.
Thursday, December 12, 2024

Menegur Siaran Televisi Pool

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Beberapa hari lalu isi tayangan sejumlah stasiun televisi seragam. Beberapa penyelenggara siaran televisi menyiarkan secara live proses kepulangan jenazah dan prosesi pemakaman meninggalnya Emeril Khan Mumtadz (Eril) dalam durasi yang sangat panjang.

Bahkan sekitar dua minggu sebelumnya, sejumlah televisi berita juga rutin menayangkan breaking news terkait proses pencarian hilangnya sang putra Gubernur Jabar itu. Sejumlah pihak menilai liputan sejumlah stasiun televisi ini berlebihan (over exposed).

Bukannya tak simpati pada keluarga yang berduka, liputan media yang dinilai berlebihan ini menimbulkan pertanyaan di benak banyak pihak. Apa sejatinya tujuan beberapa penyelenggara televisi yang menyiarkan sebuah peristiwa dalam kemasan super spesial.

Apa yang dilakukan televisi ini demi menjawab rasa ingin tahu publik atau justru menjadikan sebuah peristiwa hanya sebagai komoditas belaka. Siaran demi mengejar jumlah penonton (rating) atau ada pertimbangan lain. Sejumlah pertanyaan publik terkait peristiwa ini menarik untuk dikaji.

Televisi Pool

Dalam kasus liputan khusus peristiwa kedukaan yang menimpa keluarga Ridwal Kamil ini, pemirsa beberapa stasiun televisi disuguhi gambar yang serupa. Saat prosesi sholat jenazah misalnya, televisi hanya mengambil gambar yang sudah disiapkan oleh panitia. Inilah siaran televisi bersama alias televisi pool.

Sejumlah penyelenggara siaran televisi memang menurunkan reporter dan kameramen di lokasi gedung Pakuan dan pemakaman, namun gambar dan laporannya juga cenderung sama. Konsep televisi pool menjadikan acara televisi seragam.

Dalam praktik televisi pool menjadikan masyarakat hanya menerima informasi yang serupa. Televisi tak menyajikan keberagaman konten (diversity of content). Padahal amanah dalam Undang-undang Penyiaran jelas bahwa penyelenggara siaran perlu mengedepankan keberagaman konten dalam siarannya.

Televisi pool ini menjadi tidak tepat karena penonton akan disuguhi acara yang seragam. Padahal tidak semua penonton membutuhkan acara yang sedang ditayangkan tersebut. Selama ini konsep televisi pool juga tak jelas kriterianya. Ada acara yang sejatinya cukup mendapat porsi siaran yang wajar-wajar saja tetapi justru disajikan dalam siaran televisi pool dengan durasi yang berlebihan.

Sejumlah pengelola televisi seperti mau mendemonstrasikan kekuatan medianya demi menjadikan masyarakat pemirsa hanya bisa diam dan pasrah menyaksikan apa saja yang mereka lihat di layar televisinya. Ketidakberimbangan kekuatan antara pengelola media dan pemirsa ini masih menjadi persoalan serius industri penyiaran Indonesia.

         Dalam sejarah pertelevisian tanah air, awal munculnya televisi pool terjadi saat peristiwa meninggalnya Ibu Negara Tien Soeharto pada 28 April 1996 lalu. Waktu itu semua stasiun televisi menyiarkan prosesi pemakaman selama tiga hari. Mulai dari tanggal 12 hingga 15 Mei 1997, dan berlangsung selama 14 jam setiap hari.

         Durasi televisi pool ini cukup lama hingga berbagai acara rutin di seluruh stasiun televisi tidak tayang. Bahkan iklan pun tidak boleh ditayangkan dalam siaran kedukaan itu.

         Dalam perkembangan selanjutnya, model siaran televisi pool dilakukan untuk siaran Upacara Bendera 17 Agustus, pidato kenegaraan, acara-acara penting kenegaraan lainnya, dan acara yang bersifat promotif perusahaan di mana pihak penyelenggara membeli jam tayang (blocking time) di sejumlah stasiun televisi.

