Pesta demokrasi sudah semakin dekat, tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 telah secara resmi ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022. Dengan terbitnya peraturan Komisi Pemilihan Umum ini maka jelas sudah keputusan pemerintah tidak akan melakukan penundaan pelaksanaan Pemilu 2024. Peraturan ini sekaligus menjawab berbagai polemik di media cetak, media eletronik maupun media sosial yang banyak memperbincangkan isu penundaan Pemilu 2024. Masa kampanye pemilu dari tanggal 2-22 Juni 2024. Masa tenang dari tanggal 23-25 Juni 2024. Pemungutan suara pada tanggal 26 Juni 2024. Penghitungan suara dari tanggal 26-27 Juni 2024.
Momentum penting sebagaimana amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 Pasal 2, Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan asas yang bersifat: Langsung, Umum, Bebas Rahasia, Jujur dan Adil (Luber dan Jurdil).
Konotasinya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan prinsip: Mandiri, Jujur, Adil, Berkepastian Hukum, Tertib, Terbuka, Proporsional, Profesional, Akuntabel, Efektif dan Efisien.
Selanjutnya apa yang bisa kita petik dari euforia menjelang pelaksanaan demokrasi di negeri ini? Suhu politik propaganda kepentingan kandidat semakin menggurita untuk mengambil simpati perhatian publik dan itu adalah suatu hal yang wajar, asal dalam kapasitas yang jujur.
Terpancar dari antusias masyarakat yang inheren, mereka yang menginginkan adanya perubahan secara demokratis dan bukannya dilematis. Dibanding dengan cara pemilihan kepala daerah sebelumnya yang radikal bahwa kekuasaan hanya dialokasikan di sentra wakil rakyat lokal, yang kala itu kurang transparan. Alasan yang mendasar ke arah perubahan ini adalah menjamin para wakil rakyat untuk lebih responsif kepada aspirasi rakyat, lebih independen terhadap partainya.
Sementara itu argumentasi Pemilu, khususnya di Indonesia problematik utama bukannya terkait dengan sistem Pemilu akan tetapi berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan mekanisme penyelenggaraan Pemilu. Apabila sistem Pemilu diganti tanpa diikuti komitmen penyelenggaraan Pemilu yang demokratik, akan merupakan malapetaka bagi partai politik kelas kakap hingga kelas gurem.
Reviuw ini dianggap perlu, yang diharapkan bisa meningkatkan kesadaran warga masyarakat perlunya meningkatkan kualitas pesta pemilihan kepala daerah dengan betul-betul dijalankan secara kompetitif sehingga amanah demokrasi dapat terwujud lebih baik.
Jika tahun 2024 penyelenggaran Pemilu dapat berlangsung sukses, niscaya sumber daya demokrasi warga masyarakat ke depan semakin meningkat pula. Diskusi Pemilu frekuensinya akan bertambah, karena dengan Pemilu masyarakat dapat memilih wakil rakyatnya sesuai kehendak mereka.
Dan dengan konsep Pemilu masyarakat mempunyai kesempatan memberikan penilaian terhadap wakil rakyat dan penilaian terhadap kebijaksanaan pemerintahnya. Jadi Pemilu merupakan salah satu kunci bagi ada tidaknya demokrasi dalam sebuah daerah.
Amanah Demokrasi
Barangkali sudah terlampau banyak orang bicara demokrasi baik yang berasal dari kalangan akademisi maupun dari kalangan politisi dan birokrat. Kalangan akademisi mempunyai kecenderungan melihat demokrasi dari sudut pandang demokrasi sebagai nilai-nilai universal yang dapat ditemukan di negara manapun yang menjalankan prinsip politik tersebut. Sementara itu kalangan politisi dan birokrat di Indonesia cenderung melihat demokrasi dengan beban ethnosentrisme yang berlebihan. Umumnya dinyatakan dengan ungkapan bahwa kita mempunyai sistem nilai budaya sendiri, maka demokrasi di Indonesia haruslah sesuai dengan sistem dan tata nilai kita sendiri.
Atau kita tidak mengenal demokrasi liberal, yang kita kenal adalah demokrasi Pancasila. Itu pun salah satu permasalahan demokrasi di negeri ini, akan tetapi semuanya sangat percaya bahwa demokrasi dan Pemilu merupakan sesuatu yang diperlukan.
Bagi orang yang mempunyai kepedulian tentang demokrasi dalam penyelenggaraan negara, baik pemilihan umum maupun Pemilu merupakan sesuatu yang dipersyaratkan bagi ada tidaknya demokrasi, karena Pemilu merupakan salah satu tonggak yang harus diadakan, jika tidak maka tidak akan ada demokrasi.
Bahkan bagi Bingham Powell Jr (1982) menekankan betapa pentingnya pemilihan umum sebagai salah satu pilar bagi demokrasi dalam suatu negara. Dari pesan ilmuwan politik dunia tersebut, kita dapat melihat betapa pentingnya pemilihan umum termasuk Pemilu sebagai tonggak demokrasi.
Akan tetapi yang harus diingat adalah pemilihan figur tokoh negara yang amanah seperti apa? Tentu saja Pemilu yang menggunakan prinsip-prinsip demokrasi, dalam arti warga masyarakat: Pertama, memiliki kebebasan untuk menentukan kandidat mana yang diperkirakan akan lebih mampu menyuarakan aspirasi dan kepentingan mereka, tidak ada yang dipaksakan untuk memilih salah satu partai politik.
Kedua, partai politik yang berkompetisi dalam Pemilu mempunyai kesempatan mengajukan alternatif pemikiran, terutama yang berkaitan dengan pembentukan kebijaksanaan publik. Dengan demikian dalam rangka mengajukan alternatif kebijaksanaan tersebut partai-partai mempunyai peluang menunjukkan kelemahan dari kebijaksanaan pemegang jabatan itu sendiri.
Ketiga, warga masyarakat mempunyai kesempatan terlibat dalam semua tahap proses penyelenggaraan Pemilu. Seperti misalnya mulai dari pendaftaran pemilih, seleksi calon dari partai politik, terlibat dalam segala bentuk kampanye, terlibat dalam pungutan suara, serta terlibat dalam proses penghitungan suara. Keempat, penyelenggaraan Pemilu haruslah merupakan institusi yang benar-benar independen, artinya tidak memihak salah satu partai politik.
Di Jawa tingkat kompetisinya cukup lumayan kalau dibandingkan dengan luar Jawa, dimana praktik-praktik yang menyimpang dari asumsi demokrasi banyak ditemukan. Daerah pemilihan perkotaan jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan daerah pemilihan pedesaan, hal ini dapat terjadi karena masyarakat perkotaan lebih kritis dan sangat sulit diatur seperti hanya masyarakat pedesaan.
Oleh karena itu Pemilu yang demokratik bukan merupakan tugas rutin, akan tetapi sebagai satu prasyarat. Bukan merupakan wahana untuk sekadar memperoleh legitimasi kekuasaan, akan tetapi merupakan wahana dimana warga masyarakat mempunyai kesempatan untuk memperlihatkan aspirasi pilitiknya sesuai dengan hati nuraninya. Mari kita sambut Pemilu 2024 dengan Amanah Demokrasi secara holistik dan mondial.(*)