spot_img
Monday, May 6, 2024
spot_img

Nexus Seni Rupa Indonesia dan Swiss dalam Pameran Lukisan “Crossing Lines” di Locarno

Berita Lainnya

Berita Terbaru

KABAR DARI EROPA

LOCARNO-Pameran seni rupa ‘Crossing Line’ yang merupakan gabungan mahakarya dua maestro seni asal Indonesia dan Swiss, Made Wianta dan Stephan Spicher, dibuka oleh Duta Besar RI Ngurah Swajaya,  Jumat (21/3) lalu  di Il Rivellino Leonardo Davinci Gallery, Locarno, Swiss.

Pameran yang dikuratori Yudha Bantono ini  menampilkan puluhan karya Made Wianta dan Stephan Spicher yang dipajang di tiga lantai galeri Il Rivellino di tengah kota Locarno. Pameran ini berhasil menarik perhatian dari para pecinta seni di Swiss, termasuk Wakil Direktur Museum der Kulturen Basel, duta besar negara sahabat, serta mendapat dukungan dan sambutan dari Pemerintah Kanton Ticino.

Dalam sambutannya, Duta Besar Ngurah Swajaya menggarisbawahi peran seni budaya dalam diplomasi. Dalam konteks hubungan Indonesia dan Swiss, perbedaan budaya dan jarak yang begitu jauh dijembatani oleh persahabatan dan kolaborasi dalam karya seni rupa. “Bahasa seni merupakan bahasa pemersatu yang membawa pesan perdamaian, terlepas dari perbedaan bahasa, etnis, budaya dan agama,” kata Dubes Ngurah. 

‘Crossing Line’ di Locarno tahun 2024 menjadi titik 25 tahun kolaborasi antara Spicher dan Wianta. Pameran ‘Crossing Line’ pertama diselenggarakan di tahun 2001, dimana karya-karya Stephan Spicher dan Made Wianta dipamerkan dalam eksibisi yang diprakarsai oleh Urs Ramseyer di Museum der Kulturen Basel.

Eksibisi ini mencoba menciptakan dialog antara representasi timur dan barat melalui garis-garis di atas kanvas kedua maestro dari dua negara. Dengan dialog ini, Wianta dan Spicher mencoba menantang nosi stereotip dan misrepresentasi dalam seni barat maupun timur, untuk menciptakan keharmonisan dan perdamaian.

Sejak Crossing Lines yang pertama di tahun 2001, Stephan Spicher menghabiskan beberapa tahun tinggal dan hidup di Bali. Selama di Indonesia, Stephan terpesona bukan hanya oleh alam dan budaya Bali, tetapi juga oleh cara hidup masyarakat yang terikat erat  tradisi. Meskipun sangat terkesan dengan budaya ketimuran, karya-karya Stephan konsisten pada nilai dan teknik Eropa-sentris.

Sebaliknya sebagai respon, almarhum Made Wianta yang menghabiskan bertahun-tahun di tanah Eropa merespons secara antusias kehidupan di Eropa melalui lukisan-lukisannya. Meski teknik dan pesan dalam karya Made Wianta semakin universal, karya-karya yang lahir darinya tidak pernah mengkhianati nilai ketimuran yang ditampilkan dalam goresan-goresan kuasnya.

“Permainan garis memegang peranan penting dalam menyampaikan gagasan seorang seniman, dimulai dengan sapuan kuas hingga lekukan pensil yang halus. Crossing Line juga menceritakan pertemuan antara Bali dan Basel, yang menjadi latar belakang yang mempengaruhi pandangan kedua seniman,” kata  Yudha Bantono. 

Dalam pameran kali ini, Yudha Bantono juga mendatangkan item “Art and Peace” karya Made Wianta, sebuah instalasi seni dari tahun 1999 yang melibatkan 2000 penari yang membawa 2000 meter banner yang berisikan pesan perdamaian dalam berbagai Bahasa. Dalam proyek seni ini, Wianta menyampaikan pesan-pesan mengenai isu sosial dan kemanusiaan serta ajakan kepada perdamaian.

Selain menandai 25 tahun sejarah kolaborasi dua maestro dalam menyampaikan pesan perdamaian ini, ada hal menarik lain dari pameran ‘Crossing Lines’ yang diselenggarakan di Galeri Seni il Rivellino, di Kota Locarno. Il Rivellino merupakan satu dari sedikit sisa benteng pertahanan militer dari Abad ke 16 yang masih dilestarikan di Locarno. Bangunan ini didesain dan dibangun oleh ilmuwan/seniman Eropa tersohor, Leonardo Da Vinci, yang kemudian menjadi tempatnya bersembunyi dan berkarya selama masa perang. Pada masa sekarang, il Rivelino dikelola secara pribadi oleh keluarga Sciolli di bawah pengawasan Kanton Ticino.

Perjalanan dan pertemuan seni Made Wianta dan Stephan Spicher telah menjadi momen prestisius yang diabadikan di il Rivellino. Wianta merupakan seniman Indonesia pertama yang dipamerkan di Il Rivellino Leonardo Davinci Gallery. Pameran ‘Crossing Lines’ akan terbuka selama satu bulan dari  21 Maret hingga   21 April 2024. (opp/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img