spot_img
Tuesday, September 17, 2024
spot_img

Satir Mulyono

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang

Tiba-tiba nama Mulyono ramai disebut banyak orang. Terutama di media sosial (medsos). Memang tak sedikit orang punya nama Mulyono, namun ihwal Mulyono yang satu ini adalah Mulyono orang nomor satu di negeri ini. Mulyono yang dimaksud merupakan nama kecil Presiden Joko Widodo. Banyak orang mengkritik Presiden Joko Widodo secara tidak terang-terangan (satir) dengan menyebutnya Mulyono.
Sebutan Mulyono yang menyasar pada Presiden Jokowi santer terdengar pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada dan proses pencalonan dalam kontestasi Pilkada di beberapa tempat. Mulyono telah banyak dikritik karena dinilai telah ikut cawe-cawe politik terutama dalam memuluskan langkah anak, keluarga, dan kroninya agar dapat melenggang dalam kontestasi politik.


Nama Mulyono dan geng juga disebut-sebut sebagai pihak yang menjegal pencalonan salah satu kandidat yang ikut dalam kontestasi Pilkada Jawa Barat. Di sejumlah podcast (siniar) yang tayang di YouTube, tak sedikit yang membahas tentang sepak terjang Mulyono yang dinilai telah merusak demokrasi di negeri ini. Tak heran, dalam sekejab narasi tentang Mulyono ramai di kanal YouTube dan jadi trending topic di sejumlah platform medsos lainnya.

Arti Sebuah Nama
Merujuk ungkapan kondang milik pujangga legendaris asal Inggris, William Shakespeare, yang menyatakan bahwa “What’s in a name? That’s which we call rose by any other name would smell as sweet”. Yang artinya “Apalah arti sebuah nama? Toh dinamakan apapun, harumnya mawar tetap akan wangi tercium.” Namun apa yang dikatakan Shakespeare ini tak begitu saja diiyakan oleh sejumlah orang, termasuk orang Jawa.


Buktinya, Presiden Jokowi yang saat kecil namanya Mulyono harus berganti nama karena alasan waktu itu sering sakit-sakitan. Waktu kecil, Jokowi dinilai tak kuat membawa nama Mulyono. Mulyono yang berarti mulya itu dianggap nama yang terlalu berat bagi Jokowi kecil hingga mengakibatkan sering tak sehat. Pergantian nama seperti yang dialami Jokowi kecil jamak terjadi di kalangan orang Jawa.


Menurut orang Jawa, Widodo berarti sejahtera dan sehat selalu. Oleh sebab itulah nama ini disematkan kepada Presiden Jokowi sebagai pengganti Mulyono. Orang Jawa menggunakan nama sebagai suatu tetenger (penanda), julukan, panggilan, atau bahkan mantra untuk memanjatkan doa. Orang Jawa juga percaya bahwa nama adalah doa. Nama Slamet misalnya. Nama ini jadi semacam doa agar sang pemilik nama selalu dalam keadaan selamat dalam kehidupannya.


Bagi kebanyakan orang, nama adalah identitas. Lewat sebuah nama bisa diidentifikasi suku, agama, etnis, dan budaya tertentu dari sang pemilik nama. Bahkan nama seseorang bisa jadi diidentikkan dengan kesan tertentu. Ada nama seseorang yang identik dengan teroris misalnya, hingga dulu pernah terjadi seseorang ditolak masuk negara lain gegara namanya identik teroris.


Buat orang tertentu, nama bisa juga bermakna sebagai personal branding. Nama seorang artis misalnya, mereka biasa pakai nama panggung atau nama beken yang bisa jadi berbeda dengan nama asli bawaan sejak lahir. Di dunia maya, tak sedikit orang yang menggunakan nama anonim. Cara ini dilakukan untuk menyamarkan identitas mereka agar tak terlacak dengan gampang.

Satir Lewat Nama
Kritik banyak orang dengan menyebut nama Presiden Jokowi sebagai Mulyono sebenarnya masuk kritik satir. Bentuk kritik ini biasa menggunakan humor, ironi, sarkasme, atau parodi untuk menyampaikan pesan. Satir bertujuan untuk mengejek, mengolok-olok, atau mempermalukan orang yang dikritik, baik itu individu, kelompok, institusi, maupun fenomena sosial tertentu.


Dengan menggunakan humor dan sindiran, satir dapat mengungkap kelemahan, kesalahan, atau ketidakadilan dengan cara yang lebih menarik dan mudah diterima, namun tetap tajam dan berdaya kritis. Isu-isu sensitif atau kontroversial akan lebih mudah disampaikan melalui satir karena pendekatannya yang tidak langsung. Hal ini memungkinkan diskusi tentang topik-topik yang mungkin dianggap berisiko jika dibicarakan secara langsung.


Jika kritik langsung terkadang dapat menimbulkan perlawanan atau defensif dari pihak yang dikritik. Dengan menggunakan satir, kritik disampaikan dengan cara yang lebih halus, sehingga mengurangi kemungkinan resistensi dan memungkinkan refleksi yang lebih mendalam. Dengan mengekspos kebodohan, keserakahan, atau penyalahgunaan kekuasaan, satir berfungsi sebagai alat untuk mendorong perubahan.
Meskipun menggunakan nama yang tidak langsung, kritik pada Jokowi dengan secara satir disebut Mulyono akan tetap efektif karena sifat sindirannya. Orang yang menjadi target kritik akan menyadari bahwa merekalah yang dimaksud. Namun karena kritik tersebut tidak langsung, ada elemen ketidakpastian yang membuatnya lebih sulit untuk direspons secara defensif atau dengan tindakan hukum.


Riuhnya kritik yang tertuju pada Mulyono yang aslinya dialamatkan pada Presiden Joko Widodo bisa sebagai kritik satir yang ampuh. Kritik dengan model penghalusan akan lebih mengena karena ada unsur tak langsung menohok pada orang yang dikritik karena di dalamnya ada balutan humor. Jadi, Joko Widodo ataupun Mulyono sejatinya adalah orang yang sama yang sifat, sikap, perilaku, dan keputusanya sedang dikritik banyak orang.(*)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img