Lulus dari kebidanan, Dyah Retno Dewi fasih bahasa isyarat. Itu karena dia mengabdi sebagai guru di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Ia kini menjadi juru bahasa isyarat saat ada rilis media di Polres Malang.
===
Sambil berdiri, ia menggerakkan kedua tangan dan jemari
membentuk pola dan simbol. Diikuti ekspresi wajah. Dia sedang mengatakan sesuatu kepada seorang anak berseragam Pramuka.
Begitulah Dyah saat ditemui Malang Posco Media, Kamis (24/8) pekan lalu.
Mereka baru saja menyelesaikan perkemahan Jambore Pramuka Berkebutuhan Khusus di Family Camp Wisata Mahoni Dempok Kecamatan Pagak Kabupaten Malang.
Sepintas tak ada yang berbeda. Ketika didekati, anak-anak di sekeliling Dyah memiliki kondisi yang beragam. Mereka sangat antusias mengikuti perkemahan. Penuh suka cita.
Wanita asal Desa Sumberpucung Kecamatan Sumberpucung Kabupaten Malang itu cukup lama menjadi guru SLB PGRI Sumberpucung di Desa Karangkates.
Sejatinya, ia bukan lulusan pendidikan luar sekolah atau sejenisnya. Perempuan yang menyayangi anak-anak dengan berbagai kendala fisik dan mental ini lulusan jurusan kebidanan. Yakni di STIKes Kendedes Malang lulus tahun 2012. Setelah itu kerja di SLB sampai sekarang. Juga kuliah lagi S1 keperawatan tahun 2021 sampai sekarang Di STRADA Indonesia Kediri.
Kisah Dyah mendalami dan menjadi juru bahasa isyarat berawal dari lulus kuliah. Dia melamar ke sejumlah rumah sakit. Lama menunggu, panggilan tak kunjung datang. Ia memutuskan mengikuti salah seorang temannya menjadi guru di SLB PGRI Sumberpucung.
Mulanya perempuan 36 tahun ini mengira SLB hanya bagi anak yang memiliki keterbelakangan mental berpikir. Nyatanya lain. Lebih beragam dari apa yang diperkirakannya.
“Saya saat masuk bingung mau ngajari apa ke anak berkebutuhan khusus. Ternyata banyak anak tuna netra, rungi dan autis. Terutama menghadapi tuna rungu saya belum punya dasar bahasa isyarat,” katanya.
Seperti jodoh, dia dipertemukan dengan seorang anak yang sangat unik. Anak itu berkebutuhan khusus. Tapi bisa berbicara dengan baik, juga memiliki kemampuan bahasa isyarat.
Melalui sang anak itulah ia akhirnya mempelajari banyak hal dari muridnya sendiri. Mulai dari mimik hingga jenis bahasa isyarat yang digunakan.
“Untungnya ada anak yang bisa bahasa isyarat dan bisa ngomong dengan baik. Saya belajar dari murid itu, juga belajar pada murid yang sudah lulus,” ceritanya.
Pengalaman dan pembelajaran yang dia dapat dari sang murid dulu semakin membuatnya termotivasi untuk lebih baik. “Sampai sekarang sudah 10 tahun lebih,” sebutnya.
Mengajar di SLB merupakan pengalaman berharga. Tak bisa dikatakan mudah, komunikasi adalah kunci keberhasilan pembelajarannya tersampaikan dengan baik. Saat pengenalan awal anak yang baru usia dini menggunakan bahasa isyarat dari pengalaman sehari-hari. Dyah harus mengenalkan mulai dari hal kecil, berupa gambar dan simbol. Selanjutnya isyarat badan dan bahasa tubuh yang bisa ditangkap.
Pengalamannya membuat Dyah memahami apa yang dibutuhkan masing-masing anak. Mereka yang memiliki keistimewaan bisa merasakan emosi seperti anak pada umumnya. Meski hal itu kerap kali diluapkan dan disampaikan dengan cara berbeda-beda.
Seiring waktu, pengalamannya bertambah. Suatu ketika, dia dipanggil menjadi juru bahasa isyarat kegiatan Polres Malang. Ditunjuk pertama kali saat sebuah kegiatan di satlantas. Yakni kegiatan peduli difabel.
Lambat laun, ia banyak dilibatkan berbagai kegiatan. Polres Malang kerap kali melakukan kunjungan ke SLB tempat dia mengajar. Sesekali mengantarkan beberapa bantuan. Tanpa disangka, Dyah diajak mendampingi rilis atau konferensi pers di Mapolres Malang. Meski bukan lulusan pendidikan luar biasa dia tetap dipercaya karena kemampuannya.
“Terus terang saya takut salah, karena yang disampaikan jauh berbeda dengan pendidikan ke anak-anak. Tapi saya diminta untuk mencoba dulu. Bagaimana saya menyampaikan dengan bahasa isyarat sebuah berita perkara pidana. Di situ saya belajar lagi dan mengamati apa bahasa isyarat yang dibutuhkan,” katanya.
Mulanya ia sering meminta berita acara. Tujuannya untuk memahami tentang apa dan bagaimana sebuah kasus yang akan dijelaskan kepada media. Supaya tersampaikan efektif dengan bahasa isyarat ke kamera pewarta.
Di situ ia belajar bagaimana meringkas dan memberikan pengertian pada poin utama dengan pola tangan. Hingga akhirnya ia mulai terbiasa.
Kini Dyah terus dipercaya setiap ada rilis di Mapolres Malang. Sebagai juru bahasa isyarat tentang berita kepada mereka yang kebutuhan khusus. Terutama tuna rungu.
Sebagai juru bahasa isyarat yang sudah lama berkecimpung di pendidikan, ada kendala yang saat ini dihadapkan pada dirinya. Yakni pemahaman berbeda dua jenis bahas isyarat. Formal dan informal atau bahasa ibu yang kadang sulit dimengerti karena keberagamannya.
Ia berharap ada kurikulum khusus bahasa isyarat yang digunakan dalam pendidikan bisa setara. Tak lain, bagi Dyah, mereka yang berkebutuhan khusus harus diperjuangkan haknya.
“Semua anak berkebutuhan khusus harus tahu apa yang disampaikan oleh gurunya, sebaliknya. Agar pembelajaran yang didapat bisa maksimal. Mereka juga bisa tumbuh dengan baik, sama dengan kawan-kawan sebayanya yang menurut orang umum dilahirkan normal, semua orang memiliki keistimewaan,” katanya. (tyo/van)