Oleh : drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM
Tidak bisa dipungkiri seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin kompleksnya aktivitas kehidupan manusia, hal ini menimbulkan masalah baru dalam ekosistem kehidupan dan lingkungan berupa sampah.
Sampah sebagai produk harian yang dihasilkan oleh aktifitas manusia ini semakin hari menjadi ancaman, karena penduduk terus bertambah, industri dan usaha terus bertumbuh, sedangkan luasan lahan yang tersedia semakin menyempit.
Sebagaimana data yang disajikan dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di 2022 hasil input dari 202 kabupaten/kota se-Indonesia menyebut jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 21.1 juta ton. Dari total produksi sampah nasional tersebut, demikian dilansir situs resmi Kementerian LHK (http://ppid.menlhk.go.id) sebanyak 65.71% (13.9 juta ton) dapat terkelola, sedangkan sisanya 34,29% (7,2 juta ton) belum terkelola dengan baik.
Masalah sampah inipun tidak luput merundung Kota Malang sebagai kota yang terus bertumbuh dan berkembang. Kota Malang sebagai pusat pendidikan, jalur persimpangan wisata dan pusat konsentrasi penduduk serta pusat niaga di Malang raya tentu membawa dampak terhadap akumulasi sampah yang terjadi.
Sebagaiamana data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang Jumlah sampah yang diproduksi di Kota Malang juga meningkat dalam tiga tahun terakhir. Jika diprosentase, peningkatan dari 2022 ke tahun 2023 mencapai 25 persen. Permasalahan sampah ini semakin diperparah akibat volume sampah yang terus naik, juga karena overkapasitasnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Salah satu negara dengan pengelolaan sampah terbaik adalah Korea Selatan. Korea Selatan merupakan negara dengan kinerja daur ulang sampah terbaik secara global. Hal ini tercatat dalam laporan Environmental Performance Index 2022, riset hasil kolaborasi Yale University, Columbia University, dan McCall MacBain Foundation. Tim Environmental Performance Index (EPI) mengukur recycling rates atau tingkat daur ulang sampah di 180 negara.
Recycling rates mencerminkan proporsi bahan bekas pakai (logam, plastik, kertas, dan kaca) yang didaur ulang di setiap negara, yang dinilai dengan skor berskala 0-100. Skor 100 menunjukkan suatu negara telah mendaur ulang seluruh atau 100% bahan bekas pakai tersebut. Artinya, semakin tinggi skornya kinerja daur ulang diasumsikan semakin baik, dan begitu pula sebaliknya. Pada 2022 Korea Selatan memiliki skor recycling rates 67,10, paling tinggi dari seluruh negara yang diriset. Tim EPI mencatat, Korea Selatan memiliki kebijakan manajemen sampah yang disebut jongnyangje.
Kebijakan tersebut mengharuskan individu-individu dirumah tangga memilah sampahnya menjadi beberapa kategori, seperti sampah organik yang bisa dijadikan kompos, dan sampah bahan lain yang bisa didaur ulang. Warga yang tidak mematuhi aturan tersebut bisa dihukum denda, dan warga yang melaporkan para pelanggar bisa mendapat insentif.
Korea Selatan juga melarang penggunaan barang-barang plastik sekali pakai dengan kriteria tertentu, menyediakan tempat pembuangan khusus untuk botol plastik, serta mewajibkan produsen dan importir plastik untuk bertanggung jawab atas sampah produknya. Produsen dan importir plastik di Korea Selatan diharuskan membayar biaya dukungan (support fees) daur ulang. Biaya itu kemudian disalurkan ke perusahaan daur ulang sesuai kuantitas dan kategori sampah yang diolahnya.
Setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah sampah yang menjadi ancaman bagi keanggunan dan kesehatan serta kemajuan Kota Malang. Pertama, Membangun kesadaran secara fundamental kepada masyarakat. Masyarakat sebagai produsen terbesar dalam mata rantai sampah tentu harus mendapatkan pengarahan dan pengawasan secara serius terkait tata kelola sampah secara pribadi ataupun rumah tangga.
Menumbuhkan kesadaran dengan memberikan edukasi secara masive melalui seluruh instrumen pemerintahan, NGO, serta kelompok-kelompok masyarakat hingga tingkat bawah menjadi hal yang sangat penting. Menanamkan budaya disiplin memilah dan membuang sampah sejak usia dini yang secara terus menerus diajarkan di sekolah juga menjadi bagian dari solusi yang bisa diharapkan.
Kedua, Kebijakan pemerintah yang mendukung dan mengikat terhadap manajemen pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir sebagaiamana yang dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dalam upayanya mengatasi permasalahan sampah.
Regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengkondisikan “habbit” masyarakat dalam memperlakukan sampah sejak awal menjadi hal yang harus di kawal misalkan dengan memperbanyak tulisan-tulisan berupa himbauan, ajakan serta untuk disiplin manajemen sampah, selain itu metode memperbanyak Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di setiap wilayah Kota Malang juga menjadi bagian dari solusi terhadap permasalahan sampah.
Semakin banyak TPS, maka akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah secara disiplin. Selain itu, armada angkut sampah yang membawa sampah dari TPS ke TPA juga harus diperbanyak, sehingga tidak terjadi penumpukan sampah, sampah bisa langsung di olah di TPA dengan berbagai teknologi dan inovasi yang sudah dijalankan saat ini.
Kota Malang adalah metropolitannya Jawa Timur dan Indonesia. Kemajuan dan keunggulan Kota Malang sebagai kota pendidikan, budaya, pariwisata dan niaga menuntutnya untuk memiliki kemampuan dalam memanajemeni permasalahan sampah yang terjadi. Sampah bukan hanya menjadi ancaman kebersihan dan kesehatan bagi Kota Malang, namun juga menjadi bergaining bagi kota ini untuk menjadi magnet bagi masyarakat nasional dan global untuk berkunjung dan beraktifitas di Kota Malang. (*)