MALANG POSCO MEDIA – Parkir oh Parkir. Belakangan parkir kembali menjadi momok dan masalah. Parkir dituding menjadi biang kemacetan, menghambat aktivitas masyarakat sekitar lokasi dan melanggar aturan karena memakan badan jalan. Ya parkir di beberapa titik di Kota Malang kini sedang disorot tajam oleh media karena dinilai menjadi penyebab kemacetan dan dikeluhkan masyarakat.
Ironisnya lagi, persoalan parkir ini ada di kawasan lembaga pendidikan yang tergolong favorit di Kota Malang. Yaitu di kawasan Jalan Bandung dan sekolah di kawasan Tugu Malang. Sejak sekolah kembali luring pascameredanya Covid-19, persoalan parkir kembali mencuat, memanas, dan dipersoalkan banyak pihak.
Sebelum lebih jauh mengkritisi persoalan parkir yang dituding menjadi biang kemacetan dan mengganggu aktivitas warga setempat, maka lebih baik kita sama sama memahami pengertian parkir. Sehingga kita mendapatkan pemahaman yang utuh soal parkir.
Sesuai UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, parkir dan berhenti memiliki arti yang berbeda. Parkir itu suatu keadaan di mana kendaraan berhenti untuk beberapa saat, di mana pengemudinya meninggalkan kendaraannya. Sedangkan berhenti adalah keadaan kendaraan berhenti untuk beberapa saat dan tidak ditinggalkan pengemudinya.
Penjelasan ini sejalan dengan UU LLAJ. Di Bab I tentang Ketentuan Umum, berhenti dan parkir memiliki arti masing-masing sebagai berikut. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Sedangkan Berhenti adalah keadaan kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.
Dari penjelasan di atas bisa dibedakan mana kendaraan, mobil atau motor yang parkir atau berhenti. Atau justru yang ketiga, tidak parkir tapi berhenti, namun berhentinya dalam waktu yang lama, sudah sama dengan parkir. Dua kondisi ini bisa menjadi persoalan bila parkirnya di area yang memakan badan jalan.
Persoalan di Jalan Bandung itu sangat jelas. Ada dua kategori yang sering terlihat di lokasi. Ada mobil yang kondisinya parkir di badan jalan. Ada juga yang kondisinya berhenti di badan jalan. Dan berhentinya dalam waktu yang lama karena menunggu sang anak yang dijemput keluar dari sekolah. Kondisi ini yang membuat arus lalu lintas di kawasan itu, macet parah. Apalagi saat berangkat sekolah pagi hari dan pulang sekolah siang dan sore hari. Bisa dipastikan kawasan ini macet total. Jalan penuh dengan mobil yang parkir dan berhenti dalam waktu yang lama.
Begitu juga sekolah di kawasan Tugu. Khususnya di Jalan Sultan Agung. Kendaraan mobil dan motor yang parkir di badan jalan. Kawasan ini memang tidak tampak membikin macet tapi mengganggu warga sekitar kawasan yang juga akan beraktivitas. Akses jalan menjadi sempit karena dimakan untuk parkir kendaraan.
Persoalan ini selalu berulang ulang. Sebelum Covid-19 mengganas di Kota Malang, persoalan parkir yang memakan badan jalan di kawasan Jalan Bandung sempat menjadi atensi Wali Kota Malang Sutiaji. Bahkan saat pagi hari, Sutiaji sempat melakukan sidak langsung dan ikut menyeberangkan siswa yang saat itu berangkat sekolah di kawasan Jalan Bandung.
Fakta di lapangan, di depan sekolah di kawasan Jalan Bandung memang ada lahan parkir. Tapi jumlahnya terbatas. Sementara jumlah siswa yang sekolah dan orang tua yang menjemput lebih banyak. Mayoritas menjemput dengan menggunakan mobil. Kondisi ini yang kemudian membuat parkir dan berhenti menjadi persoalan.
Dinas perhubungan pun mengakui ada persoalan yang harus segera dituntaskan terkait parkir yang memakan badan jalan. Termasuk di Jalan Bandung itu. Persoalan ini pun diagendakan masuk dalam pembahasan Forum Lalu Lintas Kota Malang. Harapannya ada solusi terbaik yang tidak menyalahkan salah satu pihak.
Sambil menunggu pembahasan forum lalu lintas mencari solusi, maka disiplin parkir tetap harus ditegakkan. Lembaga sekolah bisa membuat aturan bagaimana prosesi penjemputan siswa sekolah sehingga tidak membuat kemacetan. Formulasinya bisa dibahas dengan Pemkot Malang, khususnya Dinas Perhubungan.
Dinas Perhubungan juga bersikap tegas. Mungkin salah satunya menambah rambu-rambu lalu lintas larangan parkir.
Apabila setelah dipasang rambu-rambu masih ada yang melanggar, maka pengendara bisa dikenakan hukuman atau denda sesuai dengan UU Lalu Lintas.
Bila pemasangan rambu-rambu tidak memungkinkan, maka bisa digagas denda bagi mereka yang parkir atau berhenti di badan jalan dalam waktu yang lama. Dan denda yang diberlakukan harus ekstrim, denda besar dengan tujuan membuat efek jera. Misal bila ada yang masih melanggar diancam dengan denda Rp 250 ribu bahkan Rp 500 ribu.
Tentu ini harus dibarengi dengan keseriusan dinas terkait dalam mengawal kebijakan dan aturan tersebut. Bila tidak, maka persoalan parkir yang memakan badan jalan tak akan pernah selesai. Akan terus terulang tanpa ada solusi yang pasti. Bila tak mau ada denda, maka temukan solusi parkir yang nyaman dan aman.(*)