MALANG POSCO MEDIA – Kalau ada siswa yang berebut kuota sekolah itu biasa. Kalau sekolah berlomba-lomba menggaet siswa sebanyak-banyaknya itu juga lumrah. Tapi kalau ada sekolah yang mengadu ke dewan karena kekurangan siswa, ini yang luar biasa!!
Kok bisa? Dimana salahnya? Apa persoalannya? Sampai sekolah kekurangan siswa. Jangankan memenuhi ideal, untuk kuota jumlah siswa ideal saja sampai tak terpenuhi. Tapi ini fakta yang miris. Sedihnya fakta ini ada di Kota Malang. Sedihnya lagi fakta ini mengemuka ketika hari-hari perayaan HUT ke 77 Kemerdekaan RI.
Padahal seharusnya, di perayaan Agustusan yang menyenangkan dan penuh semangat ini kado kado terindah disuguhkan untuk Kota Malang tercinta. Kado prestasi dan inovasi yang membanggakan di bidang pendidikan. Tapi yang ada justru kado sedih, sekolah swasta dan madrasah di Kota Malang yang mengadu ke dewan karena kekurangan siswa.
Memang bukan persoalan baru. Tapi kali ini yang mengadu ke dewan jumlahnya banyak. Artinya persoalan ini sudah menular di banyak sekolah sehingga butuh diadukan ke dewan. Harapannya ada advokasi dari dewan terkait persoalan yang dialami sekolah swasta dan madrasah ini.
Saat menghadap dewan Kota Malang, seperti dipublis Malang Posco Media (16/8/2022), ketua rombongan guru SMP dan MTS swasta, Husaeni S.Pdi membeber kondisi sekolah-sekolah swasta khususnya SMP dan MTs di Kota Malang. Ia merinci tahun ini saja SMP dan MTs swasta hanya bisa menyerap 35 persen dari sekitar 12 ribu lulusan SD tiap tahunnya. Atau hanya 4.000-an siswa diperebutkan 83 SMP swasta dan 33 MTs swasta.
Ia memperkirakan berkurangnya siswa baru di sekolah maupun madrasah swasta karena adanya Uji Kompetensi Dasar (UKD) Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP negeri. Kondisi itu diperparah banyaknya sekolah swasta yang berdekatan. Sehingga ketika pelaksanaan zonasi banyak yang memilih sekolah negeri.
Ada MTs yang hanya tiga siswa satu kelas, lima siswa (satu kelas). Biasanya tahun sebelumnya masih bisa 10-15 siswa masih bagus. Karena ada UKD tahun ini, tahun lalu tidak ada UKD masih bisa 45-50 persen (serapannya). Begitu juga dengan SMP swasta. Dari 83 sekolah, hanya ada sembilan SMP swasta yang berhasil memenuhi pagunya. Bahkan ada sekolah yang ‘zonk’ alias tidak mendapat siswa sama sekali.
Fakta di atas tentu membuat siapa pun mengelus dada. Karena yang mengadu adalah lembaga pendidikan. Tentu, wakil rakyat harus cermat dan detail untuk membongkar persoalan pengaduan ini. Dicari benar apa persoalannya. Benarkan karena faktor zonasi? Bagaimana kebijakan mendirikan sekolah swasta dan madrasah? Atau jangan jangan karena siswa yang sekolah jumlahnya menyusut?
Data ini yang harus benar-benar diadvokasi oleh wakil rakyat hingga ke lokasi langsung dengan benar. Kalau memang benar dari 83 sekolah, hanya 9 sekolah yang memenuhi kuota, terus bagaimana nasib 74 sekolah swasta yang lainnya.
Terutama yang tidak dapat sama sekali siswa. Terus melanjutkan pendidikan, tapi ada satu masa ajaran yang tidak ada siswanya sama sekali. Tentu ini persoalan serius bagi pendidikan kita. Sementara tahun ajaran baru sudah berjalan lebih dari sebulan lalu. Bagaimanapun kondisi dan faktanya, persoalan ini butuh solusi sehingga ke depan tidak terulang lagi kejadian serupa.
Pasal 31 UUD 1945 ayat 1 berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Salah satu tujuan Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI) yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dilansir Kompas.com (4/2/2022), pendidikan nasional disusun sebagai usaha agar bangsa Indonesia mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Setiap warga diharapkan mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu.
Semesta artinya pendidikan terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh artinya mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Terpadu artinya saling terikat antara pendidikan nasional dengan seluruh upaya pembangunan nasional.
Contoh hak yang diatur secara eksplisit dalam pasal 31 UUD NRI tahun 1945 adalah penerimaan peserta didik baru tidak boleh dibedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, agama, dan suku. Setiap warga negara berhak mendapatkan fasilitas pendidikan nasional yang layak guna mewujudkan sistem pembelajaran yang baik.
Pemenuhan kebutuhan Pendidikan Nasional yang layak mengacu pada Pasal 31 UUD 1945 ayat 4 bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Jaminan negara atas pendidikan di atas harus menjadi acuan untuk menuntaskan persoalan kekurangan siswa bagi sekolah SMP dan MTs swasta di Kota Malang. Butuh sinergi bersama untuk mencari solusi terbaik persoalan ini. Jangan sampai cenderung menyalahkan satu sama lain. Semua pihak harus legowo.
Era disrupsi saat ini memang serba membingungkan. Memilih pendidikan juga menjadi salah satu yang paling diprioritaskan. Orang tua pasti memilih yang dekat dan berkualitas. Pilihan utamanya pasti negeri. Karena biayanya terjangkau. Kalau yang punya uang, pasti pilih swasta yang unggulan dan setara dengan negeri.
Memilih pendidikan bagi anak sangat dominan terletak pada orang tuanya, apalagi sekolah menengah. Mayoritas orang tua, banyak yang memilih praktis. Kalau tidak masuk negeri, ya masuk swasta yang dekat rumah dengan biaya terjangkau. Yang penting anaknya tetap bersekolah. Yang penting antar jemputnya tidak merepotkan.
Fakta sekolah kekurangan siswa ini menjadi momen penting untuk mengurai kembali apa sebenarnya persoalannya. Fakta ini sekaligus menjadi tantangan sekolah sekolah swasta untuk unjuk gigi dan unjuk prestasi di tahun mendatang agar menjadi pilihan orang tua.
Momen perayaan HUT ke 77 Kemerdekaan RI ini harus menjadi momen sekolah sekolah swasta, di tingkat apapun harus merdeka dari persoalan persoalan kekurangan siswa di tahun mendatang. Harus merdeka, bangkit dan berjuang menjadi yang terbaik, bersaing dengan sekolah negeri.
Seperti tema HUT Kemerdekaan RI tahun ini. Pulih lebih cepat, Bangkit Lebih Kuat! (*)