.
Friday, November 22, 2024

DANA DANGEROUS

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely. Artinya kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan absolut korup seratus persen. Pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge Inggris yang hidup di abad ke 19 (1833-1902) itu hingga kini masih sangat relevan.

          Kekuasaan dan korupsi nyaris tidak bisa dipisahkan. Hampir setiap hari, kita disuguhi berita penangkapan kasus korupsi dengan tersangka orang biasa, pejabat, dari tingkat RT, RW, Kades/Lurah, Camat, Bupati/Walikota, Gubernur, Menteri. Fakta itu tak hanya membuat miris, tapi juga membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan negara menjadi anjlok ke titik nol.

          Sampai masyarakat jadi muak dan antikekuasaan. Andai bisa melakukan perlawanan, mungkin dilawan. Tapi karena tak punya kekuasaan, masyarakat cenderung diam. Tapi diamnya  masyarakat bukan tidak melawan, tapi lebih pada fokus mempertahankan hidup. Karena hidup mereka sudah dan akan terus dipermainkan oleh para pejabat pejabat yang korup.

          Hak-hak masyarakat lebih sering diabaikan. Akhirnya masyarakat memilih caranya sendiri untuk hidup dalam bermasyarakat dan bernegara. Bisa dibayangkan kalau masyarakat sudah tidak percaya sama presidennya, menterinya, gubernurnya, bupati/walikotanya, dewannya, camatnya, kades/lurahnya, RW/RT nya.

          Di tingkat paling bawah, yang kini membuat miris adalah banyaknya kasus korupsi Dana Desa (DD). Padahal dulu, desa itu menjadi tulang punggung pemerintahan. Kepala desa dipercaya sebagai orang yang paling jujur, paling bertanggungjawab dan paling bekerja keras dengan gaji yang tak seberapa. Dan tidak neko neko alias tidak banyak tingkah.

          Tapi apa lacur. Kucuran Dana Desa dari pemerintah yang dimaksudkan untuk membantu pemerintahan desa menyejahterakan masyarakat, justru menjadi lahan empuk untuk munculnya penyelewengan dan korupsi. Dana Desa yang sejatinya untuk kemaslahatan bersama justru dinikmati secara pribadi, untuk kekayaan sang kades sendiri dan keluarganya.

          Seperti yang diberitakan Malang Posco Media, Selasa (7/6/2022), pemerintahan desa rawan kasus korupsi dan salah urus uang negara. Seperti yang terjadi di Kabupaten Malang. Sepanjang tahun 2021 terdapat masalah pengelolaan anggaran desa hingga Rp 3 miliar.

          Akibatnya kades dan perangkat desa diwajibkan mengembalikan uang negara. Dari total Rp 3 miliar, 80 persen di antaranya sudah dikembalikan. Sedangkan selebihnya sedang dalam proses. Jika tak dikembalikan maka terancam jadi masalah hukum.

          Salah satu contohnya seperti yang dialami Kepala Desa (kades) Kalipare Kecamatan Kalipare Sutikno yang akhirnya ditahan Polres Malang. Penyebabnya karena diduga korupsi Dana Desa (DD) yang merugikan negara hingga Rp 423,8 juta. Ia tak mampu kembalikan uang sebanyak itu hingga akhirnya ditetapkan jadi tersangka.

          Inspektur Pemkab Malang Tridiyah Maistuti menjelaskan, dalam setahun, setiap kecamatan ada dua sampai tiga desa yang diperiksa. Di tahun 2021 lalu menjadi catatan penting potensi penyalahgunaannya mencapai Rp 3 miliar. Potensi penyelewengan banyak terjadi pada proses rancangan hingga hingga pertanggungjawaban  APBDes.

          Tridiyah menyebut hasil pemeriksaan tahun 2021, 80 persen rekomendasi pengembalian akibat penyalahgunaan sudah disetor ke kas desa. Dari hasil temuan setahun itu, Tridiyah berharap pemerintah desa semakin hati-hati mengelola keuangan. Sebab banyak pelanggaran karena tidak sadar lantaran tak sesuai prosedur. Salah satunya mengenai guna usaha tanah kas desa.

