Saat duduk di bangku sekolah dasar hingga menengah, penulis seringkali mendengar peribahasa “senjata makan tuan.” Para guru selalu menceritakan kisah-kisah klasik yang memunculkan pedang, pisau, keris, bahkan pistol di dalamnya. Hal itu membuat penulis selalu membayangkan bahwa makna senjata dalam peribahasa terkait adalah pistol atau pedang.
Semakin bertambah usia, berubah pula arti senjata dalam peribahasa. Apalagi saat menginjak masa kuliah di mana membaca teks-teks sejarah dan biografi adalah hal lumrah. Jika dulu pengertian senjata hanya terbatas pada ranah fisik, kini mulai sedikit bergeser menjadi strategi dan pola pikir.
Namun agaknya pemahaman penulis terus berkembang dan berevolusi. Di era dengan kemajuan teknologi dan alur informasi yang cepat, senjata utama yang seringkali dilupakan adalah data. Coba kita hitung, berapa banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari pemanfaatan data selama ini, terutama data pribadi. Kemudahan bertransaksi, personalisasi iklan, kesesuaian informasi yang kita dapat dan sederet lainnya.
Tapi, layaknya sebilah pisau, data juga dapat mendatangkan marabahaya dengan tiba-tiba. Apalagi dengan munculnya beragam kasus kebocoran data di Indonesia. Meski baru berada di paruh kedua 2023, sudah ada empat kasus yang menimpa Indonesia. Ada kasus bocornya 18,5 juta data BPJS Ketenagakerjaan, 15 juta data bank BSI, 34 juta data paspor, hingga yang terbaru 337 juta data Dukcapil yang diperjualbelikan di forum.
Senjata Ampuh atau Bikin Jatuh?
Seperti yang sudah penulis sebutkan tadi, beragam benefit bisa kita genggam saat data pribadi digunakan dengan semestinya. Dengan memberikan data personal seperti preferensi produk, kebiasaan belanja, dan lokasi, pengguna dapat merasakan pengalaman yang lebih menarik saat menggunakan gawai serta aplikasi. Hal yang sama juga terjadi saat mengunjungi situs website. Tampilan dapat dengan cepat menyesuaikan konten, penawaran produk dan iklan yang muncul.
Benefit lain yang bisa didapat adalah kemudahan dalam bertransaksi. Pengguna aplikasi marketplace seperti Shopee dan Tokopedia tak perlu lagi repot-repot mengisi alamat tujuan, informasi pengiriman, dan tetek bengek lainnya. Hanya sekali klik, data yang sudah pernah diisi sebelumnya langsung muncul. Ini tentu dapat menghemat waktu dan usaha masyarakat.
Di sisi lain, perusahaan juga diuntungkan dengan penggunaan data pribadi yang sesuai dengan hukum. Mereka bisa memahami dan mengidentifikasi target pasar dengan lebih akurat. Informasi tentang usia, jenis kelamin, preferensi, hingga perilaku pembelian memungkinkan perusahaan mengambil langkah tepat dalam memasarkan produknya.
Data pribadi pengguna juga bisa dimanfaatkan perusahaan untuk menyesuaikan strategi pemasaran. Salah satu caranya adalah dengan melihat pergeseran aktivitas pembelian atau kebutuhan yang sedang meningkat. Langkah ini pada akhirnya bermuara pada peningkatan keuntungan yang diharapkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Munculnya inovasi-inovasi baru juga tak luput dari peran pemanfaatan data pribadi yang berisi perubahan perilaku manusia. Pola-pola terkumpul, mempengaruhi kebijakan perusahaan dan akhirnya melahirkan ide untuk menciptakan produk atau jasa baru yang sesuai dengan kebutuhan.
Misalnya saja munculnya aplikasi yang memungkinkan manusia mengakses komputer kantor dari rumah atau inovasi yang membuat kita bisa dengan mudah memesan makanan hanya dengan sentuhan jari di gawai.
Sayangnya, peribahasa “senjata makan tuan” juga berlaku dalam penggunaan data pribadi. Data yang seharusnya menjadi alat memajukan peradaban manusia, malah berubah menjadi ancaman yang perlu diwaspadai. Coba cek kolom SMS atau Whatsapp yang ada di telepon genggam kita.
Setiap hari, ada saja yang berisikan penawaran produk atau bahkan pengumuman hadiah yang berujung pada penipuan. Pertanyaannya adalah, dari mana mereka mendapatkan keterangan nama lengkap, nomor, dan data lainnya? Kebocoran data, jual beli, dan keteledoran adalah jawabannya.
Tipe kejahatan lain yang cukup berbahaya adalah phising, yakni upaya pelaku untuk mendapatkan informasi dengan cara mengelabui. Biasanya mereka akan mengirimkan pesan—baik email maupun chat—yang mendorong penerimanya untuk mengisi data, termasuk username, nomor kartu kredit, serta kata sandi. Ujung-ujungnya, kerugian finansial akan terjadi.
Tidak jarang, hal ini juga merembet ke peretasan media sosial. Pelaku dengan mudah berpura-pura menjadi seseorang dan menipu kerabat maupun teman dekat. Meminta uang karena kebutuhan mendesak, menyuruh untuk melakukan hal berbahaya, dan lainnya. Mereka yang dimintai tolong tidak jarang mengiyakan karena merasa bahwa pelaku adalah korban peretasan.
Contoh di atas hanya tiga dari belasan tindakan kriminal yang sudah banyak dilakukan di berbagai belahan dunia. Tidak menutup kemungkinan, jenis kejahatan berbasis data pribadi akan terus bertambah. Apalagi dengan semakin majunya teknologi manusia. Maka tidak salah jika saya menyebut data sebagai senjata makan tuan.
Mengambil Alih Kendali
Kalau boleh beropini, sasaran empuk pencurian data dan penyalahgunaannya adalah para orang tua. Sebagian besar dari mereka tidak begitu menguasai teknologi. Bahkan sekadar mengganti foto profil saja, mereka kesulitan. Ketika ada pesan penipuan masuk, mereka rentan mengisinya tanpa pikir panjang dan akhirnya menjadi korban.
Memang, sudah banyak program yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Namun, sejauh ini hasilnya dirasa kurang tepat sasaran. Hanya sebagian yang merasakan hasilnya. Sebagian lainnya—termasuk orang tua—malah tidak tahu jika ada program serupa yang membantu dalam meningkatkan kesadaran akan data pribadi dan teknologi.
Di sinilah peran strategis milenial dan gen Z. Dengan pemahaman teknologi mumpuni dan ide-ide segar, mereka bisa menciptakan terobosan baru. Misalnya saja dengan menginisiasi kampanye data pribadi yang bisa disebar lewat berbagai media sosial dan platform. Bukan hanya yang bersifat digital tapi juga konvensional. Apalagi mengingat sasaran utamanya adalah orang-orang yang berusia 30 tahun ke atas.
Melalui kampanye itu pula, diharapkan masyarakat bisa semakin sadar bahwa data pribadi adalah hal yang berharga. Tatkala sudah menjaga dan melindungi data pribadinya, maka kemungkinan penyalahgunaannya juga bisa ditekan dengan maksimal.
Meski tindak kriminal data pribadi menjadi tanggungjawab banyak pihak, namun paling tidak masyarakat sudah memahami dan membantu berkontribusi mengantisipasinya. Mengambil kendali dengan kesadaran diri tentang teknologi.(*)