.
Sunday, December 15, 2024

Tantangan Santri di Era Transformasi 5.0

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 Presiden Joko Widodo Melalui Keputusan Presiden, tepat tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Santri memiliki peran penting dalam kemerdekaan Negara Republik Indonesia, setelah resolusi Jihad yang dipelopori oleh KH Hasyim Asy’ari yang berpetepatan pada 22 Oktober 1945. Dari sini semangat dan rasa akan haus perjuangan para santri untuk mempertahankan negara tercinta Indonesia dari para sekutu yang mencoba mendobrak kembali kemerdekaan bangsa.

Penjajah menjajah seluruh dinamika dalam NKRI, pada aspek politik, ekonomi, bahkan lebih dari itu mereka menjajah kesadaran dan rasionalitas bangsa Indonesia. Sebab itu, pendidikan dan dakwah merupakan komponen penting dalam merubah perspektif masyarakat dan menumbuhkan semangat juang dari ketertindasan lahir bathin selama itu.

Tertulis dalam sejarah hampir seluruh kota penting di Tanah Jawa mengalami peperangan pada saat itu untuk mempertahankan kedaulatan Negara yang masih merangkak belum lama setelah proklamasi 17 Agustus 1945.

Tentu Jihad tidak hanya soal melawan orang – orang yang dzholim seperti di zaman Rasulullah, Khalifah atau Nabi terdahulu. Pasalnya di zaman saat ini Jihad lebih sulit dibanding memerangi suatu kaum, karena tantangan santri di zaman Gen-Z saat ini adalah memerangi zaman, memerangi diri sendiri, serta memerangi trend globalisasi. Sebuah tantangan bukan? Sebab semua orang merasa kesulitan dalam mengarungi lautan globalisasi. Oleh sebab itu kita harus bersyukur karena kita adalah ummat yang paling disayangi oleh Rasulallah SAW.

Setidaknya Santri Gen-Z di era milenial mesti memiliki beberapa pegangan dalam mengarungi zaman masa kini. Kompetensi itu di antaranya skill organisasi, skill manajerial, skill jurnalistik dan skill public speaking. Konon katanya tidak ada mantan santri, jadi untuk yang sudah menjadi alumni, harapannya harus tetap berusaha mendedikasikan predikat santri dan menanamkan nilai-nilai yang pernah diajarkan oleh para ulama.

Meskipun tidak dapat dibantah bahwasannya dunia di luar pondok  jauh lebih berbahaya daripada ketika berada di lingkungan pesantren. Menjadi santri adalah anugerah yang tidak bisa didapatkan di tempat manapun, saya pribadi merasakan terpontang-panting diambang

zaman yang bergerak di luar nalar, seringnya merasa tersesat dan naik turunnya iman adalah sebuah tantangan yang sangat dahsyat untuk mempertahankan kualitas keimanan.

Bahkan tidak jarang bahwa santri dipandang sebelah mata, kurang lebih dicemooh dengan bahasa “santri bisa apa?” Ya setelah itu, kalau dipikir – pikir santri memang bisa apa ya?  Tapi jangan pernah meremehkan predikat santri. Karena fakta sejarah sudah membuktikan bahwa santri ikut berjuang demi bangsa dan negara Indonesia.

Ibarat sebuah bangunan santri adalah paku dari sebuah kerajaan yang tetap mengokohkan suatu pondasi bernama agama, yang pilarnya ialah ilmu dan bangunannya adalah Ulama.

Transformasi 5.0

Terjebak dalam masa transformasi 5.0, pertanyaannya apakah santri tetap dapat eksis di dunia serba liberal saat ini? Jawabanya bisa dan harus bisa, Santi harus cakap beradaptasi dengan perubahan zaman. Santri zaman now bisa keluar dari zona yang dianggap itu-itu saja, tidak produktif dan menghabiskan waktu sia-sia.

