.
Monday, December 16, 2024

SRIMULAT

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Film Srimulat tayang di bioskop. Penonton tak sekadar diajak tertawa bareng menyaksikan cerita kehidupan para pengocok perut itu, tetapi juga disadarkan tentang bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan. Produksi film tentang Srimulat ke layar lebar ini menjadi nostalgia bagi para penggemar Srimulat yang kala itu rajin membeli karcis pertunjukan Srimulat di gedung kesenian Solo, Semarang, Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya, atau menonton Srimulat lewat tayangan TVRI dan salah satu televisi swasta.

Awalnya seorang teman mengirim link YouTube teaser film “Srimulat: Hil Yang Mustahal” ke WhatsApp saya. Teman saya ini tahu bahwa saya memang penikmat humor dan komedi, penggemar Srimulat, Kartolo, hingga komedi bergenre stand up comedy yang banyak digemari para milenial itu.

Khusus Srimulat, saya memang punya kenangan kuat saat dulu antre beli tiket pertunjukan panggung Srimulat atau tertawa ngakak saat menonton lewat layar televisi.

Banyak yang berkesan bagi saya tentang Srimulat. Mendengar musik penciri pembuka pertunjukan lewat lagu berjudul Whiskey and Soda karya Roberto Delgado membuat saya fresh. Belum lagi aksi panggung masing-masing pemain dengan keanehannya sendiri-sendiri.

Asmuni muncul dengan ciri kumis dan kalau ngomong suka dibolak balik, Tessy dengan akik di seluruh jari tangannya, Tarzan yang selalu tampil seperti anggota TNI, ada Basuki, Timbul, Nunung yang kemayu, Rohana, Jujuk, dan pemain lain dengan ciri kuat masing-masing. 

Srimulat memang punya penggemar yang fanatik. Bahkan menurut Thrio Haryanto (2018) yang mengatakan bahwa bagi penggemar beratnya, Srimulat telah menjadi “isme” seperti yang diungkap dalam judul buku yang ditulis Haryanto yang bertajuk “Srimulatism, Selamatkan Indonesia dengan Tawa.”

Bagi sejumlah orang, Srimulat tak sekadar kelompok seniman pengocok perut semata, namun Srimulat telah mengajarkan banyak hal, termasuk mengajarkan kedewasaan agar dapat menjadikan kegetiran hidup sebagai sebuah bahan candaan.

Aneh yang Lucu

         Lawakan model Srimulat menonjolkan sesuatu yang aneh menjadi hal yang lucu. Masing-masing pemain Srimulat tampil dengan beragam keanehan. Ada yang dari busananya, potongan rambutnya, kumisnya, cara ngomong, logat bicara, dan beragam tingkah pola (act out) khas pemain Srimulat di panggung.

         Melucu model inilah yang ternyata sangat menghibur pada zamannya. Jenis humor model kasar (slapstick) seperti menarik kursi hingga orang lain terjatuh, menabur tepung ke wajah, menampar, mampu mengundang tawa penonton.

         Bahkan sejumlah adegan dan dialog tertentu yang diulang-ulang pun masih dapat membuat orang tertawa kembali. Cara para pemain Srimulat memancing tawa penonton memang jitu, hingga dalam setiap pertunjukannya, baik di panggung langsung maupun di televisi selalu dapat memanen tawa penonton. Model humor yang ditawarkan Srimulat memang tak mengajak orang terlalu berpikir keras untuk menemukan kelucuannya.

         Sony Set dan Agung Pewe (2012) pernah menulis buku berjudul “Srimulat Aneh Yang Lucu” mengilustrasikan bagaimana kelucuan Srimulat dibangun dari hal-hal yang aneh. Dari keanehan itulah yang menjadikan orang tergelitik hingga tersenyum sampai tertawa ngakak.

         Cara melucu model ini hampir serupa dengan lelucon yang dimainkan seniman Ludruk Jawa Timur atau dagelan Ketoprak. Kelucuan banyak diramu dari penampilan fisik yang aneh sampai pada jalan pikir yang tak masuk logika.