          “Tanah kas desa tidak boleh digunakan untuk pribadi. Harus kembali ke APBDes jika dijadikan guna usaha. Harus dikembalikan dulu nanti baru diambil kebermanfaatannya bahkan bisa untuk tambahan penghasilan kepala desa dan perangkat, besarannya diatur di perbup,” ungkapnya.

          Di tahun 2022 ini Inspektorat juga memeriksa 60 desa selain yang telah diperiksa pada tahun 2021 lalu. “Kalau dihitung dana desa masing-masing Rp 1,2 miliar ada 60 desa saja maka lebih dari Rp 70 miliar uang berputar,” tambahnya.

          Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Malang Suwadji menambahkan, dari sebanyak 378 kepala desa diakuinya masih banyak yang kerap tak memahami persoalan yang rawan masalah hukum karena melanggar aturan mengenai dana desa hingga aset desa.

          Ia membenarkan bahwa beberapa di antaranya aset desa yang disewakan seperti halnya tanah desa terkadang masih menjadi masalah karena masuk kantong pribadi oknum aparat desa.

          Suwadji meminta camat di masing-masing wilayah makin mawas. Terutama tindak tanduk oknum aparat desa. Peran camat sangat penting untuk turut mencegah dan mengawasi. Pembinaan sudah dilakukan artinya jangan sampai terjadi penyimpangan.

          Di Kota Batu, penyimpangan APBDes juga pernah terjadi tahun 2020 dan mencuat 2021. Tersangkanya mantan Kaur Keuangan Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 338.609.582 juta. Munculnya kasus korupsi ini mengindikasikan rawannya Dana Desa dikorupsi oleh pihak pihak yang tidak bertanggungjawab.

          Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/kota dan digunakan unuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.

          Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dialokasikan secara berkeadilan berdasarkan Alokasi dasar, dan Alokasi yang dihitung memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota.

          Mekanisme penyaluran Dana Desa terbagi menjadi dua tahap yakni tahap mekanisme transfer APBN dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan tahap mekanisme transfer APBD dari RKUD ke kas desa.

          Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Dengan adanya Dana Desa, desa dapat menciptakan pembangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

          Sementara tujuan Alokasi Dana Desa adalah: Pertama, Mengatasi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan. Kedua, Meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Ketiga, Mendorong pembangunan infrastruktur pedesaan yang berlandaskan keadilan dan kearifan lokal.           Keempat, Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial, budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan sosial. Kelima, Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa. Keenam, Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat desa. Ketujuh Meningkatakan pedapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

          Penggunaan Alokasi Dana Desa yang diterima pemerintah desa 30 persen alokasi dana desa dipergunakan untuk operasional penyelenggaraan pemerintah desa dalam pembiayaan operasional desa, biaya operasional BPDbiaya operasional tim penyelenggara alokasi dana desa.

          Sedangkan 70 persen  dana desa  dipergunakan untuk pemberdayaan masyarakat  dalam  pembangunan sarana dan prasarana ekonomi desa, pemberdayaan dibidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan bantuan keuangan kepala lembaga masyarakat desa, BUMDes, kelompok usaha sesuai potensi ekonomi masyarakat desa, serta bantuan keuangan kepada lembaga yang ada di desa seperti LPMD, RT, RW, PKK, Karang Taruna, Linmas.

          Sudah sangat jelas, Dana Desa tujuannya untuk kesejahteraan, pemberdayaan serta pembangunan infrastruktur desa. Seharusnya Dana Desa dipergunakan demi kebaikan masyarakat desa. Tapi kini ironisnya, Dana Desa bergeser menjadi Dana Dangerous. Dana yang justru berbahaya, karena berpotensi dikorup oleh Kepala Desa dan perangkatnya. Dana yang bila diselewengkan bisa membuat pelakunya dipenjara. Dan negara dan masyarakat jadi korbannya.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img