.
Tuesday, November 5, 2024

Waktu Cepat Berlalu

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Bila memperhatikan sifat manusia, dalam Alqur’an Allah SWT menyebutkan sifat manusia cenderung memiliki rasa cinta terhadap kenikmatan dunia. Dalam QS. 3: 14 yang artinya Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

Memiliki kecintaan itu tentu tidak dilarang karena merupakan fitrah manusia. Sebagai orang mukmin hanya dituntut untuk bersikap waspada dan mengelola dengan sebaik-baiknya serta efisien dalam mempergunakan nikmat yang diberikan. Segala kenikmatan yang Allah anugerahkan mesti disyukuri dan dipergunakan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

- Advertisement -

Rasulullah menyebutkan bahwa manusia sering kali tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya, sebagaimanadari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda: “Ada dua nikmat di mana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan”. (H.R.al-Bukhari).

Ketika sehat, manusia lupa betapa pentingnya nikmat kesehatan itu. Saat terbaring lemah, barulah sadar betapa berharganya nikmat sehat itu. Begitu juga ketika memiliki waktu luang manusia tidak merasakan nikmatnya waktu tersebut. Hari-harinya kadang hanya dihabiskan untuk berfoya-foya. Saat semua itu telah hilang dari dirinya, barulah manusia menyadari betapa berharganya kenikmatan yang diberikan. Ketika sudah seperti itu, yang ada hanyalah penyesalan dan harapan agar kesempatan itu bisa terulang kembali. Tentu saja hal itu mustahil bisa terjadi, yang sudah berlalu tidak mungkin kembali. Kesehatan dan kesempatan yang Allah berikan seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam upaya melakukan ketaatan.

Waktu begitu cepat berlalu. Oleh sebab itu, seyogyanya hari-hari yang dilalui selalu terisi dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat. Belum tentu kesempatan yang sama bisa didapatkan di lain waktu. Lagi pula tidak tahu kapan ajal datang menjemput. Maka dari itu, disiplin dalam bekerja dengan tidak menunda-nunda pekerjaan yang mungkin dilakukan saat ini, merupakan metode yang tepat dalam penggunaan waktu, termasuk menghadirkan energi positif dan menjauhkan energi negative dalam bekerja, sebagai tangga menuju kemajuan yang berkeadaban.

Ungkapan Rasulullah Muhammad SAW “di mana manusia banyak tertipu karenanya” dalam hadits di atas mengisyaratkan bahwa hanya sedikit manusia yang mampu mempergunakan kedua nikmat itu secara optimal. Maka yang sedikit inilah termasuk orang yang beruntung. Orang yang tidak bisa memanfaatkan dengan baik kedua nikmat itu tergolong orang yang rugi. Dia tertipu dan terlena dengan glamornya kenikmatan dunia yang semu, tanpa menyadari bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara.

Hal ini senada dengan firman Allah dalam QS. 34: 13 yang artinya; “…Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”.Dalam kitab Fathul Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata: ”Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain”.

Orientasi Hidup Manusia

Ketika fisik masih bugar dan kesempatan masih ada, apapun yang diinginkan bisa terlaksana dengan baik. Tapi, perlu diingat bahwa kesehatan dan kesempatan tidak selamanya bisa dinikmati. Ada kalanya ditimpa sakit yang menyebabkan tersendatnya aktivitas sehari-hari. Ketika sakit menimpa, maka tubuh akan terasa lemah, mata sulit terpejam, mulut tidak selera makan dan kaki sulit untuk digerakkan kemana saja. Efeknya ibadah tidak bisa terlaksana secara maksimal. Adakalanya juga disibukkan dengan rutinitas yang melelahkan, menghadapi berbagai problematika kehidupan yang menguras tenaga dan pikiran.

Selama nikmat kesehatan dan kesempatan masih dapat dirasakan, maka selama itu pulalah hendaknya dihabiskan untuk mengabdi kepada Allah.  Itulah waktu yang tepat untuk mempersiapkan amal sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan menuju alam keabadian. Dunia merupakan ladang untuk bercocok tanam yang hasil panennya akan diperoleh kelak di akhirat. Jangan sampai kesempatan yang dimiliki terlewatkan dengan sia-sia, agar tidak menyesal di kemudian hari, karena penyesalan pasti selalu datang di akhir.

Manusia yang terlena dengan kenikmatan dunia, akan selalu mengejar dunia dengan berbagai cara. Orientasi hidupnya hanyalah untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Hawa nafsu diperturutkan tanpa menyadari bahwa segala kenikmatan itu hanyalah titipan sementara waktu, yang mesti dipelihara sebaik mungkin. Semakin dia mengejar dunia, semakin menjauhkannya dari cahaya ilahi. Ibarat minum air laut, semakin banyak diminum, akan semakin membuat dahaga. Kesibukannya mengurus harta melalaikannya dari mengingat Allah dan mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadanya.

Sebaliknya hamba Allah yang shaleh, akan memanfaatkan segala kenikmatan dunia sebagai alat untuk memudahkannya menuju alam akhirat. Kemewahan dunia yang dimiliki tidak menyebabkannya terlena dan terpedaya dengan bujuk rayu setan. Seluruh waktunya didedikasikan untuk beramal shaleh sebanyak-banyaknya. Semakin bertambah kenikmatan yang diberikan, semakin besar pula rasa syukurnya kepada Allah. Tiada hari yang dilalui tanpa bermunajat dan bersyukur kepada Allah atas segala limpahan karunia yang diberikan kepadanya. (*)

- Advertisement -

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img