.
Sunday, December 15, 2024

Menakar Kewarasan Sosial Pejabat Publik

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media-Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia sedang menyaksikan sebuah tontonan tentang sikap dan perilaku para pejabat publik dan keluarganya yang dinilai di luar batas kewajaran dan kewarasan secara sosial.  Berbagai sikap dan perilaku pejabat publik dan keluarganya yang dianggap di luar kewajaran dan kewarasan sosial adalah berkenaan dengan sikap dan perilaku hedonis, memiliki harta kekayaan yang fantastik, serta mengambil keputusan dan kebijakan yang dinilai mencederai hati nurani dan rasa keadilan sosial masyarakat.

Adalah berawal kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT), salah seorang pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang tercium memiliki harta kekayaan di luar kewajaran sebagai seorang pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). Ibarat mengikuti efek teknik bola salju (snow ball technique) dalam menentukan subjek penelitian kualitatif, maka terkuaknya ketidakwajaran harta kekayaan yang diperoleh Rafael Alun Trisambodo (RAT) lantas menggelinding menyisir kepada pejabat lainnya. Tidak hanya menguak para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saja akan tetapi juga merebak kepada pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sebagaimana dilansir dari sumber berita SINDOnews.com (edisi Selasa, 14 Maret 2023), Menkopolhukam Mahfud MD, menyatakan bahwa ditemukan adanya transaksi janggal sebesar Rp 300 Triliun di lingkup Kementerian Keuangan. Transaksi ini melibatkan 480 pegawai dalam kurun waktu 2009-2023. Selanjutnya Menko Mahfud MD., mengatakan bahwa indikasi dari transaksi keuangan yang nilainya cukup mencengangkan tersebut  bukanlah sebuah tindakan korupsi, akan tetapi  merupakan tindakan transaksi pencucian uang.

Ketidakwajaran atas jumlah harta yang dimiliki dan transaksi keuangan yang dilakukan oleh para pejabat DJP dan Kemenkeu menunjukkan adanya ketidakwarasan sosial. Kewarasan sosial adalah kemampuan individu atau masyarakat untuk bertindak dengan kesadaran dan kepekaan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku dalam suatu lingkungan atau masyarakat.

Kewarasan sosial melibatkan pemahaman akan norma-norma sosial, etika, moral, dan kebiasaan yang diakui dalam suatu kelompok sosial. Kewarasan sosial sangat penting untuk membangun dan menjaga hubungan sosial yang harmonis antara individu dan kelompok. Dengan memiliki kewarasan sosial yang baik, seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain dengan bijaksana, menghargai perbedaan, dan membangun hubungan yang saling menguntungkan. Kewarasan sosial juga dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab dalam situasi sosial yang berbeda.

Meminjam pandangan John Rawls (Sunaryo, 2022), maka konsep tentang kewarasan sosial dijelaskan melalui istilah reasonableness. Rawls memahami kapasitas kewarasan sosial (publik) sebagai kemampuan untuk menawarkan gagasan yang dapat diterima secara timbal balik (resiprokal) oleh semua pihak. Apabila gagasan seseorang dapat diterima oleh publik, maka gagasan itu berada dalam konteks kewarasan sosial.

Mempersoalkan Kewarasan Sosial Mensos

Sorotan penilaian atas ketidakwarasan sosial pejabat publik ternyata bukan hanya tentang sikap dan perilaku hedonis dan ketidakwajaran jumlah harta kekayaan pejabat DJP dan Kemenkeu saja, namun juga beberapa hari ini ditujukan kepada Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.

Dirilis dari sumber berita Kompas.com (edisi: Selasa,14/3/2023) yang intinya memberitakan bahwa ada informasi terkait Menteri Sosial Tri Rismaharini yang mengangkat Mantan Bupati Purbalingga, Tasdi, sebagai Staf Khusus (Stafsus) Mensos.

Hal yang menjadi pergunjingan publik adalah bahwa Tasdi adalah mantan koruptor. Tasdi ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus dugaan suap megaproyek Islamic Center Purbalingga. Kemudian dalam proses persidangan, terungkap bahwa Tasdi menerima suap sebesar Rp 115 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan dalam proyek pembangunan Islamic Center Purbalingga.

Selain itu, ia juga terbukti menerima gratifikasi. Oleh karena itu, pada tanggal 6 Februari 2019, Tasdi divonis 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah. Kemudian, Tasdi mendapatkan pembebasan bersyarat pada tanggal 7 September 2022 setelah menjalani masa hukuman penjara 3,5 tahun.

Menanggapi isu yang beredar, pihak Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan klarifikasi. Menurut sumber berita SindoNews.Com (Senin, 13 Maret 2023), Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kemensos, Romal Uli Jaya Sinaga, memberikan penjelasan terkait kabar penunjukan mantan Bupati Purbalingga, Tasdi menjadi Staf Khusus Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini. Menurutnya, hingga saat ini belum ada konfirmasi terkait hal itu dan  belum ada Surat Keputusan (SK) pengangkatan Tasdi menjadi Staf Khusus Mensos.

Selanjutnya dipertegas lagi oleh Romal bahwa hingga kini staf khusus di Kemensos berjumlah lima orang. Mereka adalah Staf Khusus Menteri (SKM) Bidang Komunikasi dan Media Massa, Don Rozano Sigit Prakoeswa; SKM Bidang Pengembangan SDM dan Program Kementerian Suhadi Lili; dan SKM Bidang Pemerlu Pelayanan Kessos dan Potensi Sumber Kessos, Luhur Budijarso Lulu. Kemudian, SKM Bidang Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin, Doddi Madya Judanto; dan SKM Bidang Hubungan dan Kemitraan Lembaga Luar Negeri, Faozan Amar.

Semoga isu pengangkatan Tasdi, mantan koruptor, sebagai Stafsus Mensos ini memang tidak benar adanya. Kita berharap bahwa Mensos Tri Rismaharini masih memiliki kewarasan sosial. Sebab, apapun alasanya tindakan korupsi itu adalah sebuah kejahatan yang dapat menimbulkan kesengsaraan sosial bagi masyarakat.

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Tentu saja kita harus membangun kesepakatan dan komitmen bersama bahwa jangan memberi ruang sekecil apapun bagi munculnya tindakan korup. Mengangkat mantan koruptor untuk menjadi pejabat maka berarti sama saja dengan menyetujui tindakan korupsi.

Korupsi adalah tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang pejabat publik atau swasta yang memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara tidak sah, melalui penggelapan, penyuapan, gratifikasi, mark-up harga, atau kegiatan ilegal lainnya yang merugikan keuangan negara atau masyarakat.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang atau lebih orang yang memegang kekuasaan atas suatu hal yang ada kaitannya dengan jabatannya dan dapat merugikan kepentingan umum atau negara. Mari kita jaga kewarasan social.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img