spot_img
Sunday, June 29, 2025
spot_img

Retla

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Cerpen Oleh: Shofa Nur Annisa Deas

Sudah empat hari sejak penghuni kamar kos nomor lima itu menampakan diri di kos yang ia sewa, seorang penjaga yang dikenal dengan sapaannya yaitu ‘Bude Kos’ kelak menjadi cemas sehingga ia memanggil beberapa penghuni kos yang lainnya untuk memeriksa kamar tersebut. Ketukan pertama pada pintu berbunyi hingga ketukan yang ketujuh masih tidak ada jawaban sedangkan yang lain memanggil nama penghuni kamar itu.

“Retla”

Tapi hasilnya nihil hingga membuat suami dari bude kos terpaksa mendobrak pintu hingga rusak, yang membuat mereka terkejut mendapati gadis bernama retla hanya sedang tertidur pulas dengan mata yang masih terpejam meskipun suara pintu rusak yang telah berhasil didobrak tidak juga menganggu tidurnya sekalipun.

Bude kos langsung menghampiri badan gadis yang masih tertidur terasa dingin kulitnya kala disentuh. Beberapa jam kemudian berlalu Retla membuka matanya hanya mendapati dirinya sedang diinfus retla hanya paham satu hal saat ini bahwa dirinya hanya sedang dirawat dan tidak perlu panik akan situasi yang baru seperti untuk pertama kalinya dirawat di rumah sakit sendirian tanpa ada yang menemani.

Seorang perawat menghampirinya menyatakan diagnosa dari dokter bahwa dirinya mengalami kelelahan dan juga darah rendah. Rasanya juga sudah wajar bagi anak kos gejala seperti itu yang terjadi karena tidak menerima asupan makan yang baik serta malas bergerak.

Beberapa saat Retla akhirnya bisa berpulang kembali ke kosnya. Saat memasuki kamar bernomor lima hal pertama yang Retla jumpai adalah bahwa kamarnya telah tersusun rapih.

“Bude sudah beritahu ibumu, kemarin dia langsung kesini dan merapikan barang-barangmu”

“Terus dia sekarang dimana bude?”

“Sebentar lagi dia akan kesini, kalau begitu selamat datang kembali retla bude pamit dulu mau ke pasar”

“Iya bude”

Disaat berjalan menjauh retla dengan suara yang keras “Terima kasih bude”.

Setelah beberapa saat retla berdiam di kamar itu suara yang ia kenal membuatnya menoleh ke arah ibunya Retla hanya terdiam tidak bergerak namun tetap membalas sapaan ibunya, ibunya segara duduk disebelah retla terdiam.

Terdiam sehingga tidak ada dari satu pun dari mereka yang bersuara, saat itu yang hanya terdengar adalah suara hembusan angin dari jendela dekat meja belajar dan juga suara penghuni kos yang lain tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Ibunya memberi sebuah kertas yang saat retla melihatnya itu adalah sebuah surat yang berisi pernyataan bahwa ibunya akan dipindahkan tugas ke luar negeri yaitu negara Jerman. Retla merasakan perasaan campur aduk kala mengetahui hal tersebut retla senang untuk ibunya karena beliau berhasil mewujudkan mimpinya untuk bekerja di bidang yang ia minati sebagai koki dan di lain sisi Retla takut ia akan berpisah dari ibunya karena di dunia ini yang Retla miliki hanyalah ibunya saja. Jika ditanya kemana ayahnya retla ia lebih memilih tidak ingin menjawabnya karena dalam hidup ia tidak pernah mengenal apa itu sosok ayah.

“Kamu bisa ikut” ucap ibunya mengawali percakapan.

“Retla tidak tahu”

“Pilihanmu, ibu tidak akan memaksa kamu juga”

“Memang mau sampai berapa lama di sana?”

“Entah masih belum berencana, yang penting dijalani dulu saja kan”

Retla terkekeh “Benar”

“Nanti jika sudah pasti beritahu saja jangan pernah buat diri kamu tersiksa ya nak ga tega lihatnya”

Retla terdiam, sungguh sebagai seorang putri semata wayang Retla merasa ia tidak perlu membagi masalah hidupnya ke orang lain terlebih lagi kepada ibunya karena ia tidak ingin mereka harus terpaksa menanggung beban dari masalahnya, tapi bukankah itu salah satu tugas seorang pendengar mendengarkan dan menanggung walaupun itu baik dan buruk harus diterima. Tapi tetap saja menurut retla ia sadar bahwa masalahnya tak perlu ia bagi kepada yang lain, namun tampaknya kini masalahnya membani dirinya dan sudah jelas Retla memerlukan bantuan.

“Pamit dulu ya nak, banyak sekali yang harus diurus”

Retla menghampiri ibunya dan memeluknya dengan diam “Maaf mama”

Beberapa saat dari momen itu Retla bergegas ke parkiran untuk menjumpai motornya yang berwarna hijau. Menatap motor itu Retla terdiam dan meyakinkan diri bahwa ia bisa mengendarai motor itu untuk hari ini untuk mendinginkan kepalanya. Menyalakan mesin motor lalu pergi keluar dari pagar retla telah keluar dari wilayah kos dan pergi entah kemana tujuannya.

