NYAWA melayang demi mempertahankan Kemerdekaan RI.
Warsito dan Samino, dua anggota Pasukan Oembaran Angkatan Laut atau Pasukan O/AL tewas. Mereka tak terima lalu melawan ketika Belanda ingin kembali menguasai Malang.
======
MALANG POSCO MEDIA- Kejadian itu sekitar tahun 1948.
Warsito dan Samino bergerilya. Tak rela Kota Malang kembali diduduki penjajah.
Keduanya kemudian menembak mati seorang tentara Belanda yang sedang berjaga di depan Gedung Bioskop Irama (bioskop yang dulu berdiri di kawasan Jalan Letjen Sutoyo).
Setelah menembak mati serdadu Belanda itu, keduanya bersembunyi di markas gerilyawan. Yakni sebuah kampung yang saat itu disebut Kampung Lowokwaru.
“Dulu memang kampung ini belum ada nama-nama jalan seperti sekarang. Disebut Kampung Lowokwaru. Mereka berdua ke sini mau bersembunyi karena diburu pasukan Belanda. Mereka berdua sembunyi di tempat yang saat ini kawasan Jalan Selorejo A ini,” cerita Ketua RW 07 Kelurahan Lowokwaru Kota Malang, Lukman Suhariyono kepada Malang Posco Media.
Warsito dan Samino tertangkap tak lama setelah bersembunyi di rumah warga. Di Jalan Selorejo A itu isi tas Warsito dan Samino digeledah. Kemudian pasukan Belanda menemukan sepucuk senjata berupa pistol. Diduga senjata itu yang menumbangkan serdadu Belanda.
“Saat digeledah, pistol yang ada di tas keduanya ini dicium masih bau mesiu yang baru ditembakan. Saat itu langsunglah mereka berdua, Warsito dan Samino ini ditembak mati. Lokasinya di Jalan Selorejo A ini mereka tewas,” tegas Lukman saat ditemui kemarin di kediamannya Jalan Selorejo B Kelurahan Lowokwaru Kecamatan Lowokwaru Kota Malang itu.
Akibat kejadian ini pasukan Belanda murka. Warga sekitar yang ikut menyembunyikan gerilyawan lokal dihukum. Saat itu warga kawasan ini ditawan selama kurang lebih satu minggu lamanya. Tidak diperkenankan keluar rumah. Pintu-pintu pun harus selalu ditutup.
Sedangkan pasukan Belanda berjaga di tempat itu dan sekitarnya. Kejadian “penawanan” warga ini tidak terlalu lama.
“Warga sini dulu memang suka menyembunyikan atau jadi tempat sembunyi gerilyawan. Tapi kalau misalnya warga di sini ditawan lebih dari satu minggu bisa mati kelaparan karena banyak yang saat itu sudah kehabisan makanan,” cerita Lukman.
Kejadian sangat membekas bagi warga Selorejo Lowokwaru. Pasalnya setiap momen Kemerdekaan RI, cerita perjuangan Warsito dan Samino selalu dibacakan. Menjadi bahan renungan suci di 16 Agustus malam yang menjadi ritual wajib warga.
Untuk mengenang jasa Warsito dan Samino, di Jalan Selorejo A (wilayah RT 1 RW 7) terdapat sebuah prasasti sederhana dibuat oleh warga. Bertuliskan,’Disini Telah Gugur Dua Pahlawan PAS.O/AL Warsito dan Samino Tahun 1948’.
“Memang mereka tidak menjadi pahlawan nasional, tapi mereka adalah pahlawan bagi kami warga sini. Setiap tahunnya, di peringatan 17 Agustus kami adakan upacara dan renungan di sini. Ini cerita perjuangan warga sini,” pungkas Lukman. (ica/van)