Mendalami ilmu agama sekaligus mengikuti eksistensi zaman itu sangat elegan, tidak semua orang bisa, banyak tokoh – tokoh Islam yang secara tidak sadar namun otomatis berdakwah melalui hobi dan bakat. Contoh pesepak bola, para santri dapat menyebarkan dakwah melalui sepak bola yang dicontohkan oleh Karim benzema, Moh Salah, Achraf Hakimi dll dengan selebrasi sujud atau menunjukkan satu jari tanda ‘Allah yang Ahad’ itu secara tidak langsung mengenalkan Islam kepada dunia.

Ada juga Haris J, Maher Zein, dan penyair-penyair Islam lainnya yang menyanyi dengan konteks agama Allah, Chef Muslimah Zaleha Olphin atau seorang Petinju yang sangat mencintai Islam dan keluarganya yaitu Khabib Nurmagomedov.

Semua itu adalah pilihan berdakwah dengan jalan kesukaannya masing-masing, kalau yang masih belum mampu berdakwah secara lisan di Media Sosial atau platform – platform lainnya maka pelan-pelan tuangkan sebuah tulisan melalui media massa yang mainstream dan kredibel, Jika belum mampu menulis dan menuangkan berbagai argumen serta jalur dakwahnya maka santri bisa merepost postingan ulama, ustadz/ ustadzah, ahli ilmu untuk mencoba memperkenalkan Islam kepada orang-orang. Jika belum mampu karena takut dianggap sok alim atau khawatir hujatan lainnya cukuplah untuk berdakwah melalui postingan ulang tiktok, pasti santri zaman now punya TikTok kan? Nah pergunakan media itu karena hampir semua orang mengakses platform itu.

Jadi Santri itu tidak mesti kaku, kalau butuhnya di ranah digital maka silahkan maksimalkan dalam ranah tersebut, jika butuhnya dalam bidang kedokteran silahkan pelajari hingga mahir, jika butuhnya di bidang olahraga silahkan asah skill di bidang itu. Apapun bidangnya, memasak, jurnalistik, organisasi, seni, teknik, apapun itu tapi jangan lupa tetap pegangan, niat dan tujuan kita adalah Allah SWT.

َ َ َل َص بِ َ َّ د ل ا َ َ ى َل َ َ ر َا ْ َن

“Barang siapa berjalan pada jalanNya, maka ia akan sampai.”

Semakin bergeraknya zaman maka peluang tantangan sebagai santri juga semakin meningkat. Terlebih pengaruh lingkungan dan masuknya pengaruh globalisasi, pemikiran-pemikiran yang terkontaminasi, terkadang banyak juga media yang menyebarkan ilmu

mengenai agama yang masih bisa dipertanggungjawabka sanad kebenarannya. Itu juga tantangan untuk para muslimin/muslimat bahwa belajar ilmu agama tanpa guru yang jelas adalah bentuk kehancuran. Berguru pada Google tidak ada habisnya karena banyak sekali hadist yang dijadikan pedoman. Padahal hadist tersebut tidak kuat perawinya, oleh sebab itu santri diharapkan dapat memilih dan memilah mana pondasi yang dapat dijadikan acuan untuk kemudian dikualifikasi sebagai pedoman zaman yang semakin banyak tantangannya.

Tentunya tidak mudah dan perlu usaha lebih ekstra dalam mengarungi lautan bernama globalisasi ini. Di hari yang sangat baik ini, penulis berdo’a untuk seluruh ummat Rasulullah agar selalu teguh dan diberikan cahaya iman yang baik dan tiada henti terus berharap seluruh santri sadar bahwa zona kita tidaklah sempit.

Kita dapat menggunakan banyak fasilitas yang terdapat di era transformasi 5.0 ini, yang sempit hanyalah ketika kita berpikir bahwa akal kita itu sempit. Tidakkah besi yang kokoh rusak karena karatnya sendiri? Begitu juga dengan manusia, tidak ada yang dapat merusak kita kecuali akal kita sendiri. Selamat hari santri.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img