MALANG MBIEN
MALANG POSCO MEDIA- Dibalik padatnya permukiman di Sawojajar menyimpan cerita menarik. Kawasan Sawojajar, dulunya lebih familiar disebut dengan Sundeng. Istilah Sundeng diambil dari sebutan nama tanaman semak belukar atau juga tanaman perdu. Dulu tanaman Sundeng banyak ditemukan di wilayah tersebut.
Istilah Sundeng ini, telah tercatat di beberapa dokumen sejarah dan sudah dipakai sejak tahun 1850-an.
Jika dilihat saat ini, wilayah Sundeng sebenarnya dimulai dari Gang 13 Sawojajar hingga Gang 21 Sawojajar. Sementara Gang 3 hingga Gang 11, termasuk wilayah Kwansan dan ada yang menyebut sebagian wilayahnya sebagai Sukorejo.
Menariknya, Sundeng yang sebelumnya merupakan padang savana dan semak belukar, kemudian ketika Jepang tiba di Malang, wilayah Sundeng dibangun menjadi sebuah lapangan terbang militer. Sejak saat itu, wilayah tersebut dikenal sebagai ‘Sundeng Airbase’ atau Lapangan Terbang Sundeng.
Lokasi persisnya lapangan terbang ini membentang dari ujung Ruko WOW berbatasan dengan Perumahan Dirgantara, hingga ke utara berbatasan dengan Sawojajar 2.
“Sejak saya lahir dan kecil di sini, memang dari dulu sudah disebut Sundeng. Cerita dari bapak saya, dulu disini banyak tinggal pekerja Romusha (kerja paksa) Jepang. Karena memang di depan situ (Perumahan Sawojajar 1), dulu dibangun landasan pesawat terbang oleh pekerja Romusha,” ungkap Rochin, salah satu warga yang kini berusia 74 tahun kepada Malang Posco Media.
Ia menyebut, untuk saat ini, sudah tidak ada lagi saksi sejarah di sekitar rumahnya yang menyaksikan dan mengetahui persis saat pembangunan Lapangan Terbang Sundeng. Juga tidak ada monumen atau penanda yang menjadi peninggalan sejarah di Sundeng. Namun, beberapa tahun lalu, masih ada yang menemukan sisa-sisa lapangan terbang tersebut.
“Oang orang yang pertama kali membangun rumah di Sawojajar, waktu membuat pondasi pasti menemukan aspal. Digali sekitar 30 sentimeter atau lebih, itu banyak yang menemukan aspal. Itu ya aspalnya lapangan terbang. Sepanjang Sawojajar itu lokasinya, orang sini banyak yang tahu,” tambah Rochin.
Keberadaan lapangan terbang milik Jepang itu pun membuat kawasan Sundeng makin terkenal saat itu. Tidak hanya di Gang 13 hingga Gang 21, tapi juga mencakup seluruh area Lapangan Terbang Sundeng atau seluas Perumnas Sawojajar.
Menurut Pemerhati Sejarah Kota Malang Agung H. Buana, Lapangan Terbang Sundeng sebenarnya merupakan lapangan terbang cadangan, sebagai alternatif dari lapangan terbang di Bugis (Abdulrachman Saleh) yang merupakan lapangan terbang utama. Meski demikian peran dan keberadaan lapangan terbang militer itu memang sangat penting bagi Jepang.
“Kenapa dibangun bandara militer di situ, karena bagi Jepang saat itu, untuk mobilisasi pasukan akan lebih cepat daripada dilakukan di Bugis. Maka dari itu, di sekitar situ kan banyak komplek militer. Termasuk Perumahan Dirgantara, itu karena saat itu, aset tanahnya milik AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia,” jelasnya.
Agung memperkirakan masyarakat sudah tidak lagi menyebut daerah itu sebagai Sundeng, tepat ketika dibangunnya komplek Perumnas Sawojajar. Kurang lebih di kisaran tahun 1980-an. Sejak saat itu, nama Sundeng perlahan pudar hingga saat ini.
Karena memang dulunya sebelum menjadi lapangan terbang kawasan itu semak-semak dan bukan permukiman, ia pun menyebut hampir tidak ada jejak peninggalan lain.
“Kecuali kalau di daerah Kwansan, itu masih ada makam makam kuno di sana. Diduga sampai tahun 1970-an, itu sebenarnya masih ada patok-patok yang digunakan saat menjadi lapangan terbang. Tapi sejak Perumnas masuk, itu diperkirakan sudah diratakan,” tandasnya. (ian/van)