Oleh: Amir Rifa’i
Dosen AIK
Universitas Muhammadiyah Malang
Salah satu fakta yang menarik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 27 November 2024 mendatang adalah bahwa sumber suara terbesar berasal dari kaum muda. Mengambil sampel Pemilu lalu, kaum muda menjadi kelompok pemilih dominan, 52 persen dari total 204,8 juta pemilih.
Jika diperinci berdasarkan generasi, kelompok generasi yang termasuk kaum muda adalah generasi Z (usia 17–24 tahun) sebanyak 46,8 juta pemilih (22,9 persen) dan generasi milenial (usia 25–39 tahun) dengan 68,8 juta pemilih (33,6 persen).
Lalu apakah calon yang ikut serta berkontestasi pada Pilkada juga dari kaum muda? Jawabanya adalah “iya.” Di Malang sendiri para tokoh politik dari kaum muda bermunculan untuk meramaiakan gelaran 5 tahun sekali ini. Hal tersebut banyak dilihat dari wajah-wajah baru dari para kaum muda yang bannernya banyak bertebaran di jalan. Kandidat-kandidat yang datang dari beragam latar belakang tersebut saling unjuk visi-misi, sebutan dan jargon guna memperkenalkan diri kepada masyarakat kota Malang.
Namun yang lolos sampai ke pendaftaran hanya “N1 #Sam” yakni Sobat Ali Muthohirin yang akhirnya digandeng Wahyu Hidayat, mantan Pj Walikota Malang.
Nama Ali Muthohirin diharapkan mampu mewakili suara anak-anak muda Kota Malang. Berlatar dukungan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ali Muthohirin bersama relawan telah mendeklarasikan calon dari kaum muda dengan tagar #sam berlatar warna putih.
Di injury time pendaftaran, ada sosok Ganis Rumpoko. Putri alm Eddy Rumpoko dan Dewanti Rumpoko ini akhirnya mendapatkan rekomendasi PDIP berpasangan dengan Heri Cahyono yang gagal mendaftarkan diri melalui jalur independen. Sebelumnya Heri Cahyono berpasangan dengan Rizky Boncell dengan tagline ‘Ono Sing Anyar.’
Di Kota Batu juga muncul sosok Firhando Gumelar. Mas Gum panggilan Firhando Gumelar berpasangan dengan H Rudi, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga anggota DPRD Kota Batu. Pasangan ini didukung koalisi SEJUK. Mas Gum-H Rudi bakal ‘bertarung dengan pasangan Nurochman-Heli Suyanto dan Kris Dayanti-Kresna Dewanata Prosakh.
Serius Menyerap Aspirasi Masyarakat
Memang sudah waktunya bagi partai politik untuk lebih serius dalam mengajak dan mendorong kaum milenial untuk aktif dalam berpolitik. Dalam sebuah buku yang berjudul “The Politics of Presence”, karya Anne Phillips, seorang professor teori politik asal Amerika Serikat menjelaskan bahwa pentingnya menghadirkan representasi secara acak dalam memperlihatkan keragaman kelompok masyarakat. Hal ini tentu ada maksud tertentu tanpa kecuali adalah untuk para kaum muda, yang mempunyai gejolak membara. Jika mengutip kalimat viral belakangan ini boleh penulis sampaikan seperti ungkapan “Menyala Abangkuh.”
Peran kaum muda dari dulu hingga kini tidak dapat dipandang sebelah mata. Dalam beberapa dekade terakhir, peran kaum muda dalam politik semakin mendapat sorotan. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, keterlibatan generasi muda dalam proses politik menjadi salah satu kunci dalam membentuk masa depan bangsa.
Kaum muda memiliki potensi besar untuk membawa perubahan yang signifikan untuk Indonesia ke depan, baik dalam kebijakan publik maupun dalam dinamika politik itu sendiri. Penulis meyakini bahwa kaum muda sering kali membawa perspektif segar dan inovatif ke dalam dunia politik. Mereka cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap teknologi dan informasi yang serba canggih seperti sekarang ini.
Hal ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan menawarkan solusi yang lebih efektif dan efisien terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat. Selain itu, kaum muda juga memiliki idealisme yang kuat. Mereka umumnya memiliki semangat tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, kesetaraan, hak asasi manusia dan berbagai aspirasi masyarakat secara luas.
Idealisme ini sering kali menjadi pendorong utama bagi mereka untuk terlibat dalam aktivitas politik, baik melalui organisasi kemasyarakatan, partai politik, maupun gerakan sosial. Meskipun apa yang dilakukan oleh kaum muda dalam politik tentu banyak onak dan duri, di antaranya adalah apatisme dan ketidakpercayaan terhadap sistem politik yang ada.
Banyak kalangan yang menganggap bahwa suara mereka tidak didengar atau bahwa perubahan yang diharapkan tidak mungkin terjadi di tangan kaum muda. Padahal jika kita melihat sejarah jauh sebelum peradaban seperti sekarang ini, banyak sultan dan para kaum muda yang dapat menaklukkan para musuhnya di usia muda, dengan berbagai strategi politik yang dimilikinya.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan berbagai lembaga terkait untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi politik kaum muda. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan politik yang lebih inklusif, peningkatan akses terhadap informasi, serta penyediaan platform yang memungkinkan kaum muda untuk menyuarakan pendapat dan berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan.
Akhirnya, kaum muda harus ikut berperan dalam politik sangatlah penting. Dengan kesempatan dan dukungan yang memadai, kita bisa memastikan bahwa generasi muda dapat berkontribusi secara positif dalam membentuk masa depan bangsa.(*)