MALANG POSCO MEDIA- Meliput sekaligus belajar. Itu yang menyenangkan ketika bekerja sebagai wartawan. Apa pun jadi sarana belajar. Apalagi berkaitan dengan Dewan Pers dan dari para senior.
Saya Adam Malik wartawan Malang Posco Media (MPM) baru saja mengalaminya. Sehari-harinya saya ngepos di ekonomi dan bisnis (ekbis). Kali ini meliput sekaligus belajar dalam kegiatan yang menarik.
Bermula dari penugasan yang diberikan Koordinator Liputan (Korlip) MPM, Kakak Ira Ravika. Saya meliput sekaligus mengikuti ‘Diskusi Publik Pemantauan Media dan Jurnalisme Berkualitas’,
Jumat (13/10) lalu. Kegiatan yang berlangsung di Ruangan Bright, Harris Hotel Malang itu diadakan Dewan Pers.
Menjadi pengalaman pertama dan berharga bagi saya. Setelah kurang lebih selama satu tahun bergabung bersama MPM, dapat mengikuti diskusi Dewan Pers yang membuka pemahaman saya tentang dunia pers yang luas.
Bersama Pak Buari, Manager Digital MPM, saya duduk diantara para perwakilan media, akademisi, perwakilan pemerintah daerah serta berbagai elemen terkait di Malang Raya.
Diskusi tersebut telah digelar Dewan Pers di beberapa kota untuk dapat menjajaki kembali pemantauan media yang ‘Hidup Segan Mati Tak Mau’. Sebelumnya di Semarang, Medan, Surabaya, Solo dan Yogyakarta. Dilanjutkan di Malang, menjadi kota terakhir.
Dibuka Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers, Asmono Wikan. Ia memberikan sambutan terkait urgensi dari pemantauan media dan jurnalisme. Menurutnya pemantauan ini menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan di era sekarang. Tentu erat kaitannya dengan konten jurnalisme yang dihasilkan oleh para awak media.
“Kami sengaja datang ke Malang, mengundang media pers, akademisi dan pemerintah di Malang untuk menyatukan kembali ada satu fungsi dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 17 terkait dengan pengamatan dan pengawasan media,” terangnya.
Diskusi tersebut merupakan bentuk upaya yang dilakukan oleh Dewan pers dalam menggali masalah, mengidentifikasi kebutuhan sekaligus mendengarkan usulan langsung perwakilan masyarakat. Tak heran jika banyak unsur yang dilibatkan dalam diskusi kali ini.
Tentu banyak hal yang saya dapatkan selama jalannya diskusi. Berbagai unsur yang terlibat mengutarakan bagian ‘pro dan kontra’ terkait tema Pemantauan Media. Memang banyak hal yang harus dipertimbangkan, itu juga yang menjadi latar belakang Dewan Pers mengadakan diskusi dan meminta pendapat dari berbagai unsur latar belakang yang berbeda. Tentunya untuk ‘menggodog’ dan mempersiapkannya menjadi produk yang siap saji.
Termasuk juga Pak Bu, sapaan akrab saya kepada Pak Buari, ia yang juga sebagai Wartawan Utama dan kini menjabat Manajer Digital MPM turut menyampaikan aspirasinya. Menurutnya peran Dewan Pers sebenarnya sudah cukup dalam mengontrol media, terutama melalui verifikasi media dan uji kompetensi wartawan.
“Kami sepakat jurnalisme memang harus berkualitas, kalau pun ada pemantau, aturan mainnya harus jelas,” ungkapnya.
Hal itu mendapatkan tanggapan langsung dari Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro yang dalam kesempatan tersebut juga menjadi pemateri.
Dalam penjelasannya, pemantauan media merupakan kegiatan untuk mengamati perkembangan pelaksanaan kinerja dari jurnalistik yang dilakukan oleh media, baik wartawan maupun perusahaan pers.
Dilanjutnya, pemantauan dilakukan oleh individu maupun kelompok yang memang telah memiliki kapasitas di dalamnya. Hal itu berbeda dengan tugas yang diemban oleh Dewan pers.
“Perlu digarisbawahi antara pemantauan media dengan pengawasan media. Karena keduanya berbeda, Pemantau Media menjadi bagian dari pelaksana peran masyarakat dalam mewujudkan kemerdekaan pers. Sementara Pengawas Media ini kelembagaan yang dibentuk negara dalam melakukan pengawasan media,” terang Sapto, panggilan akrabnya.
Sebelum melakukan diskusi di Malang, Dewan Pers sudah mengumpulkan 15 poin rekomendasi dari kota-kota sebelumnya. Secara umum di Malang tidak ada perubahan yang cukup signifikan dari rekomendasi yang telah diberikan. Hanya sedikit ada revisi pada redaksional saja.
Tambahan poin yang diberikan dan menggenapkan menjadi 16 poin rekomendasi. Yakni terkait dengan pembiayaan dari lembaga pemantau media jika nantinya memang benar-benar disahkan.
Karena sebagai informasi, setelah diskusi dan lanjut pada diskusi pada pertemuan nasional, rekomendasi dan usulan tersebut akan dibuatkan SK (Surat Keputusan) ataupun SE (Surat Edaran).
Suatu perjalanan yang luar biasa bagi saya, mendapatkan ilmu baru. Kurang rasanya diskusi yang digelar selama kurang lebih tiga jam tersebut yang terbatas oleh waktu. Menjadi pembelajaran bagi saya sebagai seorang jurnalis untuk dapat terus mengembangkan wawasan dan memperkaya pengetahuan, khususnya sesuai dengan bidang yang digeluti. (adm/van)