Usulan di Kota Malang Atur Waktu Melintas dan Mahalkan Parkir
Jumlah Kendaraan Meningkat, Ruas Jalan Tak Bertambah
MALANG POSCO MEDIA- Kota Malang bakal berlakukan pembatasan kendaraan di jalan. Pasalnya jumlah kendaraan meningkat signifkan, sedangkan ruas jalan tak bertambah. Mencuat terapkan ganjil-genap, batasi kendaraan tertentu pengaturan waktu melintas, hingga memahalkan tarif parkir khusus.
Kebijakan batasi kendaraan bakal diatur dalam peraturan daerah (perda). Pemkot Malang sudah serahkan rancangan perda tersebut ke DPRD Kota Malang. Namanya Ranperda Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Kota Malang.
Dalam ranperda itu, pembatasan jumlah kendaraan melintas di kawasan tertentu menjadi salah satu opsi pengentasan masalah macet. Skema lalin di tiap kawasan hingga aturan mengenai volume dan kapasitas jalan bakal didetailkan. Selain itu diarahkan pembatasan jumlah kendaraan melintas.
Ini diakui Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Malang Widjaja Saleh Putra. Ia mengakui Ranperda LLAJ memuat pedoman mengatur mekanisme rekayasa lalu lintas, termasuk pengaturan pembatasan kendaraan.
“Itu arahnya salah satunya. Di ranperda diatur dasar pedomannya. Dari situ nanti membahas lagi detail misal untuk pembatasan jumlah kendaraan. Karena kita ini sudah tidak bisa lagi melebarkan jalan, dan sulit untuk nambah jaringan jalan baru. Yang bisa dilakukan adalah mengelola arus lalu lintas,” jelas Jaya, sapaan akrabnya.
Opsi-opsi yang sudah mulai dilontarkan untuk skema pembatasan kendaraan melintas seperti sistem ganjil-genap, pembatasan kendaraan tertentu, pengaturan jam melintas, hingga mengatur tarif parkir khusus di kawasan padat.
Itu adalah opsi-opsi yang bisa dikaji lebih detail ke depannya. Jaya mengatakan sistem seperti ganjil-genap masuk dalam opsi, meskipun diakui akan sulit untuk diterapkan..
“Kami sudah mulai bahas memang meski belum detail karena butuh kajian nanti. Misal ganjil genap, seperti di Jakarta kan diterapkan. Tapi ada pandangan bahwa ini tidak bisa maksimal, malah nanti bikin orang akan tambah kendaraan (menyesuaikan dengan plat nomor ganjil dan genap) supaya bisa bebas berkendara,” jelasnya.
Opsi lain yang memungkinkan adalah pembatasan jenis kendaraan tertentu dan jam melintas. Misalnya dikawasan kerap macet diatur kendaraan jenis apa yang boleh melintas. Atau diatur dari pukul berapa hanya motor saja yang bisa melintas dan sebagainya.
Jaya mengungkapkan pula opsi pembatasan jumlah kendaraan bisa dilakukan dengan mengatur tarif parkir. Yakni diatur kawasan mana yang akan diberlakukan tarif parkir lebih besar daripada kawasan lainnya.
“Misalnya di Kayutangan karena ramai dan padat diberlakukan parkir Rp 15 ribu. Di situ saja. Agar orang mikir kalau mau bawa kendaraan. Nanti bisa pakai sepeda atau kendaraan umum kan jadinya agar tak kena parkir mahal. Jadi jumlah kendaraan bisa terkurangi,” jelas mantan Kepala ULP Kota Malang ini.
Seluruh opsi ini bisa dikaji lebih dalam dengan dasar Ranperda LLAJ. Jika nanti sudah disahkan, Pemkot Malang mempunyai landasan hukum yang kuat. Yakni melakukan manajemen rekayasa lalu lintas.
Menurut data BPS Kota Malang tahun 2022 lalu, jumlah kendaraan bermotor di Kota Malang didominasi mobil penumpang dan sepeda motor.
Jumlah mobil penumpang di tahun 2022 sebanyak 89.559 unit. Perbandingannya meningkat dari 2021 yang tercatat sebanyak 78.127 unit mobil. Artinya dalam setahun bertambah 11.432 mobil penumpang.
Sementara motor juga meningkat dalam setahun terakhir. Yakni sebanyak 65.379 unit. Rinciannya tahun 2022 motor di Kota Malang tercatat sebanyak 348.960 unit, sementara tahun 2021 terdapat 283.581 unit motor.
Kendaraan jenis lainnya yakni, bus pada tahun 2022 mencapai 872 unit. Sedangkan truk sebanyak 15.395 unit
Pakar Transportasi ITN Malang, Dr Ir Nusa Sebayang MT mengatakan manajemen rekayasa lalu lintas memang harus dilakukan Pemkot Malang untuk mengatasi kemacetan. Ia membenarkan jaringan jalan Kota Malang sudah sangat terbatas.
“Untuk opsi pembatasan jumlah kendaraan itu salah satu bentuk manajemen rekayasa lalu lintas. Skema yang diterapkan seperti ganjil-genap itu saya khawatir banyak hal, jika mau diterapkan,” ungkapnya.
Sistem ganjil-genap bisa maksimal diberlakukan jika pemerintah daerah bisa memfasilitasi warga dengan sistem angkutan umum atau transportasi massal yang memadai dan baik. Jika tidak, skema ini sangat tidak memungkinkan diberlakukan.
Menurut Nusa, sistem ganjil-genap akan membuat warga mudah bergejolak menimbulkan protes. Karena warga butuh bergerak (melakukan aktivitas). Jika dibatasi dengan ganjil-genap, kemudian tidak ada transportasi massal yang memadai maka warga bisa jadi terganggu untuk beraktvitas. Lalu bergejolak dan protes.
“Jadi harus ada transportasi massal yang benar-benar memadai. Terutama gratis. Kalau ada itu, ganjil genap bisa diberlakukan. Karena warga punya alternatif transportasi lain yang baik, saat tidak menggunakan kendaraan pribadinya. Kalau tidak pasti banyak yang protes,” ungkap Nusa.
Opsi lain seperti membatasi jenis kendaraan melintas di jam-jam tertentu atau di kawasan tertentu diakuinya lebih baik untuk diberlakukan. Meski begitu opsi lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah membedakan jam sibuk pergerakan kendaraan.
Ini diakuinya butuh kajian akademis yang mendalam dan membutuhkan banyak pihak. Akan tetapi jika berhasil bisa lebih efektif mengurangi kemacetan.
“Macetnya Kota Malang ini kan di jam tertentu saja. Saat orang berangkat kerja atau pulang. Karena jamnya sama semua akhirnya semua numplek kumpul di jalan pada jam itu. Jika jam-jam berangkat misal jam orang ke kantor dengan yang ke sekolah ini dibedakan pasti bisa berkurang signifikan volume kendaraan,” jelasnya.
Tidak hanya perkantoran dan sekolah saja, tempat-tempat yang menjadi tempat tujuan orang dalam jumlah banyak bisa diatur lebih khusus. Ini menjadi salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan. (ica/van)