Malang Posco Media – Hari ini, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini. Mari kita berandai-andai tentang RA Kartini. Seandainya saja RA Kartini masih hidup, tentu sang pejuang perempuan ini punya akun media sosial (medsos). Seumpama RA Kartini masih ada, bisa jadi dia sangat eksis di Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, WhatsApp (WA), bahkan TikTok. Sangat mungkin RA Kartini menyuarakan gagasannya dan membuat perubahan lewat medsos.
Dulu, RA Kartini menuliskan ide-ide dan gagasannya lewat surat fisik. Surat yang ditulis di kertas. Saat itu, ide-ide RA Kartini hanya mampu dituangkan dalam media yang terbatas. Pada zaman itu, teknologi informasi dan komunikasi belum maju pesat. Sementara saat ini, perkembangan teknologi telah melaju super cepat. Lewat teknologi telah mengubah cara orang berkomunikasi.
Kemajuan teknologi yang dipicu oleh lahirnya internet telah membawa perubahan yang signifikan. Internet telah melahirkan aneka media turunannya seperti medsos. Medsos inilah yang saat ini telah mengubah lanskap kehidupan manusia dalam berbagai bidang. Bagi sejumlah orang, medsos juga telah dijadikan sebagai senjata yang ampuh dalam menyuarakan aspirasi dan perjuangannya.
“Kartini” Era Medsos
Para perempuan zaman sekarang banyak yang aktif di medsos. Bahkan kebanyakan diantara mereka memiliki akun lebih dari satu. Tak jarang “Kartini” sekarang yang sudah punya akses yang tinggi pada teknologi. Aneka macam gadget dengan beragam merk terkenal sudah menjadi barang wajib bagi kebanyakan “Kartini” zaman now. Kalau tak mampu memiliki aneka gadget branded, smartphone atau laptop harga terjangkau juga banyak diperjualbelikan.
Para “Kartini” di segala penjuru pelosok tanah air juga dituntut mendampingi putra-putrinya saat sekolah daring. Laptop dan smartphone menjadi barang yang harus dipunya dan dikuasai. Pembelajaran daring selama pandemi telah memaksa banyak kaum hawa itu bersinggungan dengan teknologi. Akhirnya, teknologi yang semula bukan menjadi kebutuhan utama, kini menjadi barang wajib.
Tingkat aksesibilitas pada teknologi yang tinggi menjadikan banyak “Kartini” yang aktif di medsos. Tak sedikit diantara para perempuan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa yang hidupnya banyak bergantung pada medsos. Sepintas seperti tidak ada yang keliru dari perilaku masifnya para “Kartini” bermedsos. Namun ternyata tak sedikit aktivitas bermedsos itu lebih untuk sesuatu yang tak produktif dan tak lebih hanya untuk memenuhi kebutuhan hiburan yang profan.
Padahal sejatinya medsos adalah media yang sangat perkasa. Medsos adalah media yang powerful untuk beragam kepentingan yang lebih produktif dan mencerdaskan. Lewat aneka platform medsos tak sedikit para “Kartini” yang memanfaatkan sebagai sarana jual beli aneka karya dan produk mereka secara online. Tak sedikit pula yang belajar dan memulai usaha dari berguru lewat YouTube dan akun medsos yang lain.
Sesungguhnya medsos bisa digunakan untuk pemberdayaan para “Kartini” secara ekonomi. Namun sayang, masih belum sebanding jumlah antara mereka yang mampu mengoptimalkan medsos untuk hal-hal yang positip dan produktif dengan yang hanya untuk hiburan. Tak jarang para “Kartini” tanah air yang waktunya dihabiskan di medsos demi bisa eksis dengan pamer beragam aktivitas lewat unggahan foto, status, dan video semata.
RA Kartini Sedih
Andai saja RA Kartini masih hidup dan melihat akun-akun medsos yang hanya dipakai narsis semata. Tentu Kartini sedih. Tak sedikit medsos yang banyak digunakan menyebarkan kabar bohong (hoaks), fake news, ujaran kebencian, saling seteru dan serang antar kelompok yang berbeda pandangan. Medsos banyak dimanfaatkan lebih sebagai penyaluran lambe turah dengan unggahan narasi yang tak mencerdaskan.
Menujuk sejumlah temuan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), bahwa kasus penyebaran hoaks tertinggi banyak dilakukan oleh para ibu-ibu. Banyak “Kartini” pengguna medsos yang suka menyebarkan hoaks melalui chat di medsos pertemanan mereka. Asal forward tanpa harus membaca dengan tuntas terlebih dahulu. Menurut Kominfo, kira-kira penyebar hoaks itu mayoritas ibu-ibu berusia 45 tahun ke atas.
Temuan ini mengindikasikan bahwa para “Kartini” zaman now perlu terus diberdayakan terutama terkait dengan kemampuannya untuk melek media. Kemampuan kritis dan cerdas bermedia digital ini penting agar para “Kartini” mampu bermedia digital yang sehat, santun, dan bermanfaat bagi orang lain. Seandainya saja RA Kartini masih sugeng, tentu tak tinggal diam melihat kenyataan ini. RA Kartini tentu akan bergerak, membuat gerakan melek media yang menyasar pada ibu-ibu dengan sangat masif.
Para “Kartini” penerus perjuangan RA Kartini bisa menyuarakan pentingnya melek media ini lewat akun-akun medsosnya. Seperti RA Kartini waktu itu dengan berjuang lewat tulisan-tulisan yang dibuat dalam bentuk surat. Lewat konten beragam platform medsos sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk menggelorakan perilaku bermedsos yang sehat, positip, dan produktif.
Seandainya RA Kartini masih hidup dan punya akun medsos, tentu dia tak hanya akan berburu viewer, comment, like, dan subscriber semata. RA Kartini tentu lewat konten medsosnya akan lebih memberdayakan mereka yang jadi follower-nya. RA Kartini tak akan mengeskploitasi para penggemarnya hanya demi monetisasi YouTube seperti yang sekarang banyak dilakukan para kreator konten itu.
“Kartini” masa kini adalah Kartini yang melek teknologi dan melek media. Dengan kemampuan melek media digital dan medsos akan mampu digunakan sebagai media pemberdayaan dan bukan jadi media pembodohan. Para Kartini zaman now perlu terus berjuang menggelorakan agar berinternet dan bermedsos yang sehat segera terwujud. Semua perlu berupaya agar tak mudah termakan hoaks dan ikut menyebarkan materi kebohongan.
RA Kartini, pejuang kaum perempuan itu tak suka kebohongan, kebodohan, dan keterbelakangan, terutama yang dialami kaum perempuan. Maka, para “Kartini” zaman now penerus perjuangan RA Kartini harus cerdas bermedia. “Kartini” di era kemajuan teknologi saat ini tak boleh justru jadi korban banalitas medsos yang dapat menyeret pada kebodohan dan keterbelakangan. Selamat Hari Kartini. (*)