spot_img
Friday, May 17, 2024
spot_img

Wabah Pernikahan Dini Harus Dihentikan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Dana Kependudukan PBB (UNFPA) mengatakan satu dari lima anak berusia di bawah 18 tahun di seluruh dunia, sudah kawin. Indonesia menduduki peringkat kedelapan perkawinan anak terbesar di dunia. Bahkan COUNCIL of Foreign Relations telah mencatat bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASEAN untuk kasus perkawinan anak.

Terdapat sekitar 22 dari 34 provinsi di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ini menjadi kewaspadaan bersama mengingat  pemerintah telah mengatur dengan jelas batas minimal perkawinan menjadi 19 tahun, dan memperketat aturan dispensasi perkawinan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

Dalam segi geografis, tren angka perkawinan anak dua kali lipat lebih banyak terjadi pada anak perempuan yang berasal dari pedesaan dibandingkan di perkotaan. Berdasarkan data Bappenas (2021), perkawinan anak dapat berimplikasi pada sektor ekonomi yang menyebabkan kerugian ekonomi negara sekitar 1,7 persen dari Pendapatan Kotor Negara (PDB).

Bukan hanya dalam sektor ekonomi, perkawinan anak juga akan berdampak secara multi-dimensional, karena dapat membawa implikasi besar terhadap pembangunan, khususnya terkait kualitas dan daya saing sumber daya manusia kaum muda di masa mendatang. Walaupun tren angka perkawinan anak mengalami penurunan secara nasional dari 11,21 persen (2018) menjadi 10,82 persen (2019), namun angka perkawinan anak di 18 provinsi di Indonesia justru mengalami peningkatan kasus terlebih saat pandemi berlangsung, KemenPPA mencatat kenaikannya sudah mencapai 64.000 kasus.

Ini merupakan kerugian negara yang cukup besar jika tidak segera diatasi. Terlebih lagi Indonesia yang harusnya mendapatkan bonus demografi. Sangat disayangkan jika seseorang harus kehilangan masa muda dan masa remajanya hanya karena disebabkan oleh ikatan pernikahan dini yang mau tidak mau mengikat dirinya yang belum sepantasnya dan cukup dewasa untuk menghadapi serta menjalani dunia pernikahan dan urusan kondisi rumah tangga.

Apabila tidak disikapi dan ditangani secara bijak, masifnya angka pernikahan dini juga dapat berpotensi memberikan dampak sosial dalam skala yang lebih besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat komunal melalui adanya stagnasi dalam pertumbuhan kualitas indeks pembangunan manusia.

Pernikahan dini dapat menghambat laju pertumbuhan kualitas indeks pembangunan manusia tampak cenderung stagnan. Pertama, dalam hal kesehatan pernikahan dini turut menyumbang peningkatan angka kematian bayi dan angka kematian ibu yang diakibatkan oleh kondisi organ reproduksi yang belum mumpuni dalam menanggung dan menjalani proses kehamilan serta proses kelahiran bayi.          Lebih dari itu, ketidakstabilan emosional dan kemampuan proses bernalar yang belum matang dalam mengambil keputusan juga akan berdampak pada kondisi kesehatan mental dan psikologis dari masing-masing pihak pasangan yang terjalin dalam ikatan pernikahan dini, sehingga akan lebih rentan terhadap konflik pertengkaran dan juga riskan terhadap kekerasan dalam rumah tangga yang tidak jarang memicu adanya depresi dan tekanan batin.

Kedua, dalam hal aksesibilitas informasi dan literasi pengetahuan, pernikahan dini juga menyumbang turunnya angka partisipasi pendidikan karena putus sekolah. Hal tersebut didukung temuan fakta yang diungkapkan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jasa Putra (2019) bahwa sekitar 80 persen angka putus sekolah berkorelasi erat dengan dampak yang ditimbulkan dari maraknya pernikahan dini (KPAI, 2019).

Dan yang ketiga, yaitu dalam aspek ekonomi yang berkecukupan, pernikahan dini dapat dikaitkan dengan pertumbuhan angka kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan desakan beban finansial ekonomi keluarga membuat orang berpikir untuk menikahkan anak perempuanya agar beban ekonomi akan ditanggung oleh pihak laki-laki.

Untuk mengatasi hal ini, perlu upaya kongkrit oleh seluruh masyarakat agar dapat memberikan pendampingan dengan membekali edukasi baik tentang pentingnya menempuh pendidikan tinggi, literasi manajemen keuangan dan juga pelatihan keterampilan kerja yang cukup baik agar perempuan tidak terjebak pada satu pilihan yaitu pernikahan di usia anak namun ke depan mereka tetap bisa menjadi perempuan yang kontributif untuk bangsa dan negara.

 Komunikasi Pembangunan

Pernikahan menjadi masalah dalam komunikasi pembangunan karena dalam hal ini berhubungan erat dengan kependudukan. Kependudukan adalah jumlah, kualitas, persebaran, mobilitas dan kondisi kesejahteraan. Untuk menekan kasus pernikahan dini aturan yang sudah ada di pemerintahan harusnya dijalankan dengan strategi komunikasi pembangunan yang menurut pakat komunikasi pembangunan, Roy dalam Jayaweera dan Anumagam adalah agar tujuan terjadinya perubahan bisa tercapai.

Pada umumnya, beberapa daerah mungkin sudah memberikan himbauan agar tidak melakukan pernikahan dini karena hampir setiap daerah pasti ada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKBBN) yang berfungsi untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Perlu partisipasi aktif dengan melibatkan beberapa pendekatan seperti pendekatan sasaran yang terdiri dari media masa dengan memberikan informasi yang edukatif dan menarik perhatian para audience dalam hal ini bisa orang tua atau bahkan anak yang akan dinikahkan sehingga perlu informasi yang mudah dipahami dan bisa menarik simpati mereka.

Kedua, menggunakan pendekatan sasaran melalui indvidu yaitu dengan mendatangi rumah orang-orang yang memungkinkan akan menikahkan anaknya. Ketiga dengan melakukan pendekatan sasaran kelompok yaitu dengan sosialisasi pada kelompok warga tertentu seperti ketika ada kegiatan PKK atau agenda desa.

Selain itu bisa juga dengan melakukan pendekatan materi karena mereka yang ingin menikahkan anaknya yang belum cukup usia kebanyakan juga adalah mereka yang belum memiliki pendidikan ekonomi yang cukup sehingga adanya pemberian materi melalui workshop dan alat bantu pembelajaran dapat menjangkau dan mengedukasi mereka yang belum memiliki pengetahuan tentang akibat dari keputusan untuk menikahkan anak di usia dini tersebut.          Dalam aktivitas tersebut warga bisa berinteraksi langsung kepada narasumber begitu juga narasumber bisa bertanya langsung dan berdiskusi dengan warga yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Semakin tinggi seseorang berpendidikan semakin kecil kemungkinan seseorang melakukan pernikahan usia dini.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img