.
Saturday, December 14, 2024

Memperingati Hari Pers Nasional Masyarakat Masih Butuh Pers

Berita Lainnya

Berita Terbaru

          Setiap tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Tema HPN tahun ini adalah Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat. Kontribusi pers memang sangat besar dalam mewujudkan demokratisasi. Namun, keberadaan pers saat ini masih menyisakan sejumlah masalah pelik. Pers masih harus menghadapi kriminalisasi, serbuan platform digital, dan berubahnya pola konsumsi informasi masyarakat ke media sosial (medsos).

          Produk informasi medsos banyak yang tak akurat, masif ujaran kebencian dan kebohongan (hoaks). Justru dalam situasi seperti ini sejatinya masyarakat butuh pers. Lewat produk pers yang profesional, masyarakat akan dipandu dalam menemukan kebenaran di tengah maraknya kebohongan yang menyerupai kebenaran yang diusung medsos. Jadi, tidak tepat kalau masyarakat justru menjauh dari pers.

          Sampai kapan pun sejatinya masyarakat masih butuh pers. Tak benar juga kalau pers bakal mati gegara perkembangan teknologi dan digitalisasi. Lahirnya teknologi digital memang telah mendisrupsi model pengelolaan perusahaan dan cara kerja insan pers. Namun tak serta merta bakal membunuhnya. Dalam situasi inilah pers dituntut mampu beradaptasi dan menemukan titik keseimbangan baru agar pers tetap eksis menjalankan fungsi idealnya.

          Pers yang profesional adalah pilar tegaknya demokrasi bersama eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers juga sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat dan pemerintah. Pers menjamin ketersediaan informasi yang objektif, akurat, berimbang, dan terpercaya. Peran yang dimainkan pers sangat penting di saat terjadi banjir informasi yang sering membuat masyarakat kebingungan dalam menemukan kebenaran.

          Walaupun peran pers sangat signifikan dalam berbagai sektor kehidupan, namun keberadaan pers saat ini sedang tidak baik-baik saja. Digitalisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat pada informasi menuntut perusahaan dan insan pers mendisrupsi diri. Digitalisasi telah mengubah cara pers dalam memainkan perannya. Dalam menyikapi ini, ada perusahaan pers yang berhasil, namun tak sedikit yang tak mampu bertahan hidup dan harus gulung tikar.

Pers Tak Boleh Tumbang

          Philip Meyer (2004) dalam bukunya “The Vanishing Newspaper”memrediksi bahwa koran akan mati tahun 2043. Media cetak atau koran memang bisa saja mati, tapi bukan pers. Semua pengelola media dituntut mampu menjalankan medianya sebagai sebuah institusi pers di samping tetap harus mampu menjaga kelangsungannya sebagai sebuah lembaga bisnis. Situasi tarik menarik kepentingan antara idealisme dan bisnis sering menjadi dilema bagi media massa.

          Era perubahan (disruption) yang dipicu lahirnya media baru (new media) berwujud internet telah merubah banyak hal. Pers termasuk yang harus berubah di era disrupsi ini. Perubahan yang terjadi akan mengancam daya hidup pers kalau era perubahan ini tak mampu disikapi insan pers dengan cerdas. Kehadiran media digital yang sangat masif dan serbuan medsos telah memalingkan masyarakat menjauh meninggalkan pers.

          Informasi dan berita sekarang bukan lagi dominasi pers. Semua orang kini bisa menjadi produsen informasi. Melalui berbagai platform medsos para penggunanya bisa mengunggah beragam informasi apapun. Berita bohong, hoaks, dan ujaran kebencian banyak muncul melalui medsos. Sementara tak sedikit orang yang belum mampu memilih dan memilah mana informasi yang benar dan yang abal-abal.

          Kondisi ini semakin diperburuk karena banyak masyarakat yang justru mempercayai informasi di medsos ketimbang di media massa arus utama. Bahkan sekarang tak sedikit orang yang justru menjadikan medsos sebagai sumber rujukan informasi yang utama. Banyak orang tak lagi mau membaca koran, mendengar radio, dan menonton televisi dalam mencari informasi. Media massa konvensional telah kalah dengan laju informasi yang menyebar lewat media digital dan medsos.

          Kenyataan inilah yang bisa jadi memicu sejumlah perusahaan media tak lagi mampu bersaing dan mendapatkan iklan yang mencukupi. Beberapa media cetak juga mungkin sudah tak relevan lagi karena adanya pergeseran dalam gaya hidup dan minat pembaca. Alhasil, beberapa media cetak berupa koran dan majalah akhirnya harus gulung tikar. Sebut saja misalnya Tabloid Bola, Cek & Ricek, Rolling Stone Indonesia, Majalah HAI, Kawanku, Koran Tempo, Koran Republika, dan beberapa media lain terpaksa harus mengakhiri versi cetaknya.

Menemukan Keseimbangan Baru

          Kemunculan teknologi informasi dan komunikasi terbaru telah mendisrupsi banyak sektor kehidupan manusia, tak terkecuali pers. Dalam situasi ini pers dituntut mampu mencari dan menemukan keseimbangan baru agar tetap eksis dan mampu melayani kebutuhan masyarakat akan informasi. Menyajikan bentuk-bentuk baru dari produk jurnalismenya menjadi pilihan yang perlu dilakukan.

          Munculnya teknologi digital telah mengubah lanskap media massa saat ini. Beragam diversifikasi produk pers bermunculan karena teknologi telah memungkinkan hadirnya aneka inovasi. Era disrupsi saat ini mengharuskan media massa juga berubah guna merespon perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang juga telah berubah. Konsep e-koran adalah salah satu contoh perubahan kemasan produk jurnalistik merespon perkembangan teknologi terkini.

          Merujuk riset yang pernah dilakukan Nielsen Consumer & Media View menemukan bahwa telah terjadi perubahan pada kebiasaan membaca masyarakat Indonesia. Dari beberapa bentuk media cetak seperti majalah, tabloid, dan koran, masyarakat lebih memilih koran di urutan pertama.          Perubahan gaya membaca juga berubah dari bacaan yang sifatnya tercetak beralih ke digital. Fenomena ini terjadi salah satunya karena dipicu semakin tingginya akses masyarakat pada smartphone, dimana melalui perangkat telepon pintar itu banyak orang dapat memenuhi kebutuhannya, termasuk untuk urusan akses informasi.

          Disrupsi pola dan gaya membaca media saat ini dipicu oleh digitalisasi. Karena saat ini banyak keperluan manusia yang bisa diselesaikan dengan teknologi. Beralihnya pola konsumen media dari cetak ke digital ini turut dibarengi dengan tren pemasangan iklan di media berbasis internet yang naik pula. Hal inilah yang selanjutnya direspon oleh pengelola media massa dengan membuat produk jurnalistiknya berwujud elektronik.

          Inilah salah satu contoh bahwa pers perlu menemukan keseimbangan baru. Hal ini penting dilakukan agar pers tetap eksis dan menolak mati. Hal utama yang juga penting terus dilakukan adalah menjaga profesionalisme pers. Karena tanpa profesionalisme hanya akan melahirkan produk pers yang tak jauh beda dengan informasi di medsos yang rendah kredibilitasnya.

          Pers tak akan mati dan produk pers akan tetap dicari ketika masyarakat menemukan apa yang mereka butuhkan. Di saat banjir informasi di medsos, masyarakat butuh penuntun dalam menemukan informasi yang benar. Di sinilah pentingnya pers hadir menemani masyarakat. Semoga pers Indonesia tetap berdaya menjalankan fungsi idealnya. Selamat Hari Pers Nasional. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img