.

          Yang paling diingat banyak kolega adalah mengingatkan untuk salat tahajud. Mulai zaman BBM hingga beralih ke WA. Beliau sangat rajin menjalin relasi dengan cara yang jarang dilakukan banyak orang. Cara itu ternyata sangat efektif untuk membuatnya semakin dikenal, dikagumi dan menjadi pribadi yang kharismatik. Pribadi baik itulah yang kemudian memberikan efek positif bagi Malang Post.

          Pak Pur alias JDP saat mengelola koran bersama Dirut Sudarno Seman hampir 20 tahun juga punya kesan mendalam terhadao sosol almarhum ini. “Mas Nun itu teman dan guru saya. Saya mengenalnya mulai dari Semarang sama-sama merintis karier di Biro Jawa Pos Semarang tahun 1990.

Beliau sosok yang komplit, kerja profesional, bisa olahraga, bisa menyanyi dan dai pula. Dan hebatnya lagi walau beliau lebih senior, baik dari sisi usia dan pangkat tapi dalam memimpin perusahaan sangat ngemong saya. Selalu back up apapun yang saya jalankan,’’ ungkap JDP yang kemarin mengingatkan seluruh karyawan bahwa 15 Februari adalah ulang tahun almarhum.

          Untuk hal-hal detail begini, Pak Pur memang ahlinya. Saat yang lain lupa atau terlewat, di mata Pak Pur tak ada yang bisa lewat. Selalu diingat momen momen penting untuk membangun soliditas keluarga besar Malang Posco Media. Tulisan ini pun termasuk saran dan arahan beliau untuk mengenang perjuangan almarhum.

          Karena itulah, Pak Pur tak akan pernah melupakan jasa dan kerja keras alm membangun Malang Post, hingga 100 persen karyawan resign masal dan mendirikan New Malang Pos pada 4 Juli 2020 dan per 2 Februari 2022 berubah nama menjadi Malang Posco Media. Yang ada di benak Pak Pur adalah sosok almarhum, yang sudah menemaninya mulai dari awal sampai pada titik sekarang ini.

          Bu Nun, yang mengetahui New Malang Pos berubah nama menjadi Malang Posco Media pun awalnya sempat bertanya. Kenapa berubah nama? Setelah dijelaskan Bu Nun yang juga biasa dipanggil Bu Cicik di kampus, kemudian mengaku senang. ‘’Andai Pak Nun (alm) masih hidup pasti senang. Malang Posco Media ini bisa jadi kado ultah almarhum,’’ kata Bu Nun singkat.

          Dikatakan Bu Nun, ada satu pesan yang juga cocok untuk Malang Posco Media.  Almarhum mempunyai empat orang anak. Fahrizal Tawakkal, S, ikom, Ade Arinal Zakkt, S.Pd, Drg. Amalia Kautsaria dan Aulia Ramadhana, SE. Saat Reza anak pertamanya sudah tidak bergelut di desain distro dan beralih ke dunia tanaman, alm tidak gelisah. ‘’Anak kreatif itu tidak pernah kehabisan ide. Tenang saja,’’ ungkap Bu Nun menirukan ucapan almarhum.

          Kreatif inilah yang ingin disampaikan almarhum kepada keluarga besar Malang Posco Media. Di tengah derasnya kemajuan teknologi informasi dan digital, dibawah nahkoda JDP, koran ini terus kreatif. Dan yang terbaru JDP berani merubah nama New Malang Pos menjadi Malang Posco Media. Perubahan ini diapresiasi banyak pihak sebagai harapan baru. Seperti campaign yang dicanangkan JDP, New Brand, It’s My Dream. Mimpi alm dan mimpi keluarga besar Malang Posco Media.(*)  

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img