Dalam sejumlah kasus di tanah air, sering terjadi pengadilan oleh media sosial (trial by the medsos). Banyak narasi di medsos yang menggiring terbentuknya opini tertentu sesuai keinginan sang produsen informasi. Tak jarang proses hukum dari suatu kasus belum tuntas diusut, namun para pengguna medsos sudah melakukan penghakiman.
Penghakiman oleh medsos terjadi karena prinsip kebenaran di medsos banyak bersumber pada sesuatu yang viral. Padahal sesuatu yang viral itu sesungguhnya belum tentu hal yang benar.
No viral no justice, begitu yang terjadi saat ini. Tak viral, tak akan lahir keadilan. Inilah era digital ketika informasi melaju super cepat. Faktor viralitas ini menjadi tolok ukur dalam penanganan sejumlah kasus. Kalau tak viral kasus tak diperhatikan dan ditangani. Situasi ini menjadikan banyak orang yang ingin mengendalikan opini dengan cara membuat narasi dan konten apapun dengan tujuan yang penting viral.
Dalam kasus Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, dan sejumlah kasus besar lain, banyak spekulasi beredar lewat medsos. Informasi yang beredar menjadi liar tak terkendali. Masing-masing produsen informasi berusaha melakukan pembingkaian (framing) terhadap suatu peristiwa dari sudut pandang yang berbeda-beda. Tak semua informasi memang keliru, tetapi penggiringan opini yang mendahului proses pengadilan dapat menjatuhkan wibawa lembaga peradilan yang sah.
Tak Sabar Menunggu Proses Hukum
Model pengadilan oleh medsos ini bisa memunculkan peradilan sesat (the miscarriage of justice). Trial by the medsos bisa terjadi karena publik tak sabar, tak lagi percaya, tak puas, dan kecewa terhadap proses hukum suatu kasus. Tak jarang penanganan kasus hukum yang berjalan lambat dan ujung-ujungnya hilang menguap tanpa ada ending yang jelas. Rasa pesimis sejumlah masyarakat pada proses penegakan hukum menjadikan sekelompok orang melakukan penghakiman sendiri yang difasilitasi oleh medsos.
Trial by the medsos marak di era pasca kebenaran (post truth) dalam masyarakat yang dipenuhi informasi yang diproduksi oleh siapapun lewat medsos. Aneka konten dari para produsen narasi yang tak kredibel patut dihentikan. Dalam sejumlah kasus besar, masyarakat butuh informasi yang jernih dan terang benderang agar tak muncul beragam spekulasi liar yang dapat semakin mengacaukan keadaan.
Proses hukum yang cenderung lambat dan lama membuat banyak orang tak sabar menunggu. Apalagi dalam sejumlah kasus, proses penyelidikan dan penyidikan tak jarang memakan waktu yang panjang. Belum lagi dalam proses peradilan juga butuh waktu lama dalam beberapa kali proses persidangan. Karena proses yang panjang itulah banyak orang mendahului proses hukum dengan membuat opini sendiri terkait kasus yang ada. Aneka opini personal tersebut tak jarang diviralkan di medsos.
Opini yang sifatnya pribadi dengan cepat menyebar dan mampu membentuk sebuah opini publik. Kalau sudah demikian maka opini yang berkembang justru bisa mendahului proses hukum yang sedang berjalan. Fenomena inilah yang saat ini sering mengemuka dalam sejumlah kasus besar yang terjadi di negeri ini. Medsos telah digunakan oleh banyak orang untuk pembentukan opini tertentu. Medsos telah memfasilitasi proses terjadinya penghakiman prematur dalam sebuah perkara hukum tertentu.
Munculnya trial by the medsos memang bisa menjadi sarana kontrol agar semua pihak yang terlibat dalam penanganan sebuah kasus dapat menjalankan tugasnya dengan cepat dan tepat. Penghakiman oleh medsos bisa jadi bentuk perlawanan pada proses-proses hukum yang lamban dan tak transparan. Dalam sejumlah kasus, lewat kekuatan medsos pembentukan opini sering muncul lebih dahulu dan mampu mempengaruhi publik.
Kekuatan Viralitas
Ungkapan no viral no justice menjadi masuk akal saat ini. Banyak kasus kalau sudah viral akan mendapat perhatian dan prioritas penanganan hukumnya. Inilah kekuatan viralitas medsos. Seandainya tak ada medsos, sejumlah kasus bisa jadi tak sebesar saat ini. Melalui beragam platform medsos berbagai narasi berupa foto, video, dan berita tulis menyebar dengan cepat lewat laman medsos. Tak butuh waktu lama, dalam sekejap, sejumlah kasus tertentu banyak diketahui orang.
Istilah viralitas mengacu pada video baru, alat, aplikasi, konten, produk, program perangkat lunak, game, atau item berbasis online lainnya yang menghasilkan hingga ribuan atau jutaan penayangan dari orang-orang yang menggunakan produk atau layanan tersebut. Banyak sekali konten viral dalam berbagai bentuk. Keriuhan perang konten terjadi karena ada yang mendukung dan ada pula yang kontra terhadap sebuah kasus tertentu.
Perang narasi terjadi hingga narasi tertentu menjadi trending topik di beberapa akun medsos. Medsos memamg punya kekuatan menggemakan sesuatu. Efek dengung (echo chamber effect) yang melekat pada medsos menjadikan media ini sangat perkasa memviralkan sesuatu. Apalagi lewat peran para pemengaruh (influencer) medsos yang punya kemampuan kuat dalam menjadikan sesuatu viral. Para influencer yang punya banyak pengikut dengan gampang dapat menggerakkan follower-nya.
Apapun memang bisa menjadi viral saat ini. Bahkan tak sedikit orang yang menempuh segala cara demi bisa viral. Melalui beragam platform medsos tak sedikit orang mencari perhatian, berebut pengikut (follower), mengemis subscriber, berharap dapat Like, Comment, dan beragam respon baik dari khalayak.
Medsos telah menjadi medium viralitas yang perkasa. Viral adalah aktivitas di dunia maya yang menggambarkan penyebaran sebuah informasi melalui media online yang tersebar dengan cepat sehingga membuatnya populer dan jadi perbincangan khalayak umum.
Viralitas adalah kekuatan medsos. Karena kemudahan dan tingginya akses masyarakat pada medsos menjadikan konten atau narasi tertentu bisa booming lewat medsos. Lewat strategi viralitas inilah dimanfaatkan oleh banyak pihak guna membentuk dan mempengaruhi opini publik. Sebuah narasi semakin banyak dibicarakan orang maka kemungkinan semakin banyak pula orang yang mempercayai narasi itu sebagai hal yang benar.
Munculnya pengadilan oleh medsos yang mendahului proses hukum sesungguhnya bisa menjadi masalah. Kelak sebuah keputusan hukum yang sebenarnya justru diragukan gara-gara sebelumnya sudah terbentuk opini publik lewat narasi yang viral di medsos. Situasi inilah yang menjadikan sesuatu yang viral dianggap sebagai yang benar. Padahal sesungguhnya yang viral belum tentu yang baik dan patut diikuti. (*)