.
Sunday, December 15, 2024

Unta Pilihan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Betapa banyak nikmat-nikmat yang Allah SWT anugerahkan kepada umat manusia sangatlah melimpah dan tidak dapat dihitung. Hidup, oksigen, kesehatan, kekuatan, kesempatan, harta, mata, telinga, lisan, indra, anak yang berbakti, istri yang sholihah, teman yang setia, tetangga yang baik dan masih banyak lagi yang lain adalah nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita.

Meskipun demikian, kebanyakan manusia masih kurang bersyukur. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak menyadari bahwa hal-hal tersebut adalah nikmat dan anugerah dari Allah SWT. Pada umumnya, banyak di antara seseorang yang kurang mengetahui hakikat syukur dan bagaimana cara bersyukur.

Allah SWT berfirman dalam QS. 40:61, yang artinya: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang memberikan anugerah pada umat manusia. Hanya saja kebanyakan umat manusia tidak bersyukur (kepada-Nya).”

Syukur dapat dilihat dari dua kategori, yakni syukur yang wajib dan ada syukur yang sunnah. Syukur yang wajib adalah tidak menggunakan nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita untuk berbuat maksiat kepada-Nya. Jadi bersyukur kepada Allah atas nikmat lisan adalah tidak mengatakan perkataan yang diharamkan oleh Allah, selalu yang positif dan tidak negative thinking.

Bersyukur kepada Allah atas nikmat telinga adalah dengan tidak mendengarkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah, misalnya gunjingan. Bersyukur kepada Allah atas nikmat mata adalah dengan tidak melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Bersyukur kepada Allah atas nikmat harta adalah dengan tidak membelanjakannya untuk perkara yang haram, banyak digunakan untuk kebaikan misalnya, shadaqoh, infaq dan waqaf.  

Adapun syukur yang sunnah adalah mengucapkan dengan lisan pujian yang menunjukkan bahwa Allah-lah Sang Pemberi nikmat dan yang menganugerahkannya kepada para hamba-Nya. Semisal dengan ucapan kalimat tahlil, tasbih, tahmid, istighfar dan shalawat.

Pemberian nikmat kepada hamba adalah murni anugerah dan karunia dari Allah, bukan kewajiban bagi-Nya. Karena memang tidak ada sesuatu pun yang wajib bagi-Nya. Allah SWT berfirman dalam QS. 16: 53, yang artinya; “Dan nikmat apa pun yang ada pada kalian adalah dari Allah. Kemudian jika kalian terkena marabahaya, maka hanya kepada-Nya-lah hendaknya kalian memohon.”

Sebagian orang sama sekali tidak bersyukur. Dan sebagian yang lain bersyukur tetapi tidak secara sempurna. Orang-orang yang sama sekali tidak bersyukur kepada Allah adalah mereka yang takabur sehingga tidak mau menerima kebenaran yang dibawa oleh para Nabi. Mereka tidak mau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para utusan-Nya dan juga hari akhir. Mereka meyakini kekufuran dan menolak tauhid.

Mereka ini tidak bersyukur kepada Allah SWT sama sekali. Karena mereka telah meninggalkan kewajiban yang paling dasar dan paling utama, yaitu iman yang Allah jadikan sebagai syarat diterimanya amal kebaikan. Mereka ini termasuk yang dimaksud dengan firman Allah SWT dalam QS. 25:23, yang artinya; “Dan Kami (Allah) menghukumi amal (yang mereka anggap baik) yang mereka lakukan (dalam keadaan tidak beriman), maka Kami jadikan amal mereka seperti debu yang bertebaran (tidak berguna dan tidak diterima).”  

Syukurnya Nabi Ibrahim

Allah telah memuji Nabi Ibrahim dalam QS. 16: 120-121, yang artinya “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam panutan nan taat kepada Allah serta berpaling pada agama yang lurus. Dan ia tidak pernah termasuk orang-orang musyrik. Dia adalah orang yang bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya.”  

Dalama tafsir ath-Thabari dinyatakan bahwa “Ibrahim tulus bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Dan dalam bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya tersebut, Ibrahim tidak menjadikan sekutu bagi-Nya.” Artinya, syukur Nabi Ibrahim kepada Allah diwujudkan dengan beriman kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.  

Sedangkan orang-orang yang syukur mereka tidak sempurna adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tapi masih meninggalkan kewajiban dan melakukan perkara yang diharamkan. Keadaan mereka di akhirat tergantung kehendak Allah. Jika Ia berkehendak, mereka diampuni oleh-Nya dan langsung dimasukkan surga. Dan jika Ia berkehendak, mereka tidak diampuni oleh-Nya lalu dimasukkan ke dalam neraka beberapa lama. Akan tetapi walau bagaimanapun, seseorang yang mati dalam keadaan beriman, pada akhirnya semuanya akan dimasukkan ke dalam surga.  

Jika keluhuran budi dan akhlak yang terpuji menuntut seseorang untuk membalas sesama hamba yang berbuat baik kepada kita dengan berterima kasih dan berbuat baik kepadanya, maka lebih utama bagi kita untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada kita.

Syakir dan Syakur

Imam al Junaid pernah ditanya tentang apa itu syukur. Beliau menjawab: La Yu’sha Allahu bini’amihi”, tidak bermaksiat kepada Allah dengan nikmat-nikmat-Nya. Seseorang yang menunaikan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh perkara yang diharamkan, maka ia adalah hamba yang syakir.

Kemudian, jika ia tidak disibukkan dengan nikmat sehingga melalaikan syukur kepada Sang Pemberi nikmat, dan ia menyadari betapa agungnya nikmat Allah yang selalu melingkupinya dan perasaan itu semakin kokoh dalam dirinya serta ia memperbanyak amal-amal kebaikan lebih dari kewajibannya, maka ia disebut hamba yang syakur (pandai bersyukur).

Hamba yang syakur lebih sedikit jumlahnya daripada hamba yang syakir. Allah SWT berfirman dalam QS. 34: 13, yang artinya “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mencapai derajat syakuur.” Jadi, orang-orang bertakwa yang bersih dari dosa dan tidak disibukkan dengan nikmat sehingga melalaikan syukur kepada Dzat Pemberi nikmat, adalah orang-orang yang sangat jarang dan sedikit di antara kaum Muslimin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya; “Umat manusia itu ibarat seratus ekor Unta. Hampir tidak kamu dapati di antara mereka yang layak untuk ditunggangi dalam perjalanan jauh.” (HR Muslim).

Dalam hadits ini terdapat sebuah isyarat bahwa kebanyakan orang memiliki kekurangan. Sedangkan orang-orang mulia yang zuhud terhadap dunia, mengejar kebahagiaan akhirat dan memenuhi syukur dengan sempurna, jumlah mereka sangat sedikit.

Orang-orang pilihan tersebut ibarat satu Unta yang layak dijadikan sebagai hewan tunggangan (Unta pilihan), di antara sekelompok Unta yang ada. Satu Unta ini yang bagus dan layak dikendarai untuk perjalanan jauh di antara sekelompok unta tersebut sebagai sarana untuk menuju surga.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img