spot_img
Friday, May 17, 2024
spot_img

Perempuan NU Kabupaten Malang Berdiskusi Usulkan Perencanaan Pembangunan 2024

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Pra-Musyawarah Perempuan Nasional (Munas) untuk Perencanaan Pembangunan 2024 di Kabupaten Malang telah dilaksanakan, pada Rabu (20/3)
Bertempat di Pawon Bromo Café & Resto, Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka merumuskan usulan-usulan mengenai fakta permasalahan-permasalah yang berkaitan dengan Perempuan, khususnya di Kabupaten Malang.

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama’ (Lakpesdam NU) dan Fatayat NU sebagai mitra INKLUSI hendak berkontribusi untuk menyukseskan Munas Perempuan yang diawali dengan Diskusi Pra-Munas dalam rangka memotret kondisi dan arah kebijakan daerah untuk isu-isu perempuan.
Hadir dalam acara tersebut, pengurus dari Lakpesdam PCNU Kabupaten Malang, PC Fatayat, PC Muslimat NU, LKK NU, dan PC IPPNU Kabupaten Malang.
Tujuan dari diskusi Pra-Munas ini untuk mewadahi suara-suara bermakna perempuan dan kelompok marginal untuk disampaikan dalam usulan Munas Perempuan 2024 sehingga terintegrasi dalam rencana Pembangunan Nasional.
Munas Perempuan 2024 akan diselenggarakan secara daring pada tanggal 26-27 Maret 2024 dan secara luring pada tanggal 21 April 2024 mendatang.
Munas Perempuan tersebut bertujuan untuk sharing kondisi factual daerah tentang isu perempuan dan anak serta arah kebijakan daerah; merumuskan isu-isu perempuan, analisis serta usulan perempuan dan kelompok marginal berperspektif kesetaraan gender, inklusi disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI) tentang sembilan agenda untuk diintegrasikan dalam dokumen perencanaan Pembangunan Nasional dan daerah; dan memperkuat kolaborasi antara pemerintah, Civil Society Organizations (CSO) dan perempuan akar rumput dalam gerakan bersama dalam memajukan bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya, ekonomi, dan politik perempuan.

Ketua Lakpesdam PCNU Kabupaten Malang, Dr. Sutomo, M.Sos dalam sambutannya menyampaikan bahwa berbagai macam hal yang terjadi di sekitar kita muara pertama yakni di aspek perempuan, untuk itu perempuan perlu membuat satu gerakan sadar keluarga maslakhah.

“Gerakan ini tentunya memberikan edukasi dan sosialisasi untuk mewujudkan kemaslahatan keluarga, sehingga ada pengarusutamaan betapa pentingnya kesadaran tentang edukasi perkawinan,” ungkap Sutomo, yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor bidang Akademik Unira Malang.

Sebelumnya, dalam diskusi tersebut ada arahan dari Project Officer INKLUSI yang disampaikan secara daring oleh Nuraini, SH., MH. Ia menyampaikan, partisipasi bermakna masih merupakan isu krusial bagi perempuan, disabilitas, kelompok rentan dan marginal di Indonesia.
Ia juga menyebut, minimnya partisipasi bermakna dari kelompok ini dapat kita lihat dari tiga aspek yaitu pertama, secara kuantitatif menunjukkan jumlah yang kecil, kedua tercermin dari minimnya usulan yang merepresentasikan kepentingan mereka dan ketiga adalah lemahnya posisi tawar dalam mempengaruhi pengambilan keputusan.
“Berbagai strategi dan inisiatif dikembangkan dan berhasil mengatasi isu-isu gender untuk beberapa isu. Namun, tantangan budaya patriarki masih melembaga dalam cara pandang, tata cara kehidupan sehari-hari, dalam kebijakan di berbagai lini di sektor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik dalam pembangunan,” ujarnya.

Pra-Munas ini dilaksanakan karena dalam sistem perencanaan pembangunan Indonesia yang bottom up dengan proses musyawarah perencanaan pembangunan dari desa hingga nasional, mestinya mempunyai peluang yang besar menyuarakan kepentingannya. Namun kenyataannya perempuan hanya dihadirkan mengurus makanan dan administrasi, artinya perempuan nyaris tidak disediakan ruang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
Pra-Munas di Kabupaten Malang ini banyak menyoroti Isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta juga kasus perkawinan anak masih tinggi terutama di desa-desa bahkan di beberapa tempat di Kabupaten Malang. Begitu juga dengan data kekerasan terhadap perempuan menunjukkan setiap empat perempuan terjadi satu kasus perempuan usia 15-64 tahun yang mengalami kekerasan fisik, dan/seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka.
Diskusi yang berlangsung sebelum berbuka puasa ini merupakan praktik baik kolaborasi, sehingga menjadi modalitas yang kuat karena Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki keterbukaan, komitmen, rekognisi dan dukungan untuk mewadahi aspirasi perempuan dan kelompok marginal.
Sementara Civil Society Organizations (CSO) memiliki kompetensi pengetahuan, reputasi, kekuatan kolektif, jejaring dan basis massa sehingga ada legitimasi untuk mendorong agenda yang selama ini tersembunyi. Engagement perspektif kesetaraan gender, inklusi disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI) dalam perencanaan pembangunan ini juga lahir dari praktik baik CSO dan komunitas yang diorganisir.

Saatnya perempuan, disabilitas dan kelompok marginal terus menyuarakan agenda-agendanya dalam momentum penyusunan dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN 2025-2029) untuk mengawal perspektif GEDSI. Untuk itu, diselenggarakan Musyawarah Perempuan Nasional 2024.

Munas Perempuan 2024 yang akan mewadahi data berupa suara perempuan akar rumput, disabilitas, dan kelompok-kelompok identitas yang selama ini tertinggal dalam berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img