         Humor model Srimulat ini memang khas. Materi leluconnya bisa saja dipakai oleh pelawak lain di luar Srimulat, namun akan berbeda kadar lucunya ketika yang membawakan adalah para pemain Srimulat. Para pemain pembawa lelucon Srimulat punya ciri khas yang aneh dan unik.

         Inilah yang menjadikan kekuatan Srimulat. Kadang ada pemain walaupun belum bicara apapun di panggung, penonton sudah banyak yang tertawa terpingkal-pingkal. Hal itu bisa terjadi karena tampilan fisik atau tingkah pola sang pemain.

         Srimulat mengusung konsep komedi panggung. Dalam setiap penampilannya, baik di televisi maupun di gedung pertunjukkan selalu dengan konsep ada penonton. Tertawa langsung dan celetukan penonton bisa jadi bahan lawakan mereka.

         Tak jarang pemain Srimulat juga berkomunikasi langsung dengan penonton guna memancing tawa. Menjadikan penonton bahan candaan (roasting) juga biasa dilakukan pemain Srimulat. Keterlibatan penonton dengan pemain inilah yang menjadikan di setiap pertunjukannya Srimulat selalu pecah lucunya.

Srimulat begitu melegenda di dunia komedi Indonesia. Tak sedikit komedian ternama negeri ini yang lahir dari Srimulat. Sebut saja Nunung, Tarzan, Mamik Prakoso, Tessy, Kadir, Asmuni, Basuki, dan yang lain. Lelucon yang ditampilkan Srimulat benar-benar original masyarakat Indonesia.

Persoalan kegetiran hidup yang dialami masyarakat oleh Srimulat mampu dikemas menjadi bahan lelucon yang menggembirakan. Hal inilah yang menjadikan penonton merasa dekat dengan humor yang disampaikan Srimulat.

Menertawakan Kegetiran Hidup

Menertawakan kepahitan hidup sungguh tak gampang. Srimulat mampu meramu bagaimana sulitnya jadi orang susah menghadapi kehidupan yang keras ini. Dalam situasi himpitan beragam persoalan hidup itu justru mampu dijadikan bahan lelucon.

Dan penonton Srimulat begitu menikmati karena sejatinya banyak kisah pilu kehidupan masyarakat yang diangkat jadi lakon Srimulat dengan penampilan dan permainan awak Srimulat yang selalu aneh-aneh itu.

Prof. James Danandjaja dalam kata pengantarnya di buku Anwari (1999) berjudul “Indonesia Tertawa, Srimulat Sebagai Sebuah Subkultur” menyebutkan bahwa lakon yang sering dimainkan Srimulat banyak bersumber dari persoalan hidup kalangan bawah. Tokoh seperti batur (pembantu) yang berani menasehati juragannya, tokoh wandu (waria) yang sering dideskriminasikan oleh masyarakat, sosok miskin yang lugu, konyol, dan bodoh. Aneka materi lelucon seputar kegetiran hidup itu mampu diramu Srimulat dengan apik.

Sebagai sebuah teater rakyat, sejak awal berdirinya, Srimulat memang tak selamanya sehat. Dalam perjalanannya juga harus berkali-kali mati suri bahkan pada akhirnya kondisi mati suri itu berlangsung cukup lama. Tak muncul regenerasi yang mampu meneruskan kembali Srimulat dalam versi panggung pertunjukan. Kini yang ada orang tinggal mengenang versi cerita masa lalu Srimulat dalam wujud film.

Matinya Srimulat tak boleh memadamkan dunia humor, lelucon, dan komedi di negeri ini. Karena bagaimanapun juga, bangsa ini butuh orang-orang lucu yang mampu mengajak kita menjadi dewasa berani menertawakan diri sendiri. Minimal dengan tertawa itu sejumlah kegetiran hidup bisa terlupa walau sejenak. Sungguh hil yang mustahal kalau kita bisa hidup tanpa komedi.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img