.
Monday, December 16, 2024

Pengalaman Gagal Panen, Belajar Lebih Telaten

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Muhammad Solichin, Penggagas Pemuda Tani Kabupaten Malang

Muhammad Solichin merangkul  petani. Warga  Dusun Tlogorejo  Desa Wonorejo  Lawang Kabupaten Malang ini merintis Pemuda Tani.  Organisasi itu  mewadahi dan edukasi petani muda modern hingga ke ranah digital.

==========

MALANG POSCO MEDIA- Tangan telaten Muhammad Solichin  sibuk menyirami tanaman di kebun rumahnya, Kamis (3/8) kemarin. Rumahnya di Dusun Tlogorejo Desa Wonorejo Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

Sesekali berkomunikasi dengan beberapa rekannya melalui telepon. Mereka saling bertanya jawab soal kebun dan hasil tani. Begitulah keseharian lulusan salah satu SMK swasta di Surabaya itu.

Pria ramah ini punya komitmen yang teguh di dunia pertanian.

“Bertani itu keren”. Itu ungkapan yang  diperjuangkan Muhammad Solichin. Pria 38 tahun ini  mengajak para petani muda dari desa ke desa agar  maju dan meraih kesuksesan.

Mulanya Solichin terjun ke dunia pertanian  sejak tahun 2015 lalu. Bergabung dengan kelompok tani di desanya. Solichin mulanya bertani cabai.

Kelompok tani itu berjalan sekitar dua tahun. Perjalanannya diakui Solichin tak mudah. Harus jatuh bangun, bangkrut dan bangkit dengan gagal panen.

“Awalnya merintis tahun 2015 di kelompok tani saya menanam cabai. Tapi langsung rugi  karena gagal panen. Saya tak tahu ilmunya,” kenangnya.

Kerugian demi kerugian membuatnya belajar menjadi petani yang lebih telaten. Juga menghasilkan panen yang layak jual. Internet juga menjadi gurunya secara tidak langsung. Banyak ilmu ia pelajari otodidak melalui YouTube dan Facebook. Hingga akhirnya berhasil mengembalikan kejayaan. Alpukat yang semula hanya satu dua pohon yang terawat menjadi lebih subur.

“Mungkin kalau rugi modal di awal ya lumayan besar. Sekitar Rp 5 juta habis,” sebut Solichin.

Sekitar tahun 2017  mencoba berinovasi membuat terobosan di lingkungan desanya. Yakni sebuah program ketahanan pangan yang mengakumulasi  petani. Juga memenuhi kebutuhan petani  secara kolektif.

“Lalu tahun 2018 baru ada pengembangan skala kecamatan, waktu itu pertanian kebun. Saya memilih alpukat, berjalan setahun  sampai tahun 2019. Hingga pengembangan ke luar kecamatan. Kemudian pandemi  Covid-19. Tak  bisa bergerak ke luar daerah untuk cari ilmu,” ceritanya.

Solichin lalu memilih mengembangkan wilayahnya sendiri sebagai tempat edukasi pertanian. Lahan di desanya dikembangkan dan ditanami. Itu dijadikan perkebunan edukasi. Bekerja sama dengan pemerintah desa setempat. Hingga tahun 2021, barulah membutuhkan pengembangan lagi. Solichin mengajukan pelatihan untuk perkumpulannya dari dinas terkait.

“Kami dilatih manajemen tani dan banyak hal lain. Setelah itu kami kembangkan ada di tiap kecamatan jaringan kami. Dari sana juga membentuk Pemuda Tani,” ungkapnya.

Perjuangannya baru dimulai saat ia membentuk Pemuda Tani. Tak ada yang lebih sulit dibandingkan menjaring petani muda yang berkemauan kuat untuk maju. Itu yang ia harus dapatkan di desa-desa di Kabupaten Malang.

“Akhirnya mulai berjalan keliling di seluruh Kabupaten Malang.  33 kecamatan selama delapan bulan. Itu saya lakukan untuk menjaring anggota satu kecamatan, satu orang pemuda,” ungkapnya.

Hal tersebut  tak mudah bagi Solichin, karena ada saja pemuda yang mengungkapkan keengganannya. Bahkan ada anggapan menjadi petani itu bukan pekerjaan yang menjanjikan. Ia terus mencari bakat-bakat muda yang memiliki potensi dalam bidang pertanian.

“Kalau yang ikut-ikutan saja ya tak bisa.  Perlu kesabaran, dimulai dari teman saya di desa hanya lima orang. Kami lalu dibantu membuat legalitas Pemuda Tani di Kabupaten Malang  agar punya dasar yang jelas,” tambahnya.

Sebelumnya, organisasi Pemuda Tani hanya angan-angan  Solichin. Tanpa disangka akhirnya terwujud. Kini membawa Pemuda Tani menjadi bermanfaat bagi sesama.

Kini, organisasi yang digagasnya itu bisa membantu banyak petani muda di Kabupaten Malang. Terus berupaya membuka ruang dan peluang  mengembangkan lebih baik lagi. Mulai dari kerja sama melalui program Kementan dan dinas serta mencari pengalaman  hingga ke beberapa daerah lain.

“Apapun akhirnya dilakukan. Kami mengajak pelatihan agar punya pengalaman. Mereka yang mengikuti dengan baik sekarang awalnya adalah petani yang ketinggalan. Banyak dilanda masalah modal dan sebagainya,” katanya. “Sekarang mulai bisa mencari investor perusahaan, kami ajak kemitraan. Bertaninya juga beragam, dari mulai tomat, cabai, sayuran, pisang, melon, banyak lagi,”  sambung Solichin.

Lahan yang semula 2.000 meter persegi di belakang rumahnya menjadi titik awal dia bertani dan sukses. Tak hanya itu, dia juga berbagi dengan sesamanya untuk mengajak maju melalui Pemuda Tani.

Kegiatan sehari-harinya tak lepas dari berkebun dan bercocok tanam. Serta mengupayakan pelatihan, komunikasi dan konsultasi.

“Termasuk kami arahkan kalau ada yang panen raya, penjualannya kemana. Bagaimana menjadi petani melek digital. Memasarkan dan promosi juga dari internet dan membangun jejaring keluar untuk bisa memasarkan secara lebih luas,” ceritanya.

Ia mengakui mayoritas dari anggotanya yang berhasil dirangkul tak memiliki latar belakang pendidikan pertanian. Alih-alih sarjana, banyak dari mereka keturunan petani yang lulusan SMA dan SMP. Meyakinkan mereka butuh perjuangan tersendiri yang mengharuskan Solichin membuat kesepakatan. Isinya tentang apa apa saja yang akan dilakukan jika gagal dan berhasil. Tantangan itu ia jawab dengan pembinaan dan pendampingan hingga para petani muda  sukses.

“Darahnya mereka petani, sampai sekarang jadi petani muda sukses. Bahkan di Bantur pun saya kenalkan dengan petani digital. Saya kenalkan Facebook, Instagram, jualnya di sini,” katanya.

“Motivasi saya  jangan sampai menyerah menjadi petani. Semua petani itu keren, ujung tombak ketahanan pangan Indonesia dari rakyat untuk Indonesia,” imbuh Solicihin. (tyo/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img