Berlimpahnya kemuliaan yang ada di bulan Ramadan menjadi musabab banyaknya sebutan yang disematkan pada bulan yang sangat istimewa ini. Misalnya, Syahrul Qur’an (bulan Al Qur’an) dan Syahrul Maghfirah (bulan Ampunan). Bahkan kitab Ittihaaful Anaam bi Ahkaamis Shiyaam karya Zain bin Muhammad Al-Idrus Al-Ba’lawi, menyebutkan hingga 17 nama lain dari bulan Ramadan.
Sementara itu, umat Islam di Indonesia, seringkali menyebut bulan Ramadan sebagai bulan suci. Pasalnya, selama bulan Ramadan umat Islam diwajibkan berpuasa dengan tujuan yang amat agung, yaitu untuk menyucikan hati dan jiwa agar menjadi manusia bertakwa (QS. Al-Baqarah: 183)
Namun sangat disesalkan, sebab tidak semua orang yang berpuasa berhasil memaknai bulan suci Ramadan dengan laku yang mulia. Bahkan ada sebagian umat Islam yang menunjukkan tingkah laku yang bisa merusak kemuliaan bulan suci Ramadan dan akhirnya perilaku tersebut malah menjadi ironi bulan suci.
Meskipun tidak membatalkan ibadah puasa, tetapi perangai tersebut bisa mengurangi nilai, pahala, dan makna puasa itu sendiri. Akibatnya, mereka bisa tergelincir ke dalam tingkatan puasa yang paling rendah, yakni puasanya orang awam yang sekadar berdimensi ritual formal, tidak mendapatkan kemuliaan dan pahala puasa kecuali lapar dan dahaga belaka.
Kendali diri saat santap
Dilihat dari perspektif penulis sebagai seorang food engineer sekaligus marathoner, setidaknya terdapat dua perilaku yang paling sering ditemui yang menjadi ironi bulan suci. Ironi pertama adalah pola makan berlebihan. Selama bulan suci Ramadan, pengeluaran rumah tangga umat Islam, termasuk belanja makanan, cenderung mengalami peningkatan yang sungguh signifikan. Sebuah ironi sekaligus anomali, lantaran umat Islam sejatinya sedang berpuasa, membatasi diri, serta harus mengatur atau mengurangi makan dan minumnya.
Lembaga riset Continuum mengungkapkan bahwa tren belanja online meningkat hingga tiga kali lipat selama Ramadan 2021 yang lalu. Selain itu, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam vol.2 (2019), menyebutkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi rumah tangga untuk keluarga muslim mengalami kenaikan antara 41 persen hingga 100 persen selama bulan puasa.
Saat berbuka puasa menjadi waktu paling ditunggu setelah seharian menahan rasa lapar dan dahaga. Selama berpuasa tubuh meningkatkan produksi ghrelin, sebuah hormon yang digunakan oleh tubuh untuk mengirim sinyal ke otak untuk menaikkan nafsu makan dan meningkatkan rasa lapar. Puncaknya terjadi pada waktu buka puasa tiba, keinginan untuk makan menjadi terlampau besar.
Setelah makanan mulai masuk ke dalam tubuh, dopamine dilepaskan ke bagian otak sistem limbik yang bernama striatum, yaitu bagian otak khusus untuk merasakan kenikmatan dari makanan. Neurotransmisi dopamin memberikan sensasi rasa nikmat pada otak, sehingga menyebabkan kegiatan makan menjadi sangat menyenangkan, akibatnya kita menjadi kesulitan untuk berhenti makan, merujuk pada penelitian oleh Wang et al. (2010) tentang gangguan makan berlebihan dan reseptor dopamin.
Namun demikian, terdapat larangan tegas makan berlebihan dalam kitab suci Al Qur’an. “…makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al Araf: 31).
Makan dengan porsi yang melebihi kebutuhan, baik saat berbuka ataupun sahur, hanya akan membuat jumlah lemak tubuh bertambah. Pencernaan tubuh juga akan bekerja ekstra keras untuk mencerna makanan sehingga membuat tubuh menjadi terasa lemas selama berpuasa. Sejatinya kebutuhan tubuh akan jumlah air, kalori, serta nutrisi bagi orang yang sedang berpuasa maupun tidak puasa relatif sama.
Selama puasa, hindari dehidrasi dengan memenuhi kebutuhan minimal asupan air dengan rumus sederhana, yaitu 30 ml per kg berat badan. Misalnya, untuk individu dengan berat 70 kg, maka asupan minimal cairannya adalah 2,1 liter per hari. Air dapat diperoleh dengan mengonsumsi buah yang tinggi kadar air, makanan berkuah, maupun dengan rutin minum air putih.
Sementara itu, jumlah kalori yang dibutuhkan secara umum sama sebesar 2150 kkal per hari, sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan no. 9 tahun 2016 Tentang Acuan Label Gizi (ALG).
Kebutuhan serat pangan serta mikronutrisi berupa vitamin dan mineral, utamanya dipenuhi dari konsumsi sayur dan buah sebanyak 400 gram per orang per hari. Dengan rincian 250 gram sayur (setara 2 porsi atau 2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 gram buah (setara 3 buah pisang ambon ukuran sedang), sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Namun, faktanya selama ini orang Indonesia rata-rata jumlah konsumsi sayur dan buahnya masih sangat rendah, hanya sekitar setengah dari jumlah yang disarankan WHO, yaitu sebesar 209,89 gram per kapita sehari (BPS, 2019). Sehingga selama berpuasa, sangat dianjurkan untuk selalu memenuhi target jumlah konsumsi air, kalori, jumlah asupan sayur dan buah, serta cukup serat pangan agar perut awet kenyang serta tubuh tetap sehat dan segar.
Aktivitas Terbatas
Ironi kedua, yaitu kurangnya aktivitas fisik selama menjalankan ibadah puasa. Tabiat tersebut bukanlah laku yang terpuji, bahkan bertentangan dengan sifat bekerja keras yang diperintahkan kitab suci Al Quran (QS. Asy-Syarh: 7), “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).” Puasa bukanlah dalih untuk bersikap malas bergerak.
Terdapat sebuah ungkapan yang sangat relevan dengan gerak yang merupakan ciri kehidupan,“life is motion, keep moving”. Menjaga aktivitas fisik berupa olahraga selama bulan puasa, seharusnya tetap dilakukan supaya tubuh senantiasa fit, keadaan berdaya tahan bagi tubuh untuk melakukan aktivitas fisik.
Walakin, waktu dan intensitasnya perlu disesuaikan agar hasilnya optimal serta tidak menyebabkan dehidrasi atau membahayakan kesehatan. Misalnya, menjelang waktu berbuka puasa bisa melakukan LISS movement (Low Intensity Steady State), yaitu olah raga intensitas rendah dengan durasi cukup panjang, 45 hingga 60 menit, seperti berlari santai atau sepeda statis.
Untuk olahraga dengan intensitas tinggi atau HIIT (High Intensity Interval Training), dianjurkan hanya dilakukan selepas berbuka puasa, contohnya jump squats, mountain climber, plank, dan angkat beban dengan durasi lebih pendek, 10 hingga 30 menit. Meskipun durasi HIIT relatif lebih singkat tapi lebih efektif membakar kalori bahkan mampu meningkatkan massa otot seperti disebutkan Callahan et al., (2021) dalam jurnal Sports Medicine.
Selamat berpuasa di bulan suci tanpa ironi, agar mampu menjalani seluruh rangkaian ibadah Ramadan dengan sehat, bugar, dan penuh kekhusyukan.(*)