Retla bersyukur bahwa dirinya telah lulus setelah kuliah empat tahun dan baru diterima kerja, namun diterima kerjanya itu membuat retla tidak senang dan takut bahwa dirinya akan satu tempat pekerjaan dengan seseorang yang ingin ia hindari untuk saat ini. Menatap lampu merah mengingatkan retla pada sebuah saat.

“Gila bahaya ini”

“Ya maaf”

“Maaf doang bisanya dasar manusia”

Itu adalah saat dimana mereka berjumpa. Sesaat lampu hijau Retla kembali membawa motornya kini ia melewati salah satu TK yang ada di kota, suara tertawa dari seorang anak kecil yang sedang bermain bersama mengingatkan retla.

“Sini dek main”

“Retla kau pikirlah anak kecil mana yang mau main sama kamu”

“Ada kok tadi kamu nya aja yang ga lihat”

“Mana ga ada kok”

“Nyebelin banget sih kamu jadi cowok”

“Jangan marah dong”

“Biarin sok ngatur dasar”

“Tapi kalo kamu marah jadinya imut”

“Tau ah nyeselin kamu Lafi”

Lafi adalah nama dari seseorang yang ingin Retla hindari untuk saat ini. Retla memarkirkan motornya di pinggir jalan dan memeriksa ponselnya menatap salah satu pesan dari Lafi, Retla terdiam lalu kembali menaruh ponsel dan membawa motornya pergi kemana pun pikirannya mengarahkan arah tujuan yang entah jelas.

Retla kembali memirkan masa lalu masa dimana kenangan indah tercipta antara dirinya dan Lafi di momen yang berlalu serta tempat yang telah mereka kunjungi terjadi di kota ini dan telah terjadi sangat lama. Retla sadar bahwa ia terlalu membiarkan dirinya terpuruk terlalu lama membiarkan dirinya menderita hanya karena ia masih belum bisa mengikhlaskan sesuatu dimasa lalu yang kini bukan lagi miliknya meski memang dari awal itu bukanlah miliknya dan selamanya tidak akan pernah menjadi miliknya.

Retla membawa motornya menuju ke toko roti dimana ia ingin membeli sesuatu dan pandangannya teralihkan ke strawberry shortcake.

“Kamu mau pilih kue yang mana”

“Hmm ga tau ni bingung”

“Lah kan kamu yang ulang tahun kok bingung”

Retla tertawa “Iya deh makasih yak mau beliin aku kue”

“Kok makasih kan belum dibeli soalnya belum kamu pilih gimana sih”

“Ya maaf” Retla menunjuk ke strawberryshortcake “Aku mau yang ini aja soalnya aku suka strawberry sama keju pasti enak”

“Nah gitu dong”

Suara tertawa pada momen itu masih terngiang dan mulai memudar. Keluar dari toko roti retla kembali membawa motornya kini menuju ke sebuah tujuan yang pasti untuk hari ini. Tiba disana retla mengetuk pintu hingga terbuka terlihat Lafi. Retla memberi salam dan memberikan kue yang ia bawa untuk Lafi sebuah kue cokelat Lafi menerimanya lalu mengajak Retla jalan-jalan disekitar taman asrama yang kini lafi tinggal di asrama tersebut. Keduanya saling membahas perihal pekerjaan dan rencana mereka, hingga retla menatap ke langit.

“Sepertinya aku tidak ingin melanjutkan ini”

“Maksudmu”

“Aku tidak ingin mengambil pekerjaan ini”

Lafi terdiam, menyadari bahwa pekerjaan yang Retla maksud adalah salah satu dari rencana mereka di masa lalu yang menyatakan bahwa mereka setelah lulus akan bekerja satu perusahaan.

“Lafi aku capek aku tidak ingin pekerjaan ini bolehkan aku merusak janji kita dimasa itu”

Dengan logikanya “Tentu saja itu hanya di masa lalu bukan? Dan itu bukan janji lagi”

Retla tersenyum “Baguslah terima kasih”

“Mau kusampaikan hal itu kepada beliau”

“Mau karena mungkin aku tidak bisa”

Lafi terdiam

“Aku akan pergi bersama ibuku, karena di dunia ini aku hanya punya satu ibu dan kamu tahu bukan aku menyayanginya dan tidak ada lagi selain dia”

“Jadi ini sebuat pamit, kamu kesini mau pamit”

“Semacam itu”

Lafi menyulurkan tangan menanti Retla menjabat tangan itu “Kalau begitu sampai jumpa”

“Sampai jumpa”

Setelah saat itu, kembali ke beberapa saat kemudian Retla memberikan sebuah surat kepada pengurus asrama meminta untuk menyerahkan surat itu ke Lafi, surat yang berisi pengakuan retla mengenai perasaan yang ia rasakan dimasa lalu kini dan sekarang. Yang paling ingin retla nyatakan kepada Lafi bahwa Retla ingin mengucapkan selamat tinggal karena tidak ingin menemuinya lagi kecuali jika Tuhan sudah berkehendak untuk mempertemukan kembali namun retla paham bahwa itu tidak mungkin.

Menatap kota Berlin dari jendela pesawat Retla tersenyum karena ia bersama ibunya akan menjalani kehidupan baru. Meskipun dengan masa lalu Retla telah ikhlas dengan masa lalu yang menjadi sebuah pelajaran untuknya. (*/cerpenku/bua)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img