.
Thursday, December 12, 2024

Medsos Dilarang Acuh Soal Pembajakan HAKI

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Setengah gugatan Melly Goeslow yang dikabulkan MK membawa kabar bahagia bagi seniman Indonesia. Salah satu Putusan MK yang dibacakan pada akhir Februari 2024 lalu telah menganulir salah satu pasal UU Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Anulir putusan tersebut semakin melegitimasi perlindungan karya seniman dari pembajakan di medsos dengan melibatkan platform secara aktif yang terikat oleh hukum.

Gugatan Melly Goeslow terhadap UU HAKI bukan tanpa alasan. Kekesalan yang kerap dirasakan Melly terhadap penyalahgunaan karya musiknya di media sosial tidak dapat menjadi dasar untuk menuntut platform.

Akhirnya ia memilih jalur judicial review yang berbuah hasil dengan mengubah ketentuan pasal 10 UU HAKI tidak hanya berlaku bagi pengelola tempat perdagangan, tetapi juga berlaku bagi platform digital berbasis User Generated Content (UGC). Instragram, Facebook, Youtube, dll. yang menjadi bagian dari platform tersebut sekarang wajib melarang konten-konten pengguna yang melanggar HAKI secara aktif tanpa menunggu komplain.

Putusan MK jelas menjadi berita buruk content creator. Creator tidak akan bebas membalut konten dengan musik secara Cuma-cuma. Akan banyak persyaratan perizinan penggunaan karya musik ke dalam konten yang membuat creator tidak leluasa mengimprovisasi ide.

Apabila tidak mengedepankan prinsip hati-hatian creator bisa tersandung pembajakan HAKI (copyright) yang berujung persoalan hukum. Apalagi pembajakan HAKI tidak hanya mencakup musik. Cuplikan video, hasil karya tulis, gambar/ foto terkadang juga dilindungi oleh hukum sehingga berlaku ketentuan HAKI jika creator ingin menggunakan instrumen tersebut.

Tanggung Jawab Medsos

Pengentasan pembajakan HAKI di medsos membutuhkan tindakan dan kerangka hukum yang kuat. Mendeteksi pembajakan HAKI di medsos ibarat “menyelami luasnya samudra.” Terbatasnya teknologi dan besarnya volume konten platform semakin menyulitkan mendeteksi pelanggaran HAKI di setiap postingan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut bahkan Amerika Serikat harus memberlakukan Digital Millenium Copyright Act (DMCA). Melalui DMCA Amerika memberlakukan “safe harbour” kepada platform untuk mematuhi prosedur penanganan klaim pelanggaran hak cipta, termasuk mekanisme pemberitahuan dan penghapusan konten medsos yang terindikasi pembajakan HAKI.

Putusan MK terhadap UU HAKI sebenarnya teguran keras bagi legistator Indonesia yang kurang responsif di saat negara luar mulai aware terhadap karya seniman di medsos. Tidak ada penyegaran UU HAKI menjadi faktor pembajakan HAKI di medsos semakin merajalela.

Padahal Word Intelectual Property Organizatition telah mengingatkan kepada negara-negara agar merevitalisasi hukum HAKI berwawasan digital yang dapat meningkatkan perlindungan HAKI di sektor platform digital apa pun termasuk medsos.

Dengan berlakunya Putusan MK menjadikan medsos dilarang acuh soal pembajakan HAKI. Medsos tidak bisa lagi berlindung di balik SE Kominfo No. 5 tahun 2016 untuk tidak bertanggung jawab atas konten yang diunggah oleh pengguna, dan menurunkan apabila ada keberatan dari pemegang hak cipta atau hak terkait.

Namun berdasarkan pasal 10 UU HAKI pasca Putusan MK Medsos secara aktif dilarang membiarkan perilaku pembajakan HAKI di layanan digital yang dikelolanya. Putusan ini sangat relevan dengan teori tanggung jawab hukum yang tidak hanya menanggung tindakan pribadi saja, namun juga menanggung tindakan yang difasilitasi.

Sebagaimana teori tersebut, medsos yang memberikan fasilitas dibebani tanggung jawab mengambil langkah proaktif dalam mencegah dan menangani pembajakan HAKI yang dilakukan oleh penggunanya.

Tantangan Medsos

Putusan MK yang melibatkan medsos secara aktif adalah pilihan akurat untuk membendung lajunya pembajakan HAKI di tanah air. Pelibatan platform dirasa dapat meningkatkan efektivitas perlindungan HAKI di medsos daripada hanya ditangani secara parsial oleh penegak hukum.

Sebagaimana penelitian Yahong Li & Weijie Huang (2019) dalam “Queen Mary Journal of Intellectual Property” menerangkan pelibatan platform UGC dapat meningkatkan efektivitas pemantauan pelanggaran HAKI di medsos. Platform dapat membuat kebijakan royalty yang memungkinkan creator berhak menggunakan karya cipta orang lain tanpa izin namun diharuskan membayar remunerasi. Dengan begitu akan tercipta prinsip keseimbangan pada platform, pemegang HAKI, dan Pengguna yang dapat mencegah pembajakan HAKI secara liar.

Bekal putusan MK tentu tidak cukup sebagai pedoman medsos berpartisipasi aktif mengatasi pembajakan HAKI. Tidak semua pemegang HAKI keberatan jika karyanya digunakan oleh orang lain tanpa izin. Sehingga medsos perlu didukung instrumen agar perlindungan HAKI dapat mewakili setiap pihak.

 Pertama, Medsos harus mengoptimalkan teknologi fingerprinting, watermarking, dan conten id system untuk menyaring setiap konten dengan database HAKI yang dimiliki platform. Kedua, Medsos harus memiliki kebijakan persyaratan layanan yang jelas terhadap penggunaan konten yang dilindungi HAKI.

Ketiga, Medsos harus tegas terhadap penarikan, penghapusan, dan sanksi terhadap konten-konten yang terindikasi melanggar HAKI baik dari identifikasi sistem itu sendiri maupun laporan pemegang HAKI.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img