MALANG POSCO MEDIA – Sepanjang 2022 badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah terjadi. Secara keseluruhan, mereka beralasan karena sulitnya menghadapi ekonomi yang tengah mengalami hambatan ini dan penurunan pasar setelah pandemi Covid-19 berlalu. Bahkan menurut data yang dikutip Layoffs.fyi, sepanjang 2022 ada 1.032 perusahaan teknologi melakukan PHK pada 15.5126 karyawan. Sementara di 2023, terdapat 154 perusahaan teknologi dengan PHK dan 55.324 karyawan diberhentikan.
Sederatan perusahan kelas global yang sudah dan berencana mem-PHK karyawannya sepanjang 2022 dan 2023 ini di antaranya adalah Google, Netflix, Amazon, Microsoft, Apple, Twitter, Snapchat, Meta dan Mc Donalds. Bahkan tidak tanggung-tanggung Amazon mulai melakukan PHK terhadap karyawannya di Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Kosta Rika beberapa hari yang lalu. Langkah ini merupakan bagian dari rencana perusahaan memangkas 18.000 pekerjanya. Kepala Eksekutif Amazon Andy Jassy mengatakan pada awal bulan ini akan dilakukan PHK terhadap sekitar 6 dari sekitar 300.000 karyawan perusahaan.
Krisis adalah sebuah keadaan yang apabila tidak bisa dihadapi dan diatasi akan berubah menjadi bahaya, kesulitan yang besar, kematian, kerugian dan ketidak berdayaan. Akan tetapi, apabila kita cermat dan pandai dalam menemempatkan proporsi kepemimpinan kita, baik dalam bisnis ataupun organisasi, maka kondisi krisis justru akan berpeluang mempertemukan kita dengan sesuatu yang baru, penuh peluang dan harapan.
Pada masa krisis, peran dan tanggung jawab seorang leader pun berbeda, yang awalnya berfokus pada growth dan inovation, berubah menjadi bagaimana menjalankan dan menyelamatkan roda bisnis yang masih ada jadi lebih efektif, efisien dan selamat sampai badai krisis ini berlalu. Karena kondisi seperti sekarang ini akan membawa perusahaan atau lembaga ke dalam fase transisi yang tidak mudah, penuh ketidakpastian, kecemasan dan area abu-abu pada masa depan.
Hal ini karena krisis merupakan area gelap dan asing bagi para leader (pemimpin). Tidak banyak pemimpin yang terbiasa dan sanggup melewati masa-masa krisis. Ada yang mengungkapkan bahwa krisis adalah titik belok yang bisa berujung pada satu titik persimpangan, dan ia bisa membawa pada situasi yang lebih baik atau justru sebaliknya pada situasi yang lebih buruk.
Dalam laporan yang direlease oleh Harvard Business Review, Chris Nicols menuliskan hasil risetnya mengenai karakter yang harus dimiliki oleh seorang leader ketika menghadapi krisis. Keempat karakter tersebut terdiri dari; Pertama, kemampuan mengambil keputusan dengan cepat. Kedua, melakukan adaptasi dengan cepat dan tepat. Ketiga, mendorong rasa tanggung jawab pada team, dan Keempat, memiliki kemampuan untuk memperkuat engagement dengan seluruh anggota team dalam bisnis dan organisasinya.
Pada tahun 1900-an seorang penulis ternama bernama Napoleon Hill melakukan sebuah riset pada 500 orang kaya selama 20 tahun, riset ini dilakukan setelah pertemuannya dengan salah satu konglomerat Amerika Serikat waktu itu bernama Andrew Carnegie. Hasil riset yang dikemudian hari di bukukan dengan judul buku “Think Rich and Grow Rich” dan menjadi best seller ini, seolah menjadi kitab panduan yang sahih bagi siapa saja yang menginginkan dirinya menjadi orang kaya raya dan menjadi panduan bagi siapa saja yang menginginkan kemakmuran dalam kehidupannya.
Apapun yang bisa dibayangkan dan diyakini pasti akan bisa diraih, atau berpikir dan menjadi kaya. Begitulah kira-kira cuplikan dari salah satu isi buku yang terjual 15 ribu eksemplar di waktu awal baru diterbitkan ini. Ada kurang lebih 14 prinsip dan resep kaya raya dan kemakmuran yang dituliskan oleh Napoleon Hill dalam bukunya tersebut. Salah satunya adalah kemampuannya dengan cepat dalam mengambil keputusan.
Dalam hasil risetnya Napoleon Hill menyebutkan bahwa dari 25.000 laki-laki dan perempuan yang mengalami kegagalan dalam bisnis dan kehidupannya faktor utamanya adalah ketidak mampuannya dalam mengambil keputusan dengan cepat. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa dari 500 orang kaya yang ia teliti selama 20 tahun dan memiliki kekayaan di atas jutaan dollar itu adalah orang yang memiliki kebiasaan cepat dalam mengambil keputusan, dan tidak mudah mengubah keputusan.
Kemampuan beradaptasi secara cepat dengan perubahan zaman yang terjadi juga bagian yang bisa membuat seorang leader mampu memimpin dan menjalankan roda bisnis dan organisasinya di segala kondisi. Perubahan zaman yang begitu cepat, sosio demografi masyarakat yang terus bergeser dan psikologi sosial yang dinamis menuntut setiap pemimpin untuk bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi agar bisa mampu bertahan.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari runtuhnya brand-brand raksasa di masa lalu yang hari ini tenggelam seiring dengan perkembangan zaman. Sebut saja VOC, siapa yang tidak mengenal VOC, kongsi dagang milik Belanda yang telah menancapkan dirinya mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia selama 3,5 abad ini, habis tidak tersisa setelah kegesitan kapal-kapal lautnya yang berjumlah 4.875 itu dikalahkan oleh kapal-kapal Inggris yang lebih modern karena telah menggunakan mesin. VOC gagal beradaptasi dengan perubahan zaman saat itu dengan tetap mempertahankan kapalnya menggunakan layar, padahal dunia kapal dengan penggerak mesin sudah mewabah.
Siapa juga yang tidak mengenal Nokia, sebuah brand telepon seluler yang sangat digandrungi oleh hampir semua orang di dunia saat itu. Nokia dengan brand “Conecting people” nya itu gagal beradaptasi dengan zaman dibandingkan dengan kompetitor-kompetitornya seperti Samsung yang justru lebih adaptif dengan perubahan teknologi informasi ini.
Selain itu, seorang leader juga harus memiliki kemampuan untuk membangun engagement dan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada teamnya. Engage dan Responsibility ini satu paket mindset yang bisa dibangun dan ditumbuhkan oleh seorang leader dalam organisasinya. Kehadiran seorang leader dengan profile yang kuat, tangguh, optimis dan bergairah akan bisa membangkitkan harapan dan performance yang tinggi di tengah-tengah team dalam bisnis.
Tidak banyak memang pemimpin yang dapat memahami dan mengimplementasikan keempat hal kompetensi di atas di tengah-tengah situasi krisis yang terjadi saat ini. Tantangan, hambatan, kesulitas dan tidak menentunya situasi dan kondisi saat ini, juga menjadi penyebab terjebaknya bagi seorang leader dalam bisnis dalam kondisi ketidakberdayaan dan gagal “move on.”
Oleh karenanya sosok “Pemimpin Adaptif” atau seorang pemimpin yang baik dan cakap di masa krisis dengan cepat melakukan adaptasi menjadi sangat penting dan menentukan kehadirannya di tengah situasi krisis seperti ini bagi bisnis dan organisasinya. Seorang leader harus menjadi yang terdepan dalam menghadapi semua masalah yang datang dan memberikan solusi terbaik bagi setiap permasalahan yang datang dalam organisasi bisnisnya. Kehadiranya secara otomatis akan membawa moral perbaikan dan performance bagi semua team yang ada di dalam organisasi bisnisnya.(*)