         Tak sama dengan praktik televisi pool saat prosesi pemakaman Ibu Tien Soeharto yang terkesan “pemaksaan.” Namun selanjutnya siaran televisi pool dilakukan lebih untuk pertimbangan mendongkrak rating acara.

         Jadilah televisi pool yang awalnya digunakan untuk tayangan peristiwa yang benar-benar urgen menjadi peristiwa apa saja. Semula televisi pool lebih untuk liputan peristiwa dan orang-orang tertentu pejabat negara menjadi bisa untuk siapa saja. Bahkan kategori untuk acara televisi pool semakin lentur.

         Televisi pool bisa dipesan bagi siapa saja yang mau bayar atau bisa mendatangkan banyak profit bagi pengelola siaran televisi. Televisi pool akhirnya menjadi tawaran model blocking time tayangan televisi.

Demokrasi Penyiaran

          Mengutip Ishadi SK (2000), idealnya siaran televisi pool dilandaskan pada situasi in state of emergency, yang umumnya dilakukan di banyak negara, termasuk negara demokrasi Barat. Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, televisi pool sudah lama dilakukan.

         Untuk peristiwa penting kenegaraan, seperti pelantikan presiden, dilakukan siaran televisi pool. Di Amerika Serikat stasiun televisi yang in charge untuk televisi pool bisa bergiliran. Di suatu ketika yang memegang kendali ABC, kadang CBS atau NBC.

         Sejumlah stasiun televisi pernah menggelar siaran televisi pool yang cukup sukses seperti saat siaran prosesi pemakaman Putri Diana, penyanyi Michael Jackson, dan petinju legendaris Muhammad Ali. Sementara sejumlah televisi tanah air pernah juga membuat siaran live untuk prosesi pemakaman ustadz Arifin Ilham, artis Olga Syahputra, Julia Perez, dan Mbah Surip.

         Proses penyiaran seragam sejumlah televisi ini salah satu pertimbangannya adalah jumlah massa yang masif dari beberapa figur publik yang meninggal tersebut.

         Menurut Naratama, senior produser Voice of America menyatakan bahwa konsep televisi pool sesungguhnya melawan azas demokrasi. Pemirsa televisi jadi dipaksa menyaksikan tayangan yang seragam. Sementara belum tentu isi siaran yang ditayangkan menjadi kebutuhan masyarakat.

         Konsep televisi pool bisa menodai perasaan keadilan pemirsa. Unsur keberagaman dan keberimbangan konten menjadi terabaikan oleh konsep televisi pool. Hal ini yang perlu menjadi perhatian penyelenggara televisi.

         Televisi pool tak bisa dilakukan dengan seenaknya. Tidak tepat kalau acara-acara yang tak begitu penting dibuat dalam format televisi pool. Acara-acara seperti pertunangan, pernikahan, dan operasi kelahiran seorang artis tentu tak layak disajikan dalam format televisi pool seperti yang telah terjadi beberapa waktu lampau.

         Liputan yang berlebihan lewat siaran serentak di sejumlah stasiun televisi akan merugikan hak masyarakat dalam mendapatkan siaran televisi yang beragam dan berimbang. Praktik televisi pool di tanah air perlu ditegur karena ada yang keliru dari laku penyiaran televisi.

         Televisi memang sebuah industri padat modal yang dituntut mampu menjadikan apapun sebagai komoditas dan barang dagangan. Namun praktik komodifikasi yang dilakukan televisi secara berlebihan hanya akan menjauhkan peran ideal televisi sebagai media pemberi informasi, edukasi, hiburan, dan kontrol sosial bagi masyarakat dan pemerintah. Ingat, pemilik sejati frekuensi penyiaran adalah publik, untuk itu jangan pernah khianati kepentingan publik. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img