spot_img
Sunday, May 5, 2024
spot_img

Sukadianto Gigih Kembalikan Kejayaan Kopi Lereng Gunung Kawi, Gagas Kampoeng Kopi, Sempat Diangap Gila

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Hari-hari Sukadianto ada di kebun kopi. Pria asal Desa Sumberdem Wonosari Kabupaten Malang ini gigih mengembalikan kejayaan kopi di Malang. Khususnya dari lereng Gunung Kawi. Ia bersama pegiat usaha kopi lainnya merintis gerakan edu wisata Kampoeng Kopi. Modalnya pengalaman dan nekat.

Siang itu, Senin (1/1). Sukad sapaan akrab Sukadianto sibuk melayani tamu Kampoeng Kopi. Tak lupa menyuguhkan kopi robusta khas Sumberdem. Kopi beraroma kuat, memiliki keunikan rasa  menjadi daya tariknya.

Sukad  membentuk Kampoeng Kopi dari kelompok swadaya masyarakat. “Dulu petani hanya panen, jemur, lalu jual. Sedangkan kami mencoba untuk mengolah menjadikan produk,” cerita Sukad.

Buah manis Kampoeng Kopi hari ini tak terlepas dari perjuangan warga desa dalam lingkup kelompok masyarakat. Mereka merintis budidaya kopi dan pengolahan sederhana pada tahun 2019 lalu.

Dulunya, Sukad merasa bukan siapa-siapa. Tapi ia peduli. Apalagi ada potensi desa yang tak dikelola.

“Saya hanya ingin branding kopi dan edu wisata yang tidak hanya menjual bahan mentah. Tapi juga menjadi kampung yang bisa dikunjungi,” kata Sukad tentang gagasan awalnya.

Sejak awal lulusan SMK NU Miftahul Huda Kepanjen ini  berharap bisa mengembangkan edukasi budidaya kopi dari hulu sampai hilir. Ia perlahan mewujudkannya melalui kelompok masyarakat.

“Kita awalnya tujuh orang saja, sekarang aktif sekitar 18 orang,” ujarnya Sukad.

Pria 41 tahun itu menceritakan upaya yang dilakukan. Salah satunya membekali peralatan roasting kepada sejumlah warga. Utamanya dari keluarga anggota kelompok yang berkenan dibina secara bertahap.

Sebab hasil kopi, menurut Sukad akan sangat dipengaruhi  proses pengolahan sejak setelah masa panen.

Ada dua hal yang Sukad perjuangkan sejak tahun 2019 lalu. Yakni Kampoeng Kopi sebagai produsen kopi berkualitas dengan UMKM di dalamnya. Dan Kampoeng Kopi sebagai edu wisata.

Banyak suka dan duka yang dia dan kawan-kawannya alami. Mulai dari kesulitan mengajak warga dan mengarahkan pada gerakan produksi  kopi yang lebih bernilai tambah. Hingga mencoba membangun kepercayaan terhadap Kampoeng Kopi Edu Wisata. 

“Yang cukup banyak dukanya mungkin saat membentuk edu wisata kopinya. Sempat dianggap kurang kerjaan karena membersihkan kampung dan menghiasi sendiri. Lalu dianggap gila, tapi bagi kami wajar karena belum tahu hasilnya di awal,” tuturnya.

Itu terjadi dan dirasakannya saat penataan kampung. Perlahan, kampungnya mulai banyak dilirik orang. Satu per satu tamu datang dengan penasaran merasakan kopi lereng Gunung Kawi. Sekalian   belajar tentang budi daya kopi dari hulu ke hilir.  

Dikatakannya, Kampoeng Kopi mulai dilirik warga lain dan ingin memiliki kampung serupa. Secara bertahap, Kampoeng Kopi menginspirasi  lahirnya kampung tematik di Sumberdem. Mulai dari Kampung Rosela, hingga Kampung Lemon. Kampung-kampung tematik itu kemudian terhimpun menjadi Kampung Penyelamatan Wonosari berseri atau Putik Sari.

Kampoeng Kopi menghasilkan produk kopi dengan kualitas tinggi. Dihargai mulai dari Rp 56 ribu perkilogram hingga Rp 100 ribu perkilogramnya.

“Kampoeng Kopi di sini kalau panennya bagus bisa mencapai di atas 200 ton. Saya memang berusaha keras semoga bisa produksi di sini produk sendiri. Nantinya sangat bisa menyerap tenaga kerja banyak,” jelasnya.

Meski saat ini, Kampoeng Kopi menghasilkan produk jadi, namun belum ekspor secara mandiri. Mereka harus menyalurkan ke industri eksportir di Dampit. Di luar itu Kopi Sumberdem sudah dibeli dan dipasarkan di banyak daerah di Jawa Timur dan  secara nasional.

Di Sumberdem, kata Sukad, petani kopi sebanyak 92 persen dari jumlah warga, sekitar 1.200 petani. Warga yang terlibat kampung kopi sekarang 38 orang.

“Memang tidak mempekerjakan, kita berangkat bareng. Diambil berdasarkan jadwal siapa. Yang roasting dan sebagainya, sudah terstruktur,” kata dia.

“Kopi dari Kampoeng Kopi dipasarkan ke berbagai daerah. Yang mentahnya banyak pengepul di sini yang mendistribusikan ke Kediri, Mojokerto, yang banyak memang ke Dampit,” tambahnya.

Ia berharap dapat menjajaki beberapa industri. Agar bisa tembus pasar ekspor. Namun ia mengaku masih banyak yang harus dipersiapkan. Terutama pengolahan sesuai standar ekspor dan dilakukan secara modern.

Beberapa waktu lalu Sukad dan Kampoeng Kopi menjalin kerja sama untuk memperluas pemasaran di Wonosari. Yakni bekerja sama dengan Koramil Wonosari.

Wujudnya berupa kendaraan pemasaran dengan motor klasik. Agar menarik rasa penasaran warga sekitar. Serta membantu memberikan tambahan lapangan pekerjaan.

“Sudah ada tiga sepeda motor milik pribadi dari koramil. Dan kita berikan kesempatan pemuda di sini untuk mengoperasikannya. Nantinya akan bertambah lagi,” jelasnya.

Hingga sekarang, Sukad konsisten melibatkan warga berkontribusi, hidup dan menghidupi kopi Sumberdem. Alasannya ingin agar masyarakat bisa berjaya dengan hasilnya sendiri.

“Karena dulu di era kolonial Belanda, kopi di Kabupaten Malang benar-benar jaya. Kopi yang didistribusikan dari empat lokasi, Arjuno, Kawi, Semeru dan Bromo. Dibawa ke Eropa dan menjadi kejayaan mereka. Saya ingin agar warga hari ini merasakannya. Bisa berjaya dari kopi di tanah sendiri,” ungkapnya.

Saat ini kopi produk Sumberdem diberi nama 1832. Ini adalah tahun pendataan kopi pertama kali di Kabupaten Malang. Salah satu titiknya di lereng Gunung Kawi Desa Sumberdem. (tyo/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img