Oleh: Hassanalwildan Ahmad Zain
Humas Universitas Muhammadiyah Malang,
Alumni Twinning Program FAI-FH UMM)
Masalah kemiskinan masih menjadi momok tersendiri bagi Republik Indonesia hingga saat ini. Semenjak merdeka, angka kemiskinan selalu menjadi sorotan untuk segera dibenahi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, tercatat ada sebanyak 27,55 juta orang yang tingkat ekonominya berada di bawah garis kemiskinan. Angka itu juga sempat naik berkat serangan pandemi yang menggempur di sepanjang 2020 hingga detik ini.
Meski sempat turun hingga menyentuh angka 26,50 juta orang pada 2021, masalah kemiskinan tentunya masih memerlukan perhatian lebih. Terbukti dengan munculnya berbagai terobosan dan program yang diciptakan pemerintah untuk mengatasinya. Mulai dari program bantuan pendidikan, jaminan kesehatan masyarakat hingga program pada aspek sumber daya manusia.
Salah satu sektor yang menurut penulis perlu dimaksimalkan adalah pemanfaatan zakat sebagai upaya pemulihan ekonomi umat. Apalagi jika kita melihat potensinya yang cukup besar. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), potensi zakat yang dimiliki Indonesia mampu mencapai Rp327,6 triliun.
Angka itu diperoleh dari zakat pertanian Rp19,9 triliun, zakat peternakan Rp19,51 triliun, zakat uang Rp 58,78 triliun, zakat penghasilan dan jasa Rp 139,7 triliun, serta zakat perusahaan Rp 144,5 triliun.
Sayangnya, sampai saat ini potensi luar biasa itu hanya mampu direalisasikan sebesar Rp 71,4 triliun atau 21,7 persen saja. dari jumlah itu, hanya Rp 10,2 triliun yang disalurkan melalui organisasi pengelola zakat. Sisanya, yakni Rp 61,2 triliun, tidak dialirkan melalui Baznas.
Melihat realita itu, dapat dipahami bahwa zakat pada hakikatnya tidak terbatas hanya di dimensi agama dan ibadah ritual saja. Namun lebih luas juga menyangkut dimensi ekonomi, kesejahteraan, dan sosial. Maka pemanfaatan dan pengoptimalannya harus segera direncanakan agar dapat meningkatkan kesejahteraan umat.
Seabrek Pekerjaan Rumah
Kalau dicermati dengan seksama, ada sederet kelemahan dan tantangan yang harus diselesaikan. Satu di antaranya berkisar pada aspek sosiologis. Sebagian besar masyarakat dinilai hanya memiliki pengetahuan yang minim terkait zakat. Ibadah, menurut mereka, hanya berkutat pada salat, puasa, dan haji. Sementara zakat, masih kurang mendapat perhatian yang serius.
Kemudian, ibadah ini juga masih dipahami dengan pemahaman yang terlalu sederhana. Masyarakat lebih memilih untuk membagikan secara individu kepada golongan-golongan yang berhak menerimanya. Bahkan, sebagian juga menyalurkannya melalui kiai serta guru agama yang disenangi. Padahal, sudah ada lembaga resmi dan diakui pemerintah yang bisa menyalurkannya dengan lebih baik.
Kelemahan juga tidak luput dari lembaga amil zakat. Kurangnya profesionalitas berimbas pada kepercayaan muzakki (orang yang berzakat) yang tidak kunjung naik sehingga potensi zakat sukar untuk dicapai. Sebagian dari mereka bahkan meragukan sejumlah zakat yang dititipkan pada lembaga amil dapat sampai kepada para mustahiq (penerima zakat).
Berdasarkan survey yang dilakukan PIRAC, sebagian masyarakat menyalurkan zakat melalui panitia yang ada di dekat lingkugannya, yakni berada pada angka 63,6 persen. Sementara itu, ada sebesar 20 persen yang memberikan dana zakatnya langsung kepada para mustahiq tanpa melalui panitia maupun perantara.
Adapun mereka yang menyalurkan dananya melalui badan amil zakat atau lembaga amil zakat mendapatkan persentase yang paling kecil, yakni sebesar 12,5 persen.
Seabrek kelemahan tersebut nyatanya masih diiringi dengan tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Menurut Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, lembaga amil zakat ke depannya akan dituntut untuk bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan banyak pihak.
Utamanya dengan program-program pemerintah yang berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan. Terlebih lagi, serangan pandemi yang dimulai sejak 2020 lalu semakin memperparah keadaan.
Tantangan lain yang perlu diantisipasi oleh lembaga amil zakat adalah pelayanan yang harus lebih bertanggung jawab serta tepat sasaran. Begitupun dengan memperhatikan standar-standar pengelolaan zakat agar mampu memberikan pelayanan yang optimal. Maka harapannya, kepercayaan masyarakat akan naik dan potensi terbaik di sektor zakat bisa didapat.
Zakat untuk Ekonomi Umat
Angka Rp 327,6 triliun bukanlah jumlah yang sedikit. Uang sebanyak itu tentu dapat memberikan perbedaan yang signifikan. Maka perlu adanya strategi, solusi dan langkah yang tepat untuk mencapai jumlah tersebut sekaligus mampu menggunakannya dengan lebih efektif.
Langkah pertama yakni menggalakkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas terkait zakat. Baik itu disampaikan melalui ceramah maupun dengan menggunakan media sosial yang kini banyak digunakan secara masif. Harapannya, masyarakat akan mudah terdedukasi hingga dapat melahirkan kesadaran dan tanggung jawab akan kewajiban membayar zakat.
Penguatan lembaga amil zakat juga menjadi harga mati. Kredibililtas dan usaha meningkatkan kepercayaan harus selalu dilakukan. Tidak hanya sekadar menyuguhkan informasi dasar zakat, tapi bisa juga dengan memberikan layanan tambahan seperti konsultasi gratis, pelaporan, cara menghitung, hingga penjemputan zakat. Dengan begitu, para muzakki bisa lebih tertarik untuk menyalurkan dananya melalui lembaga pengelola zakat.
Dalam rangka menjawab problematika dan tantangan yang ada, seyogyanya pemerintah memang harus mengambil peran strategis. Salah satunya dengan mengeluarkan produk hukum yang berkualitas melalui lembaga legislatif maupun eksekutif.
Landasan yuridis yang bagus akan berpengaruh pada pengelolaan zakat yang profesional dan amanah. Hal ini juga berefek pada naiknya kepercayaan masyarakat akan sistem yang dimiliki lembaga pengelola zakat.
Pemerintah juga harus mengambil peran sebagai penyalur. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat merupakan tanda bahwa kaidah Islam sudah ditransformasikan sebagai hukum positif serta menjadi hukum nasional. Maka, sudah sewajarnya pemerintah hadir untuk mengatur bagaimana pengelolaan zakat seharusnya dilakukan dan didistribusikan kepada delapan golongan mustahiq.
Rentetan tantangan dan problem pengelolaan zakat memang sudah jelas di depan mata. Namun, jawaban dan solusinya juga sudah digenggaman sejak lama. Tinggal bagaimana kita memaksimalkan fasilitas, sumber daya manusia dan keberanian untuk berinovasi di sektor zakat. Utamanya dalam rangka membantu memulihkan ekonomi umat. Di samping itu juga sebagai sumbangsih umat muslim untuk mengentaskan kemiskinan nasional.(*)