.
Monday, December 16, 2024

Mempersiapkan Generasi Bangsa

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Mewujudkan bangsa dan umat yang berkarakter dan sejahtera, serta tegaknya syari’at Islam, sangatlah diperlukan hadirnya remaja atau generasi milenial yang berjiwa besar, profesional, dan berahklaq mulia.

              Dalam situasi global, dibutuhkan remaja kreatif, inovatif, produktif, sabar, ikhlas dan berani berkorban yang didasari dengan ridla Allah untuk mencapai cita-cita luhur. Karena di pundak remaja terletak kejayaan agama, bangsa, dan Negara sebagai kado Indonesia emas pada 2045.

Di sini lah, pentingnya bersama memperhatikan, dan mengamalkan dua masalah penting yang cukup mendasar untuk dijadikan prioritas garapan, guna mempersiapkan generasi penerus yang berkarakter, masa depan bangsa dan negara yang lebih baik.

              Pertama, pembenahan sistem pendidikan anak, bahwa tanggungjawab dari sistem pendidikan anak bukanlah terletak pada Kiai, Ulama’, Ustadz atau Guru semata-mata, namun juga pada orang tua yang mengasuh sejak dalam kandungan. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, bersih hati dan pikirannya, kedua orang tuanya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

              Anak lahir yang telah memiliki potensi baik (fithrah mukhollaqoh), saat bergabung dengan dunia yang fana’ selalu lahir dengan ciri menangis. Karena dia menyadari memiliki berbagai keterbatasan sehingga dalam nalurinya apakah bisa mempertahankan dan menyelamatkan fitrahnya itu atau tidak? Itulah yang dialami oleh anak kecil kenapa dia menangis.

              Tapi Allah SWT menciptakan manusia di dunia ini sangat bertanggung jawab, karena manusia tidak dilepaskan begitu saja di dunia, tetapi Allah menyertai dengan agama (fithrah munazzalah) atau kitab suci, sebagai pedoman, pembimbing, hidayah, pembeda, bahkan sebagai syifa dalam kehidupan manusia, dan agar timbul kesadaran pembentukan kepribadian serta karakter yang baik, maka dilakukan melalui proses pendidikan.

              Dalam kontek pembentukan karakter anak, semua harus menyadari bahwa lembaga-lembaga yang bersifat sesaat, yang dibatasi oleh waktu yang tidak lama, ruang yang tidak tetap, guru berganti guru yang dialami anak, belumlah mampu membentuk karakter moral yang baik. Mengingat ruang dan guru yang tetap hanya terdapat di dalam rumah, di lingkungan keluarga tercinta, karena di dalamnya terdapat kasih sayang yang tiada putus-putusnya.

              Karakter adalah perpaduan antara moral, etika, dan akhlak. Moral lebih menitik beratkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar atau salah. Sebaliknya etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu.

              Sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan di mana keduanya (baik dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

              Di sini pengembangan dan inovasi pendidikan budaya dan karakter menjadi sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif.

              Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama lembaga pendidikan. Oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua pendidik mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan manajemen pendidikan, baik melalui sebuah materi pembelajaraan tersendiri maupun diintegrasikan dalam semua materi pembelajaran.

              Bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya pendidikan, apalagi dengan semangat merdeka belajar yang juga menitik beratkan dalam membangun etos pengembangan ilmu, karakter, dan keterampilan secara terintegrasi, bersinergi dengan dunia usaha dan industri, studi/proyek independen, mengajar di sekolah, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, membangun desa, kewirausahaan mahasiswa, proyek kemanusiaan dan seterusnya, sebagai upaya mendevelop generasi penerus untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan Negara.

              Kedua, untuk mempertahankan eksistensi umat Islam dalam pergaulan sosial budaya yang semakin beragam adalah kesediaan untuk peduli dan memperjuangkan nasib kaum lemah. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk membela kelompok yang tertindas, melalui; (a) membangkitkan harga diri rakyat kecil, dengan cara memilih hidup bersama mereka. Karena mereka adalah kelompok masyarakat yang sering dicacimaki dan direndahkan, dengan ini Rasulullah mengangkat derajat “orang kecil”, dengan cara ini pula Rasulullah SAW mengajarinya, bahwa untuk membela “mereka yang kecil perlu dibangkitkan dulu harga dirinya sebagai manusia.”

              (b) Memilih hidup seperti mereka, beliau hidup sederhana, karena beliau tahu sebagian besar sahabatnya masih menderita, dan sering mengalami kelaparan. Beliau memilih hidup sederhana bukan karena mengharamkan yang halal, melainkan karena ingin dekat dengan mereka yang paling miskin. Beliau sebagai pemimpin tidak ingin membuat jarak dengan mereka.

              Itulah kepemimpinan Rasulullah SAW, yang tidak hanya membebaskan manusia dari perbudakan kepada berhala, menuju penghambaan kepada Allah SWT, melainkan juga membebaskan manusia menuju kesatuan ummat, berdasarkan keadilan dan persamaan.

              Perlu direnungkan wasiat Rasulullah SAW “Segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga adalah mencintai orang-orang miskin, dan berusaha membebaskan dari jeratan kemiskinannya.”

              Alqur’an memberikan tauladan dalam kisah Nabi  Yahya as, dengan sifat-sifat keutamaannya, yang tertera dalam surat Maryam ayat 12 –14, beliau sejak dini telah mempelajari dan memahami Kitabullah (Taurat), kemudian Allah memberikan hikmah kepadanya. Beliau bersifat kasih sayang yang mendalam, ia jauhkan diri dari perbuatan maksiat dan dosa, bertaqwa kepada Allah, dan berbakti kepada  kedua orang tua, tidak ada sifat sombong apalagi durhaka pada dirinya.

              Kisah nabi Yahya AS tersebut merupakan pelajaran besar bagi orang tua dalam pendidikan anak, untuk mempersiapkan generasi paripurna menghadapi dinamika kehidupan global, yakni dunia tanpa batas, rasional, kreatif, materialis, dan dekaden. Di sinilah, sangat strategis untuk memperbaharui tekad memupuk ukhuwah-kesatuan dan persatuan di bawah ridha Allah, Berdasarkan asas taqwa, guna memperoleh kesejahteraan bersama.

              Jadi orang bertaqwa adalah orang yang selalu menghambakan dirinya kepada Allah serta mengabdikan dirinya untuk kepentingan sesamanya. Orang yang baik adalah orang yang pikiranya, perkataanya, amal perbuatannya, tenaganya, harta bendanya, pangkat dan jabatannya, kekuasannya dapat bermanfaat bagi sesama, agama, bangsa, dan negara. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img