.
Sunday, December 15, 2024

Pendidikan Anak

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si

MALANG POSCO MEDIA – Mendidik anak merupakan kewajiban bagi kedua orang tua, karena merupakan amanah Allah SWT yang didelegasikan kepada keduanya, ketika Allah menganugerahkan putra dan putri mesti ditunaikan dengan baik. Nabi bersabda yang artinya “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (fitrah Islam dan tauhid), maka kedua orang tuanya-lah yang membuat anak ini Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Nabi menyebut orang tua, karena ia penyebab pertama. Kelalaian mereka apabila anak menyimpang dari fitrahnya. Ketika anak ini lahir ke dunia, dia lahir dengan modal tauhid “Laa Ilaha Illallah”, Allah SWT telah mengambil perjanjian itu jauh sebelum mereka lahir ke dunia, bahkan sebelum orang tua mereka lahir ke dunia. Yaitu ketika Allah mengeluarkan anak-anak keturunan Adam dari tulang sulbi bapak mereka, Adam. Dan Allah mengambil persaksian yang tertera dalam QS. 7:172 yang artinya “Mereka semua (manusia/ anak Adam) bersaksi, ‘Benar kami bersaksi.”

Termasuk setiap anak yang lahir, telah bersaksi di hadapan Allah SWT, dengan mendeklarasikan kalimat, dengan segel tauhid “Laa Ilaha Illallah.” Dan kewajiban terpenting yang utama setiap orang tua terhadap anaknya adalah menjaga segel ini agar tidak rusak sampai kembali kepada Allah SWT. Itu kewajiban terpenting atas setiap Bapak dan Ibu.

Kalau mereka lalai dan menyimpang segel itu akan rusak, aqidahnya akan kotor, keyakinannya akan rusak, bisa jadi dia berubah menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi atau apapun. Maka orang tua adalah madrasah yang pertama dan utama dan yang paling dekat dengan anak.

Kedua orang tuanya yang lebih bertanggungjawab atas perkembangan anak, bukan sekolahnya, bukan teman-temannya, bukan kakek neneknya, bukan paman bibinya, tapi orang tuanya. Maka dari itu, kewajiban yang tidak mungkin bisa dilakukan tanpa persiapan dan ilmu, tanpa mengetahui, mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak, maka akan menjadi kendala dalam kelangsungan hidup anak.

Sakinah Mawaddah Warahmah

Orang tua tidak boleh lalai dalam mendidik anak. Karena keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah adalah keluarga yang anggota-anggota individu-individu yang ada di dalam keluarga itu dapat melaksanakan perannya dengan baik dan benar. Seorang suami bisa menjadi suami yang baik, seorang istri bisa menjadi istri yang baik, mereka berdua melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Tapi itu tidak cukup untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah hingga keduanya bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya.

Banyak para istri/ wanita bisa menjadi seorang istri yang baik. Dia bisa melaksanakan kewajibannya kepada suaminya. Dia bisa menunaikan hak-hak suaminya, tapi dia tidak bisa jadi ibu yang baik. Dia gagal menjadi ibu yang baik, dia tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya.

Demikian pula sebaliknya, ada wanita-wanita yang bisa menjadi ibu yang baik, tapi tidak bisa menjadi istri yang baik bagi suaminya. Maka seorang wanita dituntut memiliki peran ganda di sini, sebagai istri yang baik dan sebagai ibu yang baik. Beda tentunya jadi istri dan jadi ibu.

Kadang-kadang sebagian wanita tidak bisa membedakan posisinya sebagai istri dan posisinya sebagai ibu. Sebagai ibu tentunya dia menjadi sorotan teladan bagi anak-anaknya. Jadi istri mungkin dia dibimbing suaminya, suami jadi teladan. Tapi sebagai ibu, dia membimbing anak-anaknya, dia yang menjadi sosok teladan.

Demikian juga sebagian pria/ laki-laki, dia bisa menjadi suami yang baik bagi istrinya. Dia memenuhi semua hak dan kewajibannya sebagai suami. Tidak ada satu pun hak istri yang tidak dia tunaikan, dia benar-benar menjadi suami yang ideal. Tapi dia tidak bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya.

Tentunya beda seseorang sebagai suami dan sebagai ayah. Tanggung jawabnya lebih besar, tantangannya lebih berat. Karena mengajari anak kuliah itu beda dengan mengajari anak sekolah dasar. Lebih berat jadi guru SD daripada jadi dosen mengajarkan kuliah kepada mahasiswa. Karena mereka-mereka ini orang yang sudah sempurna otaknya, sudah bagus nalarnya, sudah bisa mengerti sedikit pengarahan yang diberikan. Tapi mendidik anak seperti mengajari anak sekolah dasar. Perlu sabar, perlu kelembutan, perlu kesantunan dan mengerti sudut pandang anak-anak, psikologi anak, sehingga bisa memberikan pelajaran-pelajaran kepada anak. Sangat jauh berbeda mendidik anak dan mendidik istri. Dan dua-duanya wajib dibimbing dan dididik.

Dalam Firman Allah SWT QS. 66:6 yang artinya “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Bisa jadi sebagian pria bisa jadi ayah yang baik bagi anak-anaknya, tapi dia tidak bisa jadi suami yang baik bagi istrinya. Mungkin dia kejam terhadap istrinya, tidak ada rahmahnya, tidak ada toleransinya terhadap istrinya, sehingga membuat istri menderita. Tapi kepada anak, dia luar biasa betul-betul bisa menjadi ayah yang baik.

Maka keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah itu adalah ketika suami istri ini bisa memainkan perannya dengan benar dan baik di dalam rumah tangga. Barulah tercipta rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.

Akhir-akhir ini terdapat kasus yang sangat memilukan, ada orang tua membunuh anak-anaknya, menyakiti istrinya, anak membunuh orang tuanya, orang tua menghamili anaknya, paman menghamili keponakannya dan seterusnya. Ini bukti bahwa kehidupan keluarga tidak Sakinah mawaddah warahmah, jauh dari rahmad dan keberkahan dari Allah SWT.

Tanggung Jawab Bersama

Maka yang harus disadari bahwa, anak-anak adalah warga/ rakyat, pimpinannya adalah suami, dan pendampingnya adalah istri. Anak sebagai rakyat mengikuti pimpinannya. Kalau pemimpin dan pendampingnya pemimpin baik, maka akan baiklah tatanan keluarga.  Maka khusus berkaitan dengan pendidikan anak, ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama. Suami mendidik istri, mungkin dia bisa memainkan perannya sendiri.

Demikian juga istri berperan sebagai seorang istri yang baik terhadap suaminya. Tapi mendidik anak tidak bisa dilakukan secara tunggal. Di situ ada dua komponen, dua unsur, yaitu ayah dan ibu. Dan anak perlu sosok kedua-duanya. Perlu sosok ayah dan perlu sosok ibu yang saling memberikan keseimbangan di dalam pendidikan anak.

Maka memang single parent itu bisa dilakukan cuma tidak ideal. Yang terbaik adalah tentunya dua komponen ini berfungsi dengan baik, ayah dan ibu. Pendidikan anak adalah kolaborasi yang baik antara ayah dan ibu, tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja. Maka dari itu keduanya harus bisa bekerjasama dan sama-sama bekerja, bahu-membahu dalam mendidik anak-anak mereka, saling isi mengisi, bukan saling tumpang tindih. Hingga kadang-kadang di dalam mendidik anak ini tidak ada job description yang jelas antara ayah dan ibu.

Ayah kadang-kadang overlapping mengambil peran ibu, ibu juga demikian. Sehingga tidak ada kerjasama yang baik antara keduanya. Maka dalam hal ini suami-istri selaku ayah dan ibu harus sering duduk satu meja berdiskusi, berdialog, saling tukar pendapat, saling koreksi tentang pendidikan anak-anak mereka. Apa yang terbaik, apa yang tepat untuk diterapkan kepada anak-anak. Karena anak-anak datang dengan membawa anugerah yang luar biasa, potensi, bakat, talenta.

Seharusnya orang tua adalah yang paling mengerti tentang anaknya. Bukan guru di sekolah atau teman-temannya di sekolah. Tapi kadang-kadang tidak dekatnya orang tua dan anak, sehingga orang tua tidak mengerti tentang anak-anak mereka. Tentunya anugerah yang besar ini adalah satu fadhilah bagi kedua orang tua apabila mereka bisa memanfaatkannya maka ini menjadi kebaikan bagi mereka.

Maka dari itu, tugas mendidik anak ini adalah tugas bersama, bukan tugas perorangan. Akan terasa berat bagi seorang ibu jika pendidikan anak semua dilimpahkan ke pundaknya. Demikian pula sebaliknya, akan terasa berat oleh ayah jika semua tugas dan tanggung jawab pendidikan itu diserahkan kepadanya, dibebankan ke pundaknya. Maka agar ringan sama dijinjing berat sama dipikul, keduanya harus saling bisa bekerja sama, berkolaborasi, saling isi mengisi, tentunya ini akan menjadi lebih mudah. Karena kadang-kadang siasat itu perlu dilakukan oleh kedua belah pihak, ayah dan ibu. Pendidikan anak itu perlu siasat. Bagaimana menyiasati anak supaya dia tergiring kepada apa yang  dikehendaki. Menyelesaikan masalah anak kadang-kadang perlu kedua belah pihak, dan saling mengarahkan kepada satu titik.

Maka ayah ibu seharusnya bisa menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk membicarakan tentang pendidikan anak-anak mereka. Dan tentunya tugas ini adalah tugas yang penuh ilmu. Kalau ingin sukses apapun, maka semuanya harus dengan ilmu.

Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW yang artinya “Yang ingin sukses dunianya, hendaknya dia berilmu. Yang ingin sukses akhiratnya, hendaknya dia berilmu. Yang ingin sukses dunia dan akhirat, juga harus berilmu.” Maka pendidikan anak juga harus dengan ilmu.

Kalau kita kaji hadits-hadits Nabi yang berkaitan tentang pendidikan anak, luar biasa. Boleh dikatakan Nabi itu orang yang paling mengerti tentang psikologi anak. Ketika memberikan pendidikan kepada anak, beliau bisa melihat sesuatu itu dari sudut pandang anak, bukan dari sudut pandang orang tua. Oleh karena itu, selaku orang tua seharusnya lebih membutuhkan menuntut ilmu khususnya yang berkaitan dengan pendidikan anak. Ini tidak bisa dilakukan otodidak, meraba-raba, tanpa ilmu, karena tidak ada hasilnya tanpa ilmu pendidikan.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img