MALANG POSCO MEDIA, MALANG-Penangkapan benih bening lobster (BBL) atau benur ilegal masih menjadi perhatian, utamanya oleh Dinas Perikanan Kabupaten Malang. Nelayan yang ingin menangkap BBL diharuskan mengurus perizinan. Jika tidak, ancaman hukum menanti.
Atensi ini disampaikan Kepala Dinas Perikanan Victor Simbiring. Ia mengatakan, regulasi tentang penangkapan BBL sendiri telah diatur di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) nomor 17 tahun 2021 tentang pengelolaan lobster, kepiting dan rajungan.
“Salah satu pasalnya di aturan itu menyebutkan bahwa BBL boleh ditangkap oleh nelayan yang berijin untuk dibudidayakan,” ujar Victor, Selasa (12/7).
Di dalam Permen tersebut juga disebutkan bahwa BBL yang ditangkap hanya boleh dibudidayakan di dalam satu propinsi dimana BBL tersebut ditangkap. Untuk bisa diedarkan untuk keperluan konsumsi, BBL tersebut harus melalui pembesaran dulu hingga berukuran minimal 5 gram.
Untuk diketahui, lobster sendiri merupakan salah satu potensi biota laut yang dimiliki oleh Kabupaten Malang. Namun ternyata untuk menangkap hewan yang berhabitat di karang ini ternyata juga cukup susah. Sebab, catatan Dinas Perikanan Kabupaten Malang, harapan hidup hewan ini di alam hanya sekitar 1 hingga 5 persen dari jumlah telur-telur yang menetas dan menjadi benih bening lobster (BBL).
“BBL bisa dibudidayakan hanya dalam satu propinsi dimana itu ditangkap. Gak boleh di lintas propinsi. Itu sampai dengan ukuran 5 gram. Trus 30 gram, baru setelah itu masuk pembesaran untuk konsumsi. Yang boleh dilintaskan propinsi itu yang sudah di atas 5 gram,” terang Victor.
Saat ini di Kabupaten Malang, kata Victor, baru ada dua kelompok nelayan yang mengantongi izin untuk menangkap BBL. Dan hasil BBL yang ditangkap disetorkan ke perusahaan pembudidaya benur yang ada di wilayah Kecamatan Wagir.
Dikatakannya, penjualan BBL sudah menjadi salah satu potensi bisnis yang terbilang cukup menjanjikan. Apalagi, wilayah perairan Laut Selatan. Di mana dikenal sebagai salah satu perairan ideal bagi penghasil BBL. Untuk itu dirinya mengimbau bagi nelayan yang ingin menangkap benur harap mengurus perijinan. Pihaknya mengakomodir keinginan para nelayan untuk menangkap BBL. Hal ini agar mereka yang ingin menangkap BBL mempunyai legalitas.
“Perijinannya dikeluarkan oleh dinas kelautan dan perikanan Jawa Timur. Di Kabupaten Malang, saat ini baru ada dua kelompok yang memiliki legalitas untuk menangkap BBL,” beber Victor.
Dinas Perikanan mencatat, beberapa tahun lalu BBL yang bisa dijual oleh nelayan bisa mencapai 200.000 ekor per bulan. Namun saat ini, yang terdata hanya sekitar 20.000 ekor. Hal tersebut bukan karena habitatnya yang terancam, namun karena saat ini baru ada dua kelompok yang memiliki legalitas menangkap benur. Sedangkan satu ekor BBL sendiri berharga Rp 70.000.
“BBL itu kalau kuotanya seperti beberapa tahun yang lalu, waktu tahun lalu boleh diekspor, kita bisa keluarkan per bulan bisa sampai 200 ribu BBL. Paling kalau sekarang sekitat 10 sampai 20 ribuan. Tapi kemungkinan, 200 ribu yang dulu tertangkap saat ini masih tertangkap, karena informasinya masih ada oknum yang ilegal dan menjualnya (benur) ke pasar gelap,” tukas Victor. (tyo/